Hm... lama nggak posting ya???
Beberapa hari yang lalu sempat viral (ramai) berita tentang seorang pemuda 24 tahun yang menikahi seorang janda 67 tahun. Berbagai respon muncul dari masyarakat kita. Mulai dari respon positif, nyeleneh, sampai yang negatif. Beberapa orang menyatakan salut karena sang pemuda mau menerima wanita yang dinikahinya dalam kondisi apa adanya. Komentar lain terlontar dari para jomblo yang bertahun-tahun tidak punya pacar, menikah pun tidak. Sedangkan segelintir orang berpikiran negatif bahwa sang pemuda menikahi janda karena tergiur hartanya, padahal kenyataannya mereka berdua hidup dalam keadaan yang jauh dari status mewah. Terlepas dari apapun komentar mereka, saya melihat masyarakat kita lebih mudah merespon sesuatu yang halal tetapi tidak umum, daripada yang haram padahal sudah umum.
Cinta bisa datang kapan saja dan kepada siapa saja. Namun, ada hubungan cinta yang halal, ada juga yang haram. Bagaimanapun juga, hubungan antara dua orang yang usianya terpaut cukup jauh yang sempat viral tadi adalah sesuatu yang halal, karena mereka menikah sesuai dengan aturan yang ada dalam agama. Tidak ada yang perlu dipermasalahkan. Tidak perlu disikapi dengan heboh pula. Di sisi lain, terdapat fenomena keharaman yang seharusnya mendapat respon lebih serius. Kira-kira fenomena apakah itu?
Pacaran. Ya! Pacaran adalah hubungan cinta antara dua insan yang terjalin yang seharusnya ditinggalkan. Bukan masalah cintanya, tetapi ikatannya. Miris memang, fenomena ini justru dianggap biasa oleh masyarakat kita. Teman-teman ada yang masih jomblo? (adaaaaaa.....). Tidak perlu malu menjadi jomblo, in syaa Allah itu lebih baik daripada punya pacar.
Ada satu hal yang sangat aneh di kalangan masyarakat kita. Sebut saja keluarga A, punya anak gadis yang sudah masuk usia 21 tahun. Gadis ini sudah pacaran kurang lebih tiga tahun. Singkat cerita, pacar si gadis datang untuk melamar tetapi ditolak karena sang Ayah menganggap si pemuda tadi kurang mapan. Dari kisah singkat ini dapat disimpulkan bahwa sang Ayah lebih rela anaknya dipacari daripada dinikahi. Kisah seperti ini sangat mungkin terjadi dalam kehidupan nyata.
Fenomena lainnya adalah pelacuran. Telinga kita pasti sudah sangat familiar dengan kata "Om-om". Setiap kali mendengar atau membaca kata "om-om" biasanya pikiran kita langsung beranggapan negatif. Kata "om-om" sering diartikan sebagai bapak-bapak hidung belang yang kalau "jalan-jalan" selalu bawa perempuan, dan perempuan yang diajak "jalan-jalan" oleh "om-om" itu biasanya yang masih muda, entah itu usia SMA atau kuliahan. Sekali lagi, masyarakat kita tidak heboh dengan fenomena ini.
Uraian yang saya sampaikan diatas perlu menjadi perhatian kita, khususnya umat muslim. Jangan sampai kita menjadi bagian dari orang-orang itu. Indonesia sebagai negara mayoritas muslim masih belum bisa mencegah budaya pacaran, bahkan hingga anak SD pun sekarang sudah banyak yang pacaran. Bagi para orang tua, sangat penting menanamkan nilai-nilai islam kepada anaknya, dan jika anaknya sudah sampai usia ideal untuk menikah sebaiknya dipermudah karena itu bagian dari ibadah, bukan justru dipersulit dengan setumpuk syarat yang akhirnya membebani orang yang melamarnya.
Andre Tauladan
Andre Tauladan
artis berzina kesana kemari,biasa2 saja ,malah tambah banyak penggemar,ustad menikah lagi,beristri sah dua,langsung dihujat,dicacimaki,ditinggalkan jamaahnya.....negeri apa ini???
BalasHapus