REPUBLIKA.CO.ID, TORONTO - Namanya Tanya. Kemiskinan membuatnya harus tinggal di panti asuhan. Ibunya tak lagi mampu menanggung ekonomi keluarga sepeninggal ayahnya.
Ia pernah menghuni tiga rumah asuh yang berbeda. "Selama waktu itu aku benar-benar sendirian. Aku tidak punya ibu, ayah dan tidak ada teman, tidak ada tempat dimana saya bisa berpegang," katanya.
Dalam kesendirian itulah, ia mencari pegangan hidup: Tuhan. "Aku mulai menghadiri kebaktian di Gereja Pantekosta. Minggu menjadi hari yang kutunggu," katanya.
Beranjak remaja, ia bertemu seorang Muslim di sekolahnya. "Aku menjelaskan kepadanya lebih banyak tentang Kristen dan ia menjelaskan kepada saya tentang Islam," katanya. Namun, sang teman selalu menyangkal penjelasannya, dengan alasan yang logis.
Tak ingin terpengaruh, ia ke perpustakaan dan meneliti lebih lanjut tentang Islam, Kristen, dan semua agama, "Pintu-pintu terasa mulai terbuka bagiku," ia menggambarkan.
Islam, yang kerap dipandang sebelah mata publik Barat, tiba-tiba memukaunya, setelah membaca beragam literatur. "Islam memberi tuntutan nyata bagi umatnya," katanya.
Ia bimbang. "Aku tidak bisa makan, aku tidak bisa tidur, aku tidak bisa berpikir, aku gelisah. Ini tidak masuk akal lagi," katanya.
Akhirnya, ia memutuskan untuk berdoa pada siapapun Pencipta-nya. "Tolong jawab aku, beri aku arah dan pijakan. Beri aku pegangan. Aku hampir hilang," ia mengisahkan doanya saat itu.
Alhamdulillah, katanya, dalam dua hari, ia segera menemukan jawaban. Saat itu, ia tengah berada di dalam kelas 11 mengikuti pelajaran matematika. Islam dan Muhammad, dua kata itu yang mengisi hatinya. Ia terlonjak dan berlari ke luar kelas. "Hatiku hanya diisi dengan sukacita," katanya.
Ia pergi ke toilet. "Aku tak tahu apa itu wudhu, tapi aku tahu Islam menganjurkan bersuci. Aku menyiram wajahku, mencoba untuk mendapatkan suci itu," katanya.
Ia menemui temannya yang Muslim, dan meminta diislamkan. Sang teman mengajaknya ke rumahnya, dan mengenalkan pada orang tuanya.
Mereka tak langsung mengislamkan Tanya. Alih-alih menuntunnya bersyahadat, mereka malah memberinya pakaian, buku-buku, dan kehangatan sebuah keluarga. Baru setelah ia menyatakan kemantapan hatinya berislam, mereka mengantarkan Tanya ke masjid untuk bersyahadat.
"Hidupku telah benar-benar berubah setelah itu," akunya. Kini, ia tak lelah berbagi tentang bagaimana ia mendapatkan kedamaian batin dengan banyak orang. "Bukan dengan ke diskotik, minum, atau hura-hura. Tapi dengan mendekat pada Allah."
Sumber : Republika - Mualaf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Saran dan kritiknya sangat diharapkan