"Duh, hidup sengsara banget, nasib... nasib..." Keluhan semacam itu sering terucap dari mulut seseorang yang hidupnya dibawah pas-pasan. Kehidupan manusia tidak akan pernah lepas dari penderitaan kecuali bagi orang -orang yang mempunyai sifat penyabar. Karena untuk seorang penyabar, penderitaan itu tidak akan terasa, justru yang terasa adalah kesenangan atau kebahagiaan.
Sebenarnya yang membuat suatu keadaan menjadi baik atau buruk itu adalah sifat manusia sendiri. Ketika seseorang ditimpa musibah, misalnya kehilangan barang, maka keadaan selanjutnya 75% dipengaruhi oleh respon orang itu. Jika orang itu tetap tenang dan bersabar, menerima keadaan disertai dengan usaha untuk mendapatkan barang serupa, maka orang itu tidak akan merasa menderita atau bingung atau pusing dan sebagainya. Sebaliknya jika orang itu merespon negatif, ia panik, marah-marah, mencari barang itu dengan sembarangan, mengobrak-abrik barang-barang di sekitarnya, maka keadaan akan semakin memburuk, barang tidak ditemukan, tidak mendapatkan barang serupa dan tempatnya menjadi acak-acakan.
Keadaan yang serba sulit, khususnya keadaan ekonomi, akan semakin sulit jika orang yang bersangkutan tidak melakukan usaha apapun. Tidak akan ada orang yang merasa iba dan kemudian memberikan bantuan kepadanya. Saya teringat kisah 'Siti penjual bakso' seorang anak perempuan yang berjualan bakso keliling kampung demi mendapatkan upah untuk makan. Keadaan ekonomi orang tuanya sangat memprihatinkan, namun dia tidak diam begitu saja. Sebisa mungkin ia berusaha untuk tidak membebani ibunya. Akhirnya kisah perjuangannya menyebar kemana-mana hingga akhirnya diliput oleh media, dan menimbulkan rasa iba penonton sehingga penonton bersedia membantu Siti dan keluarganya.
Kebanyakan orang hanya bisa mengeluh tanpa melakukan usaha untuk memperbaiki nasibnya. Mereka menyalahkan Tuhan atas keadaan yang dialaminya. Mereka menganggap Tuhan tidak adil, dan akhirnya mereka marah kepada Tuhan.
Sebenarnya yang membuat suatu keadaan menjadi baik atau buruk itu adalah sifat manusia sendiri. Ketika seseorang ditimpa musibah, misalnya kehilangan barang, maka keadaan selanjutnya 75% dipengaruhi oleh respon orang itu. Jika orang itu tetap tenang dan bersabar, menerima keadaan disertai dengan usaha untuk mendapatkan barang serupa, maka orang itu tidak akan merasa menderita atau bingung atau pusing dan sebagainya. Sebaliknya jika orang itu merespon negatif, ia panik, marah-marah, mencari barang itu dengan sembarangan, mengobrak-abrik barang-barang di sekitarnya, maka keadaan akan semakin memburuk, barang tidak ditemukan, tidak mendapatkan barang serupa dan tempatnya menjadi acak-acakan.
Keadaan yang serba sulit, khususnya keadaan ekonomi, akan semakin sulit jika orang yang bersangkutan tidak melakukan usaha apapun. Tidak akan ada orang yang merasa iba dan kemudian memberikan bantuan kepadanya. Saya teringat kisah 'Siti penjual bakso' seorang anak perempuan yang berjualan bakso keliling kampung demi mendapatkan upah untuk makan. Keadaan ekonomi orang tuanya sangat memprihatinkan, namun dia tidak diam begitu saja. Sebisa mungkin ia berusaha untuk tidak membebani ibunya. Akhirnya kisah perjuangannya menyebar kemana-mana hingga akhirnya diliput oleh media, dan menimbulkan rasa iba penonton sehingga penonton bersedia membantu Siti dan keluarganya.
Kebanyakan orang hanya bisa mengeluh tanpa melakukan usaha untuk memperbaiki nasibnya. Mereka menyalahkan Tuhan atas keadaan yang dialaminya. Mereka menganggap Tuhan tidak adil, dan akhirnya mereka marah kepada Tuhan.
iya gan mw gk mw harus menerima keadaan, tuhan tahu yg terbaik
BalasHapusyang perlu kita tumbuhkan adalah kesadaran bahwa hidup itu tidak bisa senang terus, atau bahagia terus. jalannya hidup diatas roda siang dan malam, senang dan sedih.
BalasHapusjadi dengan kesadaran seperti ini, kita akan tetap bisa tersenyum saat senang dan saat sedih.
kadang-kadang rencana beda dengan keadaan yg sebenarnya tapi sabar dan sabar saja.....
BalasHapussetuju gan
BalasHapus