Melanjutkan artikel tentang Adab Bertamu Menurut Islam, dalam postingan kali ini, saya berbagi ilmu tentang Adab Menerima Tamu Menurut Islam.
Berikut  ini adalah adab-adab yang berkaitan dengan tamu dan bertamu. Kami  membagi pembahasan ini dalam dua bagian, yaitu adab bagi tuan rumah dan  adab bagi tamu.
Adab Bagi Tuan Rumah
1.  Ketika mengundang seseorang, hendaknya mengundang orang-orang yang  bertakwa, bukan orang yang fajir (bermudah-mudahan dalam dosa),  sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لاَ تُصَاحِبْ إِلاَّ مُؤْمِنًا,وَلاَ يَأْكُلُ طَعَامَك َإِلاَّ تَقِيٌّ
“Janganlah engkau berteman melainkan dengan seorang mukmin, dan janganlah memakan makananmu melainkan orang yang bertakwa!” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
2. Tidak mengkhususkan mengundang orang-orang kaya saja, tanpa mengundang orang miskin, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
شَرُّ الطَّعَامِ طَعَامُ الْوَلِيمَةِ يُدْعَى لَهَا الأَغْنِيَاءُ ، وَيُتْرَكُ الْفُقَرَاءُ
“Sejelek-jelek makanan adalah makanan walimah di mana orang-orang kayanya diundang dan orang-orang miskinnya ditinggalkan.” (HR. Bukhari Muslim)
3. Tidak mengundang seorang yang diketahui akan memberatkannya kalau diundang.
4. Disunahkan mengucapkan selamat datang kepada para tamu sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya tatkala utusan Abi Qais datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau bersabda,
مَرْحَبًا بِالْوَفْدِ الَّذِينَ جَاءُوا غَيْرَ خَزَايَا وَلاَ نَدَامَى
“Selamat datang kepada para utusan yang datang tanpa merasa terhina dan menyesal.” (HR. Bukhari)
5.  Menghormati tamu dan menyediakan hidangan untuk tamu makanan semampunya  saja. Akan tetapi, tetap berusaha sebaik mungkin untuk menyediakan  makanan yang terbaik. Allah ta’ala telah berfirman yang mengisahkan Nabi  Ibrahim ‘alaihis salam bersama tamu-tamunya:
فَرَاغَ إِلىَ أَهْلِهِ فَجَاءَ بِعِجْلٍ سَمِيْنٍ . فَقَرَّبَهُ إِلَيْهِمْ قَالَ آلاَ تَأْكُلُوْنَ
“Dan  Ibrahim datang pada keluarganya dengan membawa daging anak sapi gemuk  kemudian ia mendekatkan makanan tersebut pada mereka (tamu-tamu  Ibrahim-ed) sambil berkata: ‘Tidakkah kalian makan?’” (Qs. Adz-Dzariyat: 26-27)
6.  Dalam penyajiannya tidak bermaksud untuk bermegah-megah dan  berbangga-bangga, tetapi bermaksud untuk mencontoh Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Nabi sebelum beliau, seperti Nabi  Ibrahim ‘alaihis salam. Beliau diberi gelar “Abu Dhifan” (Bapak para tamu) karena betapa mulianya beliau dalam menjamu tamu.
7. Hendaknya juga, dalam pelayanannya diniatkan untuk memberikan kegembiraan kepada sesama muslim.
8. Mendahulukan tamu yang sebelah kanan daripada yang sebelah kiri. Hal ini dilakukan apabila para tamu duduk dengan tertib.
9. Mendahulukan tamu yang lebih tua daripada tamu yang lebih muda, sebagaimana sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam:
مَنْ لَمْ يَرْحَمْ صَغِيْرَنَا وَيُجِلَّ كَبِيْرَنَا فَلَيْسَ مِنَّا
“Barang  siapa yang tidak mengasihi yang lebih kecil dari kami serta tidak  menghormati yang lebih tua dari kami bukanlah golongan kami.” (HR Bukhari dalam kitab Adabul Mufrad). Hadits ini menunjukkan perintah untuk menghormati orang yang lebih tua.
10. Jangan mengangkat makanan yang dihidangkan sebelum tamu selesai menikmatinya.
11.  Di antara adab orang yang memberikan hidangan ialah mengajak mereka  berbincang-bincang dengan pembicaraan yang menyenangkan, tidak tidur  sebelum mereka tidur, tidak mengeluhkan kehadiran mereka, bermuka manis  ketika mereka datang, dan merasa kehilangan tatkala pamitan pulang.
12.  Mendekatkan makanan kepada tamu tatkala menghidangkan makanan tersebut  kepadanya sebagaimana Allah ceritakan tentang Ibrahim ‘alaihis salam,
فَقَرَّبَهُ إِلَيْهِمْ
“Kemudian Ibrahim mendekatkan hidangan tersebut pada mereka.” (Qs. Adz-Dzariyat: 27)
13. Mempercepat untuk menghidangkan makanan bagi tamu sebab hal tersebut merupakan penghormatan bagi mereka.
14.  Merupakan adab dari orang yang memberikan hidangan ialah melayani para  tamunya dan menampakkan kepada mereka kebahagiaan serta menghadapi  mereka dengan wajah yang ceria dan berseri-seri.
15. Adapun masa penjamuan tamu adalah sebagaimana dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
الضِّيَافَةُ  ثَلاَثَةُ أَيَّامٍ وَجَائِزَتُهُ يَوْمٌ وَلَيَْلَةٌ وَلاَ يَحِلُّ  لِرَجُلٍ مُسْلِمٍ أَنْ يُقيْمَ عِنْدَ أَخِيْهِ حَتَّى يُؤْثِمَهُ  قاَلُوْا يَارَسُوْلَ اللهِ وَكَيْفَ يُؤْثِمَهُ؟ قَالَ :يُقِيْمُ عِنْدَهُ  وَلاَ شَيْئَ لَهُ يقْرِيْهِ بِهِ
“Menjamu  tamu adalah tiga hari, adapun memuliakannya sehari semalam dan tidak  halal bagi seorang muslim tinggal pada tempat saudaranya sehingga ia  menyakitinya.” Para sahabat berkata: “Ya Rasulullah, bagaimana  menyakitinya?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Sang  tamu tinggal bersamanya sedangkan ia tidak mempunyai apa-apa untuk  menjamu tamunya.”
16. Hendaknya mengantarkan tamu yang mau pulang sampai ke depan rumah. (akhlakul karimah) 


Post a Comment