Tampilkan postingan dengan label mualaf. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label mualaf. Tampilkan semua postingan

Jumat, 05 Juli 2013

Ketika Islamphobia Tahu Kebenaran

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuhu. Sobat sekalian dimana pun kalian berada, smoga kalian sedang dalam keadaan sehat. Udah lama juga ga posting di blog, tadi di fesbuk nemu artikel bagus. Sungguh benar firman Allah : "Barang siapa yang dikehendaki Allah akan mendapat hidayah (petunjuk). Dia akan membukakan dadanya untuk (menerima) Islam. Dan barang siapa dikehendaki-Nya sesat, Dia jadikan dadanya sempit dan sesak, seakan-akan dia (sedang) mendaki ke langit." [Al An'aam : 125]

6:125 فمن يرد الله ان يهديه يشرح صدره للاسلام ومن يرد ان يضله يجعل صدره ضيقا حرجا كانما يصعد في السماء كذلك يجعل الله الرجس على الذين لايؤمنون


NB: Arnoud Van Doorn ( kedua dari kiri, dengan pakaian hitam) di Arab Saudi bersama Imam Masjid Quba, Syekh Emad Zuhair Hafiz. Mari kita simak lebih lanjut, mau kan? In Syaa Allah.

MADINAH - Orang Belanda yang dulunya islamophobia dan anggota partai dari politisi sayap kanan Geert Wilder, Arnoud Van Doorn mengunjungi Masjid Nabawi di Madinah untuk melaksanakan shalat dan mengucapkan permintaan maaf atas terlibatnya dia dalam film penghujatan.

Doorn adalah pimpinan Partai Kebebasan yang membuat film penghujatan, Fitna. Bulan lalu dia kembali ke Islam setelah sebuah studi ekstensif tentang islam dan Rasulullah (shalallahu 'alaihi wasallam).

Dia berkata bahwa kemarahan di seluruh dunia terhadap film itu membuatnya ingin mempelajari tentang nabi Muhammad dan itu akhinya membuat dirinya bertobat.

Dia menuju Mekah untuk melaksanakan Umrah setelah bertemu dua imam dari Masjid Nabawi, Syekh Ali Al-Hudaifi dan Syekh Salah Al-Badar, yang mengajarkannya bagaimana untuk menjalani hidup sebagai muslim yang baik dan cara menghadapi tantangan yang dihadapi islam di dunia barat.

Seorang anggota parlemen Belanda dan dewan kota Den Haag, Doorn mengumumkan keputusannya untuk menerima Islam melalui akun twitternya. Dia juga men-tweet dalam bahasa Arab menyatakan bahwa "tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah".

Awalnya, user lain menganggap berita ini sebagai lelucon. Bagaimanapun juga, dia adalah pendukung aktif Wilder, seorang pembenci Islam, dia pun beberapakali menerima pernyataan dan aksi publik yang bersifat islamophobia, dan secara personal ia terlibat bersama mereka.

Tetapi Doorn, yang saat ini menjabat sebagai penasihat kota Den Haag, secara personal mengonfirmasi keputusannya menjadi seorang muslim dalam surat resmi yang dikirim kepada wali kota.

Baru-baru ini, dia mengajukan permohonan resmi kepada walikota agar mengizinkannya untuk melaksanakan shalat lima waktu sebagai kewajiban seorang muslim pada jam kerja.

"Saya paham mengapa banyak orang skeptis, apalagi ini adalah sesuatu yang tidak mereka harapkan," kata Doorn melalui saluran Al-Jazeera English.

"Ini adalah keputusan yang sangat berat, dan saya tidak menganggap enteng"

"Orang-orang terdekat saya sudah tahu bahwa saya mulai mempelajari al Qur'an, Hadits, Sunnah dan tulisan lainnya secara aktif selama hampir setahun belakangan," katanya.

"Sebagai tambahan, saya telah beberapa kali berdiskusi dengan orang muslim tentang agama ini."

"Didorong oleh wacana anti islam dari partainya, Doorn memutuskan untuk mencari tahu sendiri tentang kebenaran agama ini. "Saya mendengar banyak cerita negatif tentang Islam, tetapi saya bukan orang yang suka mengikuti apa kata orang lain tanpa mencari tahu sendiri kebenarannya," katanya. "Akhirnya, Saya mulai memperdalam pengetahuan saya tentang Islam karena penasaran."

Selanjutnya ia melanjutkan karir sebagai dewan kota Den Haag sebagai kandidat independen sejak keluar dari partai milik Wilders. Keputusannya untuk memeluk islam memicu berbagai reaksi dari masyarakat Belanda.

"Kata sebagian orang saya ini pengkhianat, tetapi kata sebagian lainnya saya telah mengambil keputusan yang sangat tepat," katanya kepada Al Jazeera.

"Reaksi dari orang-orang pada umumnya positif, dan saya juga mendapat cukup banyak dukungan via twitter".

"Rasanya senang ketika ada orang yang tidak mengenal saya tetapi mereka mengerti kondisi saya dan mendukung pilihan saya."

Ketika ditanya apakah ia menyesal bergabung dengan Partai Kebebasan, dia menjawab : "Saya telah belajar bahwa setiap penalaman dalam hidup pasti ada tujuannya. Bagaimanapun, dengan pengetahuan yang saya miliki saat ini, Saya akan membuat keputusan apa pun tanpa keraguan."

Baginya, mempelajari Islam akhirnya membimbingnya pada jalan yang benar dalam hidupnya. "Saya telah membuat kesalahan dalam hidup sebagaimana orang lain. Dari kesalahan-kesalahan ini saya telah belajar banyak," katanya.

"Dan dengan berpindahnya saya menjadi Islam saya merasa akhirnya saya menemukan jalan yang benar. Saya sadar bahwa ini adalah permulaan yang baru dan saya masih harus belajar banyak."

SUBHANALLAH!!! ALHAMDULILLAH!!! WALA ILAHA ILLALLAHU ALLAHUAKBAR!!!
Andre Tauladan | Reflectsonthis

Minggu, 19 Februari 2012

Kepala Suku Asmat Memeluk Islam

Artikel ini adalah update dari pos terdahulu yang berjudul Ust. Fadzlan: Insya Allah Kepala Suku Besar di Asmat Masuk Islam.

Kepala suku Asmat beserta keluarganya dari Kampung Per, Merauke, Papua, mengikrarkan diri memeluk Islam. Mereka merupakan seakan menjadi tanda geliat syiar Islam di Indonesia Timur.

Dengan didamping ustaz Fadhlan Garamatan dan Imam Masjid Istiqlal, Ali Hanayiah, satu keluarga yang terdiri dari Sinansius Kayimpter (ayah), Agnes Atem (ibu) dan Ruben Siwir (anak) mengucapkan dua kalimat syahadat dalam suasana khidmad yang berlangsung di Masjid Darussalam, Jati Bening, Bekasi, Ahad (19/2).

Secara terbata-bata, Sinansius mengucapkan dua kalimat syahadat. Disusul istrina Agnes dan anaknya, Ruben. Untuk Ruben, ia mengalami kesulitan untuk mengucapkan dua kalimat syahadat dengan lancar. Entah karena terharu, Ruben akhirnya tak kuasa menahan tangis. Ia pun tidak melanjutkan untuk mengucapkan dua kalimat syahadat.

“Ya, Insya Allah. Nanti kalau sudah dewasa, ia bisa kita bimbing untuk mengucapkan dua kalimat syahadat. Untuk itu, diharapkan Orang tua dan kakaknya membimbingnya untuk lebih dulu mengenalkannya pada Islam,” papar Ali.

Ritual pun berakhir. Kumandang takbir pun menggema di dalam Masjid. ”Alhamdulillah, Allahuakbar,” kata jamaah yang kebutulan hadir dalam acara tersebut.

Tak lama, acara selanjutnya diumumkan bahwa ketiganya memutuskan mengganti nama. Nama itu dipilih oleh ketiganya. Sinansius mengubah namanya menjadi Umar Abdullah Kayimter, istrinya mengubah nama menjadi Aisyah Khaerunissa Atem, dan putranya menjadi Salim Abdullah Siwir.

“Kami telah mengusulkan sejumlah nama kepada keluarga ini. Tapi tetap mereka yang memilih nama Muslimnya sendiri,” ungkap Ketua Dewan Kemakmuran Masjid Darussalam, Baharuddin Wahab.{republika}

Rabu, 18 Januari 2012

Stephen Suleyman Schwartz: Dari Komunis Menjadi Muslim (Bag 3-habis)

Stephen Suleyman Schwartz:  Dari Komunis  Menjadi Muslim  (Bag 3-habis)Schwartz memandang Islam sebagai sebuah agama yang sederhana. Saat mempelajari Protestan, ia tidak menemukan kedalaman spiritual. Ia menyukai Katolik, namun tidak dapat menerima ketuhanan Yesus. Ia juga tidak dapat menerima Buddha, karena Allah tidak hadir di sana.

Ia percaya bahwa  agama diutus kepada manusia untuk membuat hidup lebih baik dan ringan. Ia tidak dapat mempercayai dosa yang diturunkan ataupun kejatuhan manusia. Schwartz tertarik terhadap Islam karena penolakan keras mereka terhadap pengkarakteristikan Tuhan seperti manusia (antropomorfisme).

Dalam sufisme Islam, ia mengaku menemukan kebijaksanaan terhadap agama populer dari Bosnia ke Khazakstan, Maroko ke Indonesia. Banyak hal-hal positif yang ia temukan di agama Samawi. Nilai positif itu terefleksikan dalam ajaran Islam. “Islam datang untuk menyempurnakan agama terdahulu,” kata Schwartz.

Setelah memeluk Islam, hal yang sangat berkesan baginya adalah kedamaian hati disertai kehadiran Allah pada setiap hal. Schwartz sangat yakin nilai-nilai Islam itu mampu menyelesaikan permasalahan di Amerika, terutama krisis moral.

Berhenti menjadi seorang jurnalis, ia dipercaya menjadi direktur Eksekutif Pusat Pluralisme Islam di Washington.  Ia juga banyak menulis buku, salah satunya yang terjual habis adalah The Two Faces of Islam: Saudi Fundamentalism and Its Role in Terrorism.

Sejak menjadi seorang mualaf, ia sangat berhati-hati mengungkapkan perubahan itu kepada keluarganya, apalagi ayahnya. Ia tidak ingin sembarangan mengabarkan karena takut menimbulkan konflik dan kontroversi. Ia berusaha untuk mengatakan keislamannya bukan karena pengaruh dari Balkan.

 “Saya menyukai Islam karena pesan indah yang dibawa Rasulullah sebagai utusan Allah kepada umat-Nya.” (republika)

Stephen Suleyman Schwartz: Dari Komunis Menjadi Muslim (Bag 2)

Stephen Suleyman Schwartz:  Dari Komunis  Menjadi Muslim  (Bag 2)Nenek menjadi orang yang memiliki pengaruh penting dalam perkembangan hidupnya. Dari merekalah, Schwartz mempelajari agama. Pada usia delapan tahun,  ia mulai diajarkan untuk mempercayai adanya Tuhan. Dan sejak itu pula ia memberontak melawan orangtuanya yang mengikuti garis kiri dan menjadi orang yang religius.

Schwartz kerap berdiskusi dengan nenek dan ibunya mengenai agama, namun tidak membiarkan ayahnya mengetahui kegiatan ini. “Apabila saya memberitahunya, reaksinya akan sangat ekstrem,” ujarnya dalam pesan yang dikirimkan kepada seorang Direktur Institut Yahudi Amerika, Kerry Olitzky.

Ketika remaja, ia melihat adanya kesamaan secara sosiologi antara agama radikal dan komunisme. Ia sempat berafiliasi dengan Komunisme Lenin hingga 1984, ketika ia tidak bisa terlibat lagi di dalamnya. Ia menjadi seorang kripto-theis di antara para atheis. Komunitas iman pertama yang didatangi adalah Reformasi Protestan.

Pada usianya yang ke-17, ia juga terlibat dengan spiritualitas Katolik. Ia mendatangi misa dan bersiap untuk pindah keyakinan ke Katolik pada 1966. Namun reaksi orang-orang di sekitarnya tidak ramah dan bahkan memusuhinya. “Ini kemunduran dalam perjalanan religi saya,” tuturnya.

Pada saat yang sama,  ia berkenalan dengan seorang penyair, Kenneth Rexoth yang memiliki pengaruh terhadap Budhaisme di Amerika. Stephen bahkan berusaha untuk meneliti Shinto dan Zen di Jepang dan Korea. Ia menemukan banyak hal yang mengagumkan dan inspiratif dalam Buddha.

Katolik adalah hal pertama yang membuatnya melakukan kontak dengan Sufisme. Hal ini ia dapat melalui membaca tulisan-tulisan filsuf dan pendeta Catalan, Ramon Llull, yang secara eksplisit sebagai model dalam gaya eksposisi religiusnya.

Katolik mempengaruhinya cukup lama dibandingkan tradisi lain. Ia meneliti sinkretisme adat Katolik pada orang Brazil dan Kuba. Ia banyak bekerja bersama orang-orang Katolik. Penulis yang juga jurnalis itu juga mendatangi misa, namun tidak mengambil Komuni. Selain misa Katolik, ia juga menghadiri pelayanan Yahudi sebagai seorang peneliti yang penasaran.

Ketertarikan serius Schwartz terhadap Yahudi dimulai pada 1979 di Paris, ketika ia menemukan sebuah buku yang berjudul The Zohar in Moslem and Christian Spain. Karena itulah,  ia berpaling ke Kabalah dan Yahudi Sephardis dengan ketertarikan yang besar, namun menahan diri untuk bergabung.

Saat berada di Spanyol itulah, ia mengenal Islam. Schwartz mengamati di balik kejayaan Katolik Spanyol terdapat pengaruh kuat sejarah Islam, ketika berkuasa di Spanyol. Ia merasa takjub dan terinspirasi terhadap agama yang diajarkan Nabi Muhammad SAW tersebut.

“Sebagai penulis saya mengamati ini (Islam) selama bertahun-tahun,” tuturnya. Sejak itulah, ia mulai mempelajari Islam selama 20 tahun. Ia tertarik dengan tasawuf yang ada dalam ajaran Islam.

Schwartz memandang Islam mampu menawarkan jalan untuk mendapatkan kasih sayang Allah. Ia terpesona dengan agama Islam. Hingga akhirnya, ia membulatkan tekad untuk menjadi seorang Muslim. Ia pun bersyahadat di Bosnia pada 1997. (republika)

Stephen Suleyman Schwartz: Dari Komunis Menjadi Muslim (Bag 1)

Stephen Suleyman Schwartz:  Dari Komunis  Menjadi Muslim  (Bag 1)Setiap manusia pada dasarnya memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Stephen Suleyman Schwartz, seorang jurnalis kelahiran Columbus, Ohio, Amerika Serikat (AS) memiliki rasa ingin tahu tentang keberadaan Tuhan. Pria yang sempat menganut paham komunis itu sempat mencari kebenaran Sang Khalik dalam setiap agama yang ada di dunia ini.

Awalnya, Schwartz mencari Tuhan dalam agama ibunya, Protestan. Namun, kolumnis dan penulis itu tak berhasil menemukannya. Ia lalu beralih ke Katholik, sebuah agama yang dipandangnya Indah. Lagi-lagi, ia tak berhasil menemukan Tuhan yang dicarinya.  Hingga kemudian, mantan aktivis buruh itu berkenalan dengan Yahudi.

Schwartz sempat tertarik dengan ajaran Kabalah pada Yahudi. Tak hanya itu,  ia juga meneliti Shinto dan Zen di Jepang dan Korea. Ia pun sempat mengagumi  agama Buddha. Akan tetapi, ia merasa bahwa seorang Barat ak bisa benar-benar menjadi seorang pemeluk Buddha.
   
Semua agama yang dipelajarinya itu tak mampu membuat Schwartz menemukan kedamaian. Ia menilai tidak satu agama pun yang mengajarkannya sesuatu yang sederhana dan mudah dipahami. Hingga akhirnya, ia menemukan kedamaian dan Tuhan dalam Islam. Pada 1997, dia  mengukuhkan hati dan dirinya sebagai seorang Muslim di Bosnia.

***

Schwartz terlahir dari ayah berdarah Yahudi dan ibu penganut Kristen. Sang ibu adalah putri dari seorang pendeta Protestan. dan ia dibaptis ketika bayi digereja Presbyterian.  Ia tak berasal dari keluarga yang relijius. Ibunya adalah aktivis Partai Komunis, sedangkan ia menyebut ayahnya sebagai seorang ‘’kawan seperjalanan’’.

Mulanya, Schwartz juga seorang pendukung Komunis dan pembela Uni Soviet. Ayahnya berjualan buku dan ibunya adalah pekerja sosial. Keluarganya hijrah ke San Francisco, ketika dirinya masih kecil.  Di kota itu, Schwartz menempuh pendidikan pada Lowell High School.

Sejak remaja, Schwartz sudah gemar menulis. Awalnya, ia amat gandrung membuat puisi. Setelah menamatkan pendidikannya, Schwartz sempat bergabung menjadi aktivis pergerakan buruh. Kemudian, menjadi seorang wartawan, penulis, dan kolumnis.

Selama delapan tahun, ia menjadi wartawan pada sejumlah surat kabar San Fransisco Chronicle.  Schwartz  juga menulis beberapa artikel dan kolom di koran-koran terkemuka, seperti; The New York Times, The Wall Street Journal, The Weekly Standard, dan The New York Post.

Sumber : Republika

Kamis, 12 Januari 2012

Paul Martin Bersyahadat Karena Yakin Agama Bukan Materi

Yakin Agama Bukan Materi, Paul Martin Bersyahadat di Toko Es Krim

Lelaki Inggris itu masih seorang mahasiswa ketika ia memutuskan beralih memeluk Islam empat tahun lalu. Tempatnya bersyahadat pun tak biasa yakni di toko es krim di kota Manchester.

Paul Martin, 27 tahun, bosan menyaksikan gaya hidup hedonis dari banyak teman-temannya di universitas. Alih-alih ia tertarik dengan aktivitas mencari ilmu dan pengetahuan, kegiatan yang ia sebut titik utama Islam.

Perjumpaannya dengan seorang Muslim yang lebih tua lantas mengubah hidupnya.

"Saya suka cara para pelajar Muslim membawakan diri mereka. Sangat indah untuk berpikir bahwa ada orang yang hanya memiliki satu pasangan dan bersetia selama hidupnya dan tidak melakukan perbuatan yang bisa menyakiti tubuh," ungkapnya.

Paul mengaku lebih menyukai gaya hidup Islami dan ia pun mencoba mengkaji Alquran. "Saya kagum melihat keutaman dalam Islam ternyata pada ilmu," ungkapnya lagi.

Seorang teman Muslimnya kemudian mengenalkan Paul dengan seorang dokter Muslim yang beberapa tahun lebih tua. "Kami pergi dan berbincang di kedai kopi. Beberapa pekan kemudian kami mampir ke restoran es krim dan di sanalah saya mengutarakan keinginan menjadi Muslim," tuturnya.

Dalam toko es krim itu pula dituntun si dokter dan disaksikan dua temannya, Paul mengucapkan syahadat. "Saya tahu beberapa orang ingin melakukan dengan formal di dalam masjid, tapi saya berpikir agama bukanlah materi, melainkan apa yang ada dalam hatimu," ungkapnya.

Paul mengaku tak pernah ke masjid sebelum menjadi Muslim. Pasalnya, kadang ia merasa terintimidasi. 'Maksudnya, saya selalu berpikir tidak masuk kriteria seorang Muslim. Namun tak ada yang tak mungkin, anda bisa menjadi Muslim Inggris dan tetap mengenakan celana jins, kaos, kemeja, juga jaket," ungkapnya. Kini, imbuhnya, di masjid yang kerap ia sambangi di Leeds, banyak bahasa diucapkan dan juga banyak jamaah mualaf dari berbagai kebangsaan.

Saat memeluk Islam, Paul mengakui tak serta merta memberi tahu keluarnganya. "Saya tak bisa sekedar pulang lalu berkata saya sudah jadi Muslim. Ada proses bertahap," tuturnya.

Ia pun mengalami proses panjang sebelum beralih menjadi Muslim ketika ia mulai tak menyantap babi dan tidak menenggak alkohol lagi. "Tapi kami masih menggelar makan malam bersama di Hari Ahad, namun hanya menyediakan kambing, itu pun halal." tutur Paul.

"Terus terang jika dulu ada seorang teman di kampus berkata, 'Kamu akan menjadi Muslim,' saat itu saya tidak akan mempercayainya meski berjuta tahun lamanya. Itu lompatan tak terbayangkan dan berlebihan," ujarnya. "Namun kini, siapa yang bisa menduga dan saya baru saja kembali dari menunaikan ibadah Haji." (republika)

Minggu, 01 Januari 2012

Ust. Fadzlan: Insya Allah Kepala Suku Besar di Asmat Masuk Islam

Update : Kepala Suku Asmat Masuk Islam
http://a5.sphotos.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-snc7/401682_253332454734108_126600477407307_646781_1617370945_n.jpg 

Kabar gembira datang dari pulau paling timur Indonesia, Papua. Di tengah memanasnya suhu politik Papua akibat ulah segelintir orang OPM, ternyata dakwah Islam terus menggeliat di bumi Nuu Waar.

Adalah Ketua Yayasan Al-Fatih Kaaffah Nusantara (AFKN), Ustadz Fadzlan Garamatan yang menyampaikan kabar bahagia itu. Kepada Suara Islam Online, Rabu (28/12/2011), Ustadz Fadzlan mengabarkan bahwa tanggal 17 Januari 2012 nanti seorang kepala suku besar Asmat akan masuk Islam. Alhamdulillah, Allahu Akbar.

"Di Nuu Waar, kalau sudah masuk Islam itu baru merdeka yang sesungguhnya", kata lelaki kelahiran Patipi, Fak-Fak, 17 Mei 1969 itu.

Tentu masuknya kepala suku itu akan diikuti oleh warganya. Berapa jumlah mereka?. "Tim kami masih menginvetarisir. Insya Allah nanti akan kami kabarkan", katanya.

Ketika menyinggung soal ketakutan kalangan Kristen dengan menuduh AFKN dan Ustadz Fadzlan melakukan Islamisasi di Papua, putra dari pasangan Machmud Ibnu Abu Bakar Ibnu Husein Ibnu Suar Al-Garamatan dan Siti Rukiah binti Ismail Ibnu Muhammad Iribaram menanggapi dingin saja.

"Kalau soal itu biasa saja. Di Al-Qur'an bahkan sudah dikabarkan sejak lima belas abad lalu permusuhan mereka terhadap Islam. Mereka itu ribut dan takut karena tidak punya hidayah", kata da'i yang mulai berdakwah sejak tahun 1985 itu.

Kalangan Kristen, lanjut Ustadz Fadzlan, mestinya tidak perlu iri terhadap perkembangan Islam. "Mereka punya helikopter. Missionaris mereka terbang ke sana-kemari. Masak kita yang hanya punya kapal kecil aja ditakuti", sambungnya.

Seperti diketahui Tabloid Kristen Reformata pada edisi Desember 2011, memuat berita dengan judul "Misi Terselubung Islamisasi Papua". Mereka menuding aktivitas AFKN adalah dalam rangka mengIslamisasi Papua.

Tentu tudingan ini tidaklah berdasar. Sebab catatan sejarah menunjukkan Islam lebih dahulu masuk ke Papua dibandingkan Kristen. “Islam adalah agama pertama yang masuk Papua. Kalau mau jujur, justru orang Islamlah yang berjasa mengantarkan orang Kristen ke Papua. Sultan Tidore yang mengantar Pendeta Otto Gensller ke Irian tanggal 5 Februari tahun 1885", tandas Ustadz Fadzlan.

Ustadz Fadzlan dan kebanyakan muslim Papua, lebih senang menyebut wilayah mereka sebagai Nuu Waar. Nuu Waar adalah nama pertama untuk Papua, sebelum berubah menjadi Irian Jaya, dan Papua saat ini. Dalam bahasa Papua, Nuu Waar berarti cahaya yang menyimpan rahasia alam. Saat ini, menurut Ustadz Fadzlan, di bumi Nuu Waar jumlah umat Islam bisa lebih banyak dari pada Kristen.

Download rekaman tabligh akbar Ust. Fadzlan, seputar pengalamannya berdakwah dan membantu beberapa pendeta di Papua masuk Islam.

http://www.mediafire.com/?3vksvhgoundwss1

Sumber

Selasa, 15 November 2011

Di Indonesia, Katholik yang Taat Ini Memutuskan Memeluk Islam

Di Indonesia, Katholik yang Taat Ini Memutuskan Memeluk Islam
Yusuf Burke besar dalam keluarga Katholik yang taat. Ia pun mengenyam pendidikan di sekolah Katolik. "Meski keluargaku kental dengan agama Katholik, ayah memiliki sahabat seorang Muslim. Sebab, ia sering mengunjungi Malaysia," kata dia.

Pertemuan dengan sahabat ayahnya yang Muslim, secara tidak langsung merupakan perkenalan pertama Burke dengan Islam. Ia pun sedikit demi sedikit mengerti tentang Islam. "Aku sedikit mengerti tentang Islam. Jujur, saat itu saya tertarik dengan perbedaan budaya dan agama," ungkap Burke.

Pengetahuan Burke tentang Islam terus bertambah, tatkala ia mengambil kuliah perbandingan agama. Di dalam materi kuliah itu, Burke mendapat pengetahuan tentang dasar-dasar Islam. "Sebelum tiba di Indonesia, saya belum paham betul tentang Islam," ungkap dia.

Di Indonesia, Burke belajar menjadi seorang insyinyur. Ia bergabung dengan tim General Electric yang tengah mengerjakan proyek pembangkit listrik di Indonesia. "Saya sering bepergian ke luar negeri, dan Indonesia merupakan negara pertama yang aku kunjungi. Saya menikmati keramahan masyarakatnya," kata Burke yang memuji Indonesia.

Menurut Burke, keterbukaan masyarakat Indonesia terhadap orang asing mempermudahnya untuk memperdalam Islam yang ia pelajari di bangku kuliah. Ia mulai berdiskusi dengan para ulama setempat tentang Islam.

Dua tahun setelah kedatangannya di Indonesia, Burke memutuskan memeluk Islam. "Saya pikir, saya memiliki pemahaman yang baik tentang Katolik. Tapi apa yang diajarkan Islam begitu logis bagi saya seorang insyinyur. Aku merasakan betul rasa persaudaraan dalam Islam," tutur dia.

Identitas keislaman Burke segera diketahui keluarga. Terkejut, begitulah respon keluarga terhadap putusan Burke memeluk Islam. "Mereka terkejut sekali, tapi alhamdulillah, mereka memiliki keterbukaan pikiran di mana ada penghargaan terhadap hak seseorang untuk memeluk sebuah agama," kenangnya.

Penerimaan keluarga membuat Burke haru. Diawal, ia sadar putusannya itu akan mendapat penolakan dari keluarga. Tapi, prediksi Burke meleset. "Mereka menghargai putusan saya. Yang saya perlu lakukan segera, meluruskan apa yang disalahpahami tentang Islam," tegasnya.

Label mualaf segera lepas dari sosok Burke. Ia pun dipercaya menjadi Direktur Dewan Hubungan Amerika Islam (CAIR). Ia pun melanjutkan tugasnya meluruskan kesalahpahaman tentang Islam. Ia jalankan program yang membantu Muslim Amerika mendapatkan haknya. 

"Kami hanya mencoba membawa Muslim Amerika untuk mendapatkan haknya sebagai masyarakat AS," ujar dia.

Tak hanya itu, CAIR berusaha menjembatani integrasi Muslim ke dalam masyarakat melalui rangkaian cara baik diskusi keagamaan dan akomodasi praktik-praktik keagamaan. "Setiap Muslim yang didiskriminasi lantaran status mereka sebagai Muslim, apakah berada di tempat kerja atau badan pemerintah," bebernya.

Menurutnya, dua hal inilah yang tengah diperjuangkan. Kelak, ketika berhasil, masyarakat AS akan melihat jilbab atau janggut layaknya mereka memandang orang Sikh. "Kita harapkan demikian. Islam bukan sesuatu yang asing tapi merupakan bagian dari keragaman Amerika," pungkasnya. 

Jumat, 16 September 2011

Da'wah (Mengajak orang lain menuju jalan Allah)

Artikel ini adalah terjemahan dari website islami saya yang berbahasa inggris. Artikel aslinya bisa di lihat di www.andretauladan.tk dari sumber asli www.islamicoccasions.com. 


Setiap Jum'at sore, setelah memberikan kuliah Jum'at di Masjid Pusat (Masjid Agung), seorang Imam dan anaknya yang berumur sebelas tahun pergi ke kota dengan membawa buklet "Jalan Menuju Surga" dan literatur islami lainnya.

Namun kali ini, adalah sore yang tidak biasa, sangat tidak mendukung bagi mereka untuk menyebarkan buklet yang mereka miliki. Udara sangat dingin dan jalanan sedang diguyur hujan.

Sang anak sudah bersiap-siap dengan mengenakan pakaiannya yang paling hangat dan paling kering, dan berkata "Baik Ayah, saya sudah siap!" Ayahnya, "Al-Mualim" bertanya "Siap untuk apa nak?"

"Ayah, sekarang waktunya kita untuk keluar bersama" Ayahnya menjawab "Nak, diluar sangat dingin, dan saat ini sedang hujan deras".

Anak itu memperlihatkan tatapan yang mengejutkan, dan bertanya, "Tapi Yah,  bukankah orang-orang tetap sedang menuju ke neraka walaupun ini sedang hujan deras?". Ayahnya menjawab "Nak, Ayah tidak akan keluar pada cuaca seperti ini"

Dengan sedih anak itu bertanya "Yah, bolehkah saya pergi? Kumohon.".    Ayahnya tampak ragu-ragu untuk sesaat dan akhirnya menjawab "Nak, kau boleh pergi, ini bukletnya, hati-hati nak!". "Terima kasih Ayah"

Dan dengan itu, anak itu pergi hujan-hujanan. Anak sebelas tahun itu berjalan menyusuri jalan di kota, door to door dan memberikan pamflet atau buklet pada setiap orang yang ia temui di jalan.

Setelah dua jam berjalan dalam guyuran hujan, ia terlihat basah kuyup, badan menggigil, dan mulai lelah. Di tangannya masih tersisa sebuah buklet terakhir. Ia berheti di sebuah sudut, mencari seseorang untuk diberi buklet itu, tapi jalanan benar-benar sepi.

Kemudian ia menuju ke sebuah rumah menyusuri pinggiran jalan. Ia menekan bel rumah itu, tapi tak ada jawaban. Ia membunyikan bel rumah itu berkali-kali. Tapi tetap tak ada seorang pun yang menjawab dari dalam rumah itu.

Akhirnya ia memutuskan untuk menghentikan da'wahnya untuk hari itu. Ia mulai meninggalkan rumah itu, tapi sesuatu menghentikannya. Ia kembali ke rumah itu, membunyikan bel rumah itu dan mengetuk pintunya dengan keras. Ia menunggu, sesuatu menahannya untuk pergi dari beranda rumah itu.

Ia kembali membunyikan bel, kali ini ada seseorang yang perlahan membuka pintu. Di belakan pintu itu berdiri seorang wanita tua dengan wajah yang terlihat sedih sekali. Dengan lembut wanita itu bertanya "Ada yang bisa saya bantu, Nak?"

Dengan mata yang berseri dan senyum yang mengangkat dunianya, anak ini berkata "Nyonya, maaf bila saya telah mengganggu, tapi saya hanya ingin menyampaikan bahwa 'Allah mencintai dan memperdulikan Nyonya' dan saya datang untuk memberikan buklet terakhir saya pada Nyonya, yang akan memberitahu Nyonya segala sesuatu tentang Tuhan, tujuan sebenarnya dari penciptaan, dan bagaimana cara mendapatkan nikmat dari-Nya"

Dengan itu, wanita tua itu menerimanya, dan pada saat anak ini meninggalkan rumahnya ia berkata "Terima kasih nak, Tuhan memberkatimu".

Pada Jum'at berikutnya, setelah memberikan kuliah Jum'at di Masjid Pusat. Seperti biasa diakhir kuliah ia bertanya kepada para jama'ah "Ada seseorang yang ingin bertanya?"

Perlahan, di belakan barisan jamaah wanita, dari pengeras suara terdengar suara parau dari seseorang. Dari suara itu tersirat kepuasan dan kesenangan, meskipun tidak terlihat jelas siapa yang sedang berbicara. "Tak ada seorang pun di perkumpulan ini yang kenal saya. Saya belum pernah hadir di sini sebelumnya. Karena, sebelum hari Jum'at yang lalu, saya bukan seorang muslim. Suami saya meninggal beberapa waktu yang lalu, meninggalkan saya sendirian, dan membuat saya benar-benar kesepian. Jum'at yang lalu menjadi hari yang berbeda dari hari-hari sebelumnya, terlebih keadaan hati saya, yang waktu itu sedang putus asa, tidak memiliki harapan ataupun keinginan untuk terus hidup.

Jadi saya mengambil tali dan sebuah kursi, dan naik ke loteng rumah, saya mengikat tali itu di palang atap saya, dan mengikatkan ujung lainnya di leher saya.  Saya berdiri di kursi itu dalam keadaan hati yang hancur dan merasa benar-benar kesepian. Waktu itu saya hampir mati, ketika tiba-tiba bel rumah saya berbunyi mengejutkan saya.  Saya berfikir, saya akan menunggu beberapa menit, dan siapa pun yang membunyikan bel, pasti orang itu akan pergi.

Saya terus menunggu, tapi suara bel terdengar semakin keras dan orang yang membunyikan bel juga mengetuk pintu dengan keras. Saya berfikir lagi 'siapakah kiranya?  tak pernah ada seorang pun yang membunyikan bel rumah saya dan datang menemui saya'. Saya melepaskan tali dari leher saya, dan menuju pintu karena bel terus berbunyi.

Ketika saya membuka pintu, saya hampir tidak percaya apa yang saya lihat, seorang malaikat kecil dengan wajah berseri sedang berdiri di beranda rumah saya. Seorang anak yang paling manis yang pernah saya temui seumur hidup. Senyumnya, oh! saya tidak bisa menggambarkannya. Kata-kata yang keluar dari mulutnya seolah menghidupkan kembali hati saya yang sudah mati, ia berkata "Nyonya, saya hanya datang untuk menyampaikan bahwa Allah sangat menyayangi dan mempedulikanmu!" Dan memberikan sebuah buklet "Jalan Menuju Surga" yang saya pegang sekarang.

Anak kecil itu menghilang bersama hujan dan udara dingin diluar, saya menutup pintu, dan membaca setiap kata dalam buklet ini perlahan-lahan. Dan saya pergi ke loten untuk melepas tali yang saya siapkan tadi, saya berfikir, saya tidak memerlukannya lagi.

Kalian tahu, sekarang saya menjadi seorang hamba dari Tuhan Yang Satu. Karena alamat majlis ini tertulis di buklet yang saya terima, maka saya datang ke sini untuk mengucapkan pada malaikat kecil, yang telah datang sekejap saja, dan karena dia telah membantu saya untuk selamat dari neraka.

Tak ada mata yang kering pada setiap orang yang hadir di Masjid itu. Dan teriakan takbir terdengar diudara, bahkan diantara para jamaah wanita.

Sang Imam (Ayah) turun dari mimbar, dan memeluk anaknya yang ada di barisan depan, ia memeluk dan menangis tak terkendali.

Mungkin belum pernah ada majelis atau mungkin belum pernah ada di dunia ini seorang pun yang melihat bagaimana seorang ayah sangat mencintai anaknya kecuali yang satu ini.

Kamu (umat islam) adlah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusa, (karena kamu) menyuruh 9berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah (Q.S. Al Imran ayat 110)

Serulah manusia kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik (Q.S. An Nahl ayat 125)

--terjemahan seadanya, apabila ada kekurangan, mohon dikoreksi.--
 
Every Friday afternoon, after the Jummah service at the Central Mosque, the Imam and his eleven year old son would go out into their town and hand out “Path to Paradise” and other Islamic literature
Every Friday afternoon, after the Jummah service at the Central Mosque, the Imam and his eleven year old son would go out into their town and hand out “Path to Paradise” and other Islamic literature.
Every Friday afternoon, after the Jummah service at the Central Mosque, the Imam and his eleven year old son would go out into their town and hand out “Path to Paradise” and other Islamic literature.

Sabtu, 20 Agustus 2011

Tanya, Gadis Piatu Kanada yang Menemukan Damai dalam Islam

Tanya, Gadis Piatu Kanada yang Menemukan Damai dalam Islam

REPUBLIKA.CO.ID, TORONTO - Namanya Tanya. Kemiskinan membuatnya harus tinggal di panti asuhan. Ibunya tak lagi mampu menanggung ekonomi keluarga sepeninggal ayahnya.

Ia pernah menghuni tiga rumah asuh yang berbeda. "Selama waktu itu aku benar-benar sendirian. Aku tidak punya ibu, ayah dan tidak ada teman, tidak ada tempat dimana saya bisa berpegang," katanya.

Dalam kesendirian itulah, ia mencari pegangan hidup: Tuhan. "Aku mulai menghadiri kebaktian di Gereja Pantekosta. Minggu menjadi hari yang kutunggu," katanya.

Beranjak remaja, ia bertemu seorang Muslim di sekolahnya. "Aku menjelaskan kepadanya lebih banyak tentang Kristen dan ia menjelaskan kepada saya tentang Islam," katanya. Namun, sang teman selalu menyangkal penjelasannya, dengan alasan yang logis.

Tak ingin terpengaruh, ia ke perpustakaan dan meneliti lebih lanjut tentang Islam, Kristen, dan semua agama, "Pintu-pintu terasa mulai terbuka bagiku," ia menggambarkan.

Islam, yang kerap dipandang sebelah mata publik Barat, tiba-tiba memukaunya, setelah membaca beragam literatur. "Islam memberi tuntutan nyata bagi umatnya," katanya.

Ia bimbang. "Aku tidak bisa makan, aku tidak bisa tidur, aku tidak bisa berpikir, aku gelisah. Ini tidak masuk akal lagi," katanya.

Akhirnya, ia memutuskan untuk berdoa pada siapapun Pencipta-nya.  "Tolong jawab aku,  beri aku arah dan pijakan. Beri aku pegangan. Aku hampir hilang," ia mengisahkan doanya saat itu.

Alhamdulillah, katanya, dalam dua hari, ia segera menemukan jawaban. Saat itu, ia tengah berada di dalam kelas 11 mengikuti pelajaran matematika. Islam dan Muhammad, dua kata itu yang mengisi hatinya. Ia terlonjak dan berlari ke luar kelas. "Hatiku hanya diisi dengan sukacita," katanya.

Ia pergi ke toilet. "Aku tak tahu apa itu wudhu, tapi aku tahu Islam menganjurkan bersuci. Aku menyiram wajahku, mencoba untuk mendapatkan suci itu," katanya.

Ia menemui temannya yang Muslim, dan meminta diislamkan. Sang teman mengajaknya ke rumahnya, dan mengenalkan pada orang tuanya.

Mereka tak langsung mengislamkan Tanya. Alih-alih menuntunnya bersyahadat, mereka malah memberinya pakaian, buku-buku, dan kehangatan sebuah keluarga. Baru setelah ia menyatakan kemantapan hatinya berislam, mereka mengantarkan Tanya ke masjid untuk bersyahadat.

"Hidupku telah benar-benar berubah setelah itu," akunya. Kini, ia tak lelah berbagi tentang bagaimana ia mendapatkan kedamaian batin dengan banyak orang. "Bukan dengan ke diskotik, minum, atau hura-hura. Tapi dengan mendekat pada Allah."


About Me

Andre Tauladan adalah blog untuk berbagi informasi umum. Terkadang di sini membahas topik agama, politik, sosial, pendidikan, atau teknologi. Selain Andre Tauladan, ada juga blog khusus untuk berbagi seputar kehidupan saya di Jurnalnya Andre, dan blog khusus untuk copas yaitu di Kumpulan Tulisan.

Streaming Radio Ahlussunnah

Today's Story

Dari setiap kejadian di akhir zaman, akan semakin nampak mana orang-orang yang lurus dan mana yang menyimpang. Akan terlihat pula mana orang mu'min dan mana yang munafiq. Mana yang memiliki permusuhan dengan orang kafir dan mana yang berkasihsayang dengan mereka.
© Andre Tauladan All rights reserved | Theme Designed by Seo Blogger Templates