Bismillahirrahmaanirrahiim.
Assalaamu'alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh.
Assalaamu'alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh.
Siang itu waktu menunjukkan pukul 13.00. Kumandang adzan maghrib masih lama. Dzuhur belum lama berlalu. Di tengah panas terik di dalam sebuah Elf (angkutan umum untuk jarak yang cukup jauh), aku duduk di jok depan. Saat itu kebetulan bulan Ramadhan. Di perjalanan, Pak Sopir mengeluarkan rokok dari saku bajunya, kemudian ia menaruh sebatang rokok di mulutnya dan menyulut rokok itu. Aku melirik sedikit ke arahnya, tapi ternyata Pak Sopir tahu kalau saya sedang memperhatikannya. Terjadilah percakapan menarik antara aku dengan Pak Sopir.
"Maaf ya dik, Saya nggak puasa nih" Pak Sopir membuka pembicaraan, sambil malu-malu.
"Jangan minta maaf ke saya Pak, saya mah nggak nyuruh Bapak puasa, yang nyuruh bapak puasa mah Allah SWT. Minta maaf saja ke Allah" begitu jawabku.
"Jangan gitu lah dik, saya juga dulu suka puasa, sekarang aja, karena keadaan yang memaksa juga, makanya bapak nggak puasa. Soalnya sekarang Bapak punya keluarga yang harus diberi makan, sedangkan mengemudi satu-satunya cara bapak biar dapat uang" Pak Sopir mencoba membela diri.
"Lha terus, kenapa dulu waktu muda Bapak rajin ibadah puasa, sekarang sudah tua malah berhenti beribadah?" tanyaku.
"Bukan maksud bapak ingin berhenti beribadah dik, tapi zaman sekarang kalo bapak berhenti bekerja, anak-anak bapak nggak akan bisa makan" jawabnya.
Saat itu ingin sekali saya jelaskan padanya, bahwa nggak ada kompromi dengan alasan pekerjaan untuk meninggalkan ibadah wajib. Tapi melihat raut wajahnya, dan posisi dia pada saat itu sebagai sopir angkutan, saya hanya bisa diam.
Aku biarkan Pak Sopir masih terus berbicara, hingga keluar dari mulutnya kata-kata "Zaman sekarang sih enak dik, ibadah bebas, shalat bebas, pengajian bebas, naik haji mau seberapa sering juga nggak masalah". "Orang-orang sekarang, bisa mengkaji Al-Quran kapanpun dan dimanapun. Bapak sih dulu, zaman penjajahan belanda, mau ibadah tuh susah sekali" begitu katanya.
Aku biarkan Pak Sopir masih terus berbicara, hingga keluar dari mulutnya kata-kata "Zaman sekarang sih enak dik, ibadah bebas, shalat bebas, pengajian bebas, naik haji mau seberapa sering juga nggak masalah". "Orang-orang sekarang, bisa mengkaji Al-Quran kapanpun dan dimanapun. Bapak sih dulu, zaman penjajahan belanda, mau ibadah tuh susah sekali" begitu katanya.
Mendengar penuturannya, aku pura-pura bodoh. "Wah.. Pak, emang zaman dulu negara kita dijajah ya?" tanyaku.
"Adik sih nggak tahu, Bapak nih, zaman dulu, kalo ada orang Belanda, pasti bapak bunuh" jawabnya.
"Wah, dulu Bapak ngebunuh orang Belanda?" tanyaku, sedikit penasaran.
"Bapak bunuh mereka, di sini" jawabnya, sambil menunjuk kakinya.
"Kenapa orang Belanda dibunuh sih Pak? Kan mereka juga manusia" aku terus bertanya.
"Yah.. si adik, nggak ngerti juga. Kan agama juga memerintahkan seperti itu. Barang siapa yang menghalangi kemerdekaan suatu negara, harus diusir. Zaman dulu mau ibadah susah, soalnya mereka melarang" begitu katanya.
"Oh.. begitu ya Pak?"
"Iya dik, makanya bapak bunuh mereka"
"Hm... hebat bener bapak perjuangannya. Nggak takut sama orang Belanda" aku terus berkomentar.
"Sampai tujuh turunan, nggak akan kalah" jawabnya bangga.
"Tapi sayang banget, sama orang Belanda Bapak nggak kalah, tapi sama setir mobil Bapak kalah" kataku padanya.
"Maksudnya kalah gimana dik?" dia penasaran.
"Lha iya, tadi kata bapak, zaman dulu orang kita nggak bisa ibadah karena dilarang oleh orang Belanda, lha sekaran udah merdeka, nggak ada larangan ibadah, tapi Bapak masih tetap nggak bisa puasa dengan alasan, mencari uang dengan cara mengemudi. Zaman dulu manusia sampai Bapak bunuh, lha sekarang kenapa nggak patahkan aja setir mobil?" jawabku panjang, yang tentunya saya atur kata-kata itu agar ia tidak tersinggung.
"Lha dik, emangnya nggak boleh gitu bapak cari nafkah dengan cara seperti ini?" Pak Sopir mulai gusar.
"Jangankan jadi supir pak, mau minum oli tujuh drum juga nggak ada yang ngelarang kok" jawabku sambil bercanda. "Tapi Islam tidak mengajak umatnya menjadi bodoh hingga menyiksa diri. Kan gampang ketika adzan menepi sebentar sambil istirahat, di bulan Ramadhan kosongkan perut untuk berpuasa. Toh nggak tiap hari kok, hanya sebulan dalam setahun" lanjutku.
Mendengar jawaban yang panjang lebar, entah kenapa, sepertinya ia mendapat hidayah dan taufik. Air matanya mengalir. "Iya juga ya dik.." ucapnya.
========================================================================
Begitulah kira-kira gambaran orang yang dikuasai hawa nafsu. Siapa saja bisa dikuasai oleh hawa nafsu. Oleh karena itu, kita harus memeranginya, bukan membunuhnya. Hawa nafsu harus dikendalikan, jika manusia hidup tidak mempunyai hawa nafsu sama sekali, nggak ada bedanya manusia itu dengan mayat. Bahkan shalat tahajud memiliki keutamaan yang lebih dibandingkan shalat sunat lainnya, karena di malam hari, banyak orang yang dikuasai hawa nafsu untuk tidur, dan orang yang bisa melaksanakan tahajud itu orang yang berhasil mengendalikannya. Dan seperti kita ketahui, bahwa memerangi hawa nafsu itu jihad yang paling sulit untuk dilakukan.
NB: cerita ini, saya transkripkan dari ceramah K.H AF Ghazali (Alm) yang berjudul "Merangan Hawa Nafsu" dengan sedikit penyesuaian agar bisa dimengerti. :) Segala saran dan kritik sangat diterima.
Wallahu 'alam. Assalaamu'alaykum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Post a Comment