Bismillah.
Hm.. beda pendapat jangan sampe bikin konflik. Namanya manusia, mereka punya pikiran masing-masing, punya ide masing-masing. Kalau nggak mau ada perbedaan itu berarti dia egois, ingin memaksakan kehendak. Atau mungkin sebaliknya, tidak punya pendapat kuat sehingga ngikut aja apa kata orang lain. Dengan tetap berasumsi "yang benar pasti tetap benar", maka jika pendapat yang berbeda itu salah, dan orang yang bersangkutan mau "sadar diri", pasti dia akan ikut ke yang benar.
Banyak banget perbedaan pendapat di lingkungan islam. Perbedaan pendapat yang sering menjadikan seseorang bisa dengan mudah men-cap kafir kepada orang lain. Weleh-weleh.... Gini nih kalo udah punya pendapat, padahal pendapatnya bisa benar, bisa salah. Jika yakin pendapatnya benar, tidak usah ngotot, apalagi kalo pendapatnya salah. Hadapi perbedaan pendapat dengan bijak, bukan dengan galak.
Ada beberapa golongan yang terbentuk dari adanya perbedaan itu. Golongan-golongan itu adalah :
1. Golongan yang memberikan kelonggaran yang berlebihan terhadap masalah Khilafiah, sehingga mereka selalu bertoleransi terhadap setiap perbedaan pendapat yang ada dengan toleransi yang tanpa batas sehingga terlahirlah dari golongan ini paham-paham liberal. Bahkan ada yang mengatakan bahwa semua agama adalah sama.
2. Golongan pertengahan, yaitu golongan yang memberikan toleransi terhadap Khilafiah tertentu, dan tidak memberikan toleransi terhadap Khilafiah atau perbedaan pendapat yang lain.
3. Golongan yang melampui batas (Ghuluw), mereka sama sekali tidak memberikan toleransi terhadap Khilafiah, Golongan ini selalu merasa paling benar bila terjadi perbedaan pendapat dan tidak mau mendengarkan pendapat lain. Maka terlahirlah dari golongan ini paham takfiri { mengkafirkan yang tidak sepaham dengan mereka). (muratalkeren)
Mana yang terbaik? hm.. bingung juga mana yang terbaik. Di sumber yang saya dapat, nggak ngasih keterangan mana yang terbaik. Tapi dari banyak bacaan (yang pernah saya baca), umat islam sebaiknya menjadi ummatan wasathan, artinya bagian pertengahan. Tidak memihak, tapi memberikan keputusan seadil-adilnya.
Mengapa kita menjadi Ummatan Wasathan? Mengenai hal ini, di dalam Alquran disebutkan:
Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia. (Q.S. Al-Baqarah: 143)
Pengembangan kata “wasathan” menjadi “tawassatha“, seperti “tawassathal makaana awil qawma” yang berarti berada di tengah-tengah suatu tempat ataupun suatu kaum (masyarakat).
Selanjutnya, istilah “Ummatan Wasathan” juga berarti umat pertengahan, umat yang moderat, dan teladan, yaitu umat Islam yang tidak memihak aliran ataupun golongan-golongan tertentu yang bersifat ekstrim. Yang satu adalah kubu yang memberat-beratkan agama. Menurut mereka semuanya bid’ah. Sedangkan kubu yang satunya lagi suka meringan-ringankan agama. Menurut mereka, semuanya boleh. Dalam hal ini, kita tidak memihak kedua-duanya, kita berada di tengah-tengah.
Karena itulah, ciri umat ini adalah berpikir secara holistis (menyeluruh). Tidak hanya mengambil satu ayat, melainkan setiap ayat dikaitkan dengan ayat lain. Tidak hanya itu, juga dikaitkan dengan hadis, serta pandangan-pandangan para sahabat Rasulullah. Selain itu, kita juga harus bersikap tawazzun (seimbang), karena segala sesuatu yang seimbang itu baik. Selain itu, kita harus bersikap i’tidal (lurus).(thenafi)
Yah, gitu deh, seperti saya bilang, kalo punya pendapat, pendapatnya punya dasar yang kuat, jangan terlalu ngotot, yang penting kita sudah menyampaikan sesuatu yang benar, sesuatu yang perlu disampaikan, soal pendapat itu diterima atau tidak, itu terserah mereka. Dari situ kita juga bisa mengambil kesimpulan, bagaimana sifat mereka, dan jika kita pandai, kita pasti bisa menentukan strategi selanjutnya yang bisa digunakan untuk terus menyebarkan berita yang benar. Wallahu'alam.
Hm.. beda pendapat jangan sampe bikin konflik. Namanya manusia, mereka punya pikiran masing-masing, punya ide masing-masing. Kalau nggak mau ada perbedaan itu berarti dia egois, ingin memaksakan kehendak. Atau mungkin sebaliknya, tidak punya pendapat kuat sehingga ngikut aja apa kata orang lain. Dengan tetap berasumsi "yang benar pasti tetap benar", maka jika pendapat yang berbeda itu salah, dan orang yang bersangkutan mau "sadar diri", pasti dia akan ikut ke yang benar.
Banyak banget perbedaan pendapat di lingkungan islam. Perbedaan pendapat yang sering menjadikan seseorang bisa dengan mudah men-cap kafir kepada orang lain. Weleh-weleh.... Gini nih kalo udah punya pendapat, padahal pendapatnya bisa benar, bisa salah. Jika yakin pendapatnya benar, tidak usah ngotot, apalagi kalo pendapatnya salah. Hadapi perbedaan pendapat dengan bijak, bukan dengan galak.
Ada beberapa golongan yang terbentuk dari adanya perbedaan itu. Golongan-golongan itu adalah :
1. Golongan yang memberikan kelonggaran yang berlebihan terhadap masalah Khilafiah, sehingga mereka selalu bertoleransi terhadap setiap perbedaan pendapat yang ada dengan toleransi yang tanpa batas sehingga terlahirlah dari golongan ini paham-paham liberal. Bahkan ada yang mengatakan bahwa semua agama adalah sama.
2. Golongan pertengahan, yaitu golongan yang memberikan toleransi terhadap Khilafiah tertentu, dan tidak memberikan toleransi terhadap Khilafiah atau perbedaan pendapat yang lain.
3. Golongan yang melampui batas (Ghuluw), mereka sama sekali tidak memberikan toleransi terhadap Khilafiah, Golongan ini selalu merasa paling benar bila terjadi perbedaan pendapat dan tidak mau mendengarkan pendapat lain. Maka terlahirlah dari golongan ini paham takfiri { mengkafirkan yang tidak sepaham dengan mereka). (muratalkeren)
Mana yang terbaik? hm.. bingung juga mana yang terbaik. Di sumber yang saya dapat, nggak ngasih keterangan mana yang terbaik. Tapi dari banyak bacaan (yang pernah saya baca), umat islam sebaiknya menjadi ummatan wasathan, artinya bagian pertengahan. Tidak memihak, tapi memberikan keputusan seadil-adilnya.
Mengapa kita menjadi Ummatan Wasathan? Mengenai hal ini, di dalam Alquran disebutkan:
Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia. (Q.S. Al-Baqarah: 143)
Pengembangan kata “wasathan” menjadi “tawassatha“, seperti “tawassathal makaana awil qawma” yang berarti berada di tengah-tengah suatu tempat ataupun suatu kaum (masyarakat).
Selanjutnya, istilah “Ummatan Wasathan” juga berarti umat pertengahan, umat yang moderat, dan teladan, yaitu umat Islam yang tidak memihak aliran ataupun golongan-golongan tertentu yang bersifat ekstrim. Yang satu adalah kubu yang memberat-beratkan agama. Menurut mereka semuanya bid’ah. Sedangkan kubu yang satunya lagi suka meringan-ringankan agama. Menurut mereka, semuanya boleh. Dalam hal ini, kita tidak memihak kedua-duanya, kita berada di tengah-tengah.
Karena itulah, ciri umat ini adalah berpikir secara holistis (menyeluruh). Tidak hanya mengambil satu ayat, melainkan setiap ayat dikaitkan dengan ayat lain. Tidak hanya itu, juga dikaitkan dengan hadis, serta pandangan-pandangan para sahabat Rasulullah. Selain itu, kita juga harus bersikap tawazzun (seimbang), karena segala sesuatu yang seimbang itu baik. Selain itu, kita harus bersikap i’tidal (lurus).(thenafi)
Yah, gitu deh, seperti saya bilang, kalo punya pendapat, pendapatnya punya dasar yang kuat, jangan terlalu ngotot, yang penting kita sudah menyampaikan sesuatu yang benar, sesuatu yang perlu disampaikan, soal pendapat itu diterima atau tidak, itu terserah mereka. Dari situ kita juga bisa mengambil kesimpulan, bagaimana sifat mereka, dan jika kita pandai, kita pasti bisa menentukan strategi selanjutnya yang bisa digunakan untuk terus menyebarkan berita yang benar. Wallahu'alam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Saran dan kritiknya sangat diharapkan