Tampilkan postingan dengan label ilmu. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label ilmu. Tampilkan semua postingan

Minggu, 10 Juni 2018

Tugas


Setiap muslim punya tugas untuk mengajakan orang lain ke arah kebaikan. Tidak harus jadi orang yang sempurna untuk melakukannya. Sebagaimana seorang guru di sekolah, mereka punya tugas untuk mengajar muridnya. Lantas apakah sang guru adalah orang yang sempurna? Tentu saja tidak. Banyak orang yang sudah jadi guru tapi kuliah lagi, mereka ingin menambah ilmu, agar menjadi lebih baik.


Ketika seorang guru memberikan pelajaran, apakah ia menganggap muridnya bodoh? Tentu tidak. ia memberikan pelajaran karena memang tugasnya demikian. Selain itu jika niatnya tulus, tujuan seorang guru mengajar adalah agar muridnya paham materi, ilmunya bertambah, dan menjadi orang yang berguna di suatu hari nanti.


Kita berimajinasi sebentar yuk! Coba bayangkan seorang murid berkata seperti ini kepada gurunya? "ngapain bu guru ngajarin kami? emangnya ibu sudah sempurna?", "ibu nggak usah sok pinter deh, pake ngajarin kami segala?" Kira-kira kalau ada murid berkata demikian itu wajar nggak? lumrah nggak? bagus nggak?

Sekarang coba terapkan dalam bidang dakwah. Jika seseorang mendakwahimu, bukan berarti dia menganggap kamu bodoh, goblok, dsb. Dia hanya menjalankan tugasnya sebagai seorang muslim. Justru dia ingin mengajakmu kepada kebaikan, agar kamu paham mana yang salah dan mana yang benar, agar hidupmu tidak sia-sia, dan agar kamu tidak menyesal di suatu hari nanti.

Persoalannya, seringkali masyarakat kita jika didakwahi banyak yang membantah dengan kalimat "jangan sok suci lo!" atau "ngapain lu nasihatin gue? emangnya lu udah sempurna?". Jika dibalikkan justru yang merasa sok suci adalah orang yang tidak mau diberi nasihat. Begitu juga yang merasa sempurna adalah orang yang merasa tidak perlu nasihat orang lain.

Dakwah adalah tugas setiap orang muslim. Jika kami berdakwah, bukan berarti kami merasa sebagai orang suci atau sempurna.

“Kalian adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.” (QS: Ali Imron 110)

Bandung, 25 Ramadhan 1439 H
Andreansyah Dwiwibowo
Andre Tauladan

Minggu, 26 Maret 2017

Kisah Seorang Begal yang Taubat dan Menjadi Ulama

ilustrasi begal. art by campuspedia

Hidayah merupakan karunia Allah. Dia memberikannya kepda siapa saja yang dikehendakinya. Termasuk kepada penjahat sekalipun. Imam adz-Dzahabi pernah menceritakan kisah seorang penyamun (zaman sekarang disebut begal) yang bertaubat , kemudian dia menjadi seorang ulama.

๐ŸŒฟDisebutkan dalam Siyar A’lam An-Nubala‘, bahwa Al-Fadhl bin Musa berkata, “Adalah Al-Fudhail bin ‘Iyadh dulunya seorang penyamun yang menghadang orang-orang di daerah antara Abu Warda dan Sirjis. Dan sebab taubat beliau adalah karena beliau pernah terpikat dengan seorang wanita, maka tatkala beliau tengah memanjat tembok guna melaksanakan hasratnya terhadap wanita tersebut, tiba-tiba saja beliau mendengar seseorang membaca ayat,

ุฃَู„َู…ْ ูŠَุฃْู†ِ ู„ِู„َّุฐِูŠู†َ ุขَู…َู†ُูˆุง ุฃَู†ْ ุชَุฎْุดَุนَ ู‚ُู„ُูˆุจُู‡ُู…ْ ู„ِุฐِูƒْุฑِ ุงู„ู„َّู‡ِ ูˆَู…َุง ู†َุฒَู„َ ู…ِู†َ ุงู„ْุญَู‚ِّ ูˆَู„َุง ูŠَูƒُูˆู†ُูˆุง ูƒَุงู„َّุฐِูŠู†َ ุฃُูˆุชُูˆุง ุงู„ْูƒِุชَุงุจَ ู…ِู†ْ ู‚َุจْู„ُ ูَุทَุงู„َ ุนَู„َูŠْู‡ِู…ُ ุงู„ْุฃَู…َุฏُ ูَู‚َุณَุชْ ู‚ُู„ُูˆุจُู‡ُู…ْ ูˆَูƒَุซِูŠุฑٌ ู…ِู†ْู‡ُู…ْ ูَุงุณِู‚ُูˆู†َ

“Belumkah datang waktunya bagi orang–orang yang beriman untuk tunduk hati mereka guna mengingat Allah serta tunduk kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka) dan janganlah mereka seperti orang–orang yang sebelumnya telah turun Al–Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras, dan mayoritas mereka adalah orang-orang yang fasiq.” (Al–Hadid:16)

☘️Maka tatkala mendengarnya, beliau langsung berkata, “Tentu saja wahai Rabbku. Sungguh telah tiba saatku (untuk bertaubat).” Maka beliaupun kembali, dan pada malam itu ketika beliau tengah berlindung di balik reruntuhan bangunan, tiba-tiba saja di sana ada sekelompok orang yang sedang lewat. Sebagian mereka berkata, “Kita jalan terus,” dan sebagian yang lain berkata, “Kita jalan terus sampai pagi, karena biasanya Al-Fudhail menghadang kita di jalan ini.” Maka beliaupun berkata, “Kemudian aku merenung dan berkata, ‘Aku menjalani kemaksiatan-kemaksiatan di malam hari dan sebagian dari kaum muslimin di situ ketakutan kepadaku, dan tidaklah Allah menggiringku kepada mereka ini melainkan agar aku berhenti (dari kemaksiatan ini). Ya Allah, sungguh aku telah bertaubat kepada-Mu dan aku jadikan taubatku itu dengan tinggal di Al-Baitul Haram’.”

๐Ÿ€Sungguh beliau telah menghabiskan satu masa di Kufah, lalu mencatat ilmu dari ulama di negeri itu, seperti Manshur, Al-A’masy, ‘Atha’ bin As-Saaib, serta Shafwan bin Salim, dan juga dari ulama-ulama lainnya. Kemudian beliau menetap di Makkah. Dan adalah beliau member makan dirinya dan keluarganya dari hasil mengurus air di Makkah. Waktu itu beliau memiliki seekor unta yang beliau gunakan untuk mengangkut air dan menjual air tersebut guna memenuhi kebutuhan makanan beliau dan keluarganya.

๐ŸƒBeliau tidak mau menerima pemberian-pemberian dan juga hadiah-hadiah dari para raja dan pejabat lainnya, namun beliau pernah menerima pemberian dari Abdullah bin Al-Mubarak. Dan sebab dari penolakan beliau terhadap pemberian-pemberian para raja diduga karena keraguan beliau terhadap kehalalannya, sedang beliau sangat antusias agar tidak sampai memasuki perut beliau kecuali sesuatu yang halal.

๐Ÿ‚Beliau wafat di Makkah padabulan Muharram tahun 187 H. Semoga Allah Ta’ala merahmatinya.
(Diringkas dari Mawa’izh lil Imam Al-Fudhail bin ‘Iyadh, hal. 5-7)

Andre Tauladan

▪️Sikap Bijak Ulama Ahlus sunnah Terhadap Perselisian qunut shubuh▪️

Qunut Subuh
Subuh

Pertanyaan :
Assalamualaikum,
Bagaimana  hukum bacaan doa qunut pada sholat shubuh dan menjadi imam dengan makmum yang mayoritas menggunakan qunut ?

Jawaban :
Persoalan membaca doa qunut pada shalat subuh, merupakan perselisihan fiqih sejak zaman para sahabat Nabi. Ini termasuk perselisihan yang paling banyak menyita waktu, tenaga, pikiran, bahkan sampai memecahkan barisan kaum muslimin. Sebenarnya, bagaimanakah sebenarnya masalah ini? Benarkah para Imam Ahlus Sunnah satu sama lain saling mengingkari secara keras, sebagaimana perilaku para penuntut ilmu dan orang awam yang kita lihat hari ini dari kedua belah pihak?

Kali ini, saya tidak akan membahas qunut pada posisi, “Mana yang lebih benar, qunut atau tidak qunut?” yang justru kontra produktif dengan tujuan tema yang sedang saya bahas.

 Mereka semua baik yang pro dan kontra saling bersaudara seiman yang harus dijaga perasaan dan dipelihara hubungannya. Tidak mengingkari salah satu dari mereka, lantaran masing-masing mereka pun berpijak pada pendapat para Imam Ahlus Sunnah lainnya, yang juga memiliki sejumlah dalil dan alasan yang dipandang kuat oleh mereka. Sedangkan para imam kita telah menegaskan kaidah, “Al Ijtihad Laa Yanqudhu bil Ijtihad (Suatu Ijtihad tidak bisa dimentahkan oleh Ijtihad lainnya),” dan “Laa inkara fi masaail ijtihadiyah (tidak ada pengingkaran dalam masalah ijtihadiyah).”

๐Ÿ“Œ Qunut Subuh Benar-Benar Khilafiyah Ijtihadiyah

Kita lihat peta perbedaan ini, sebagaimana yang diterangkan oleh para ulama sebagai berikut:

๐Ÿ“• Berkata Imam At Tirmidzi dalam Sunan-nya sebagai berikut:

ูˆَุงุฎْุชَู„َูَ ุฃَู‡ْู„ُ ุงู„ْุนِู„ْู…ِ ูِูŠ ุงู„ْู‚ُู†ُูˆุชِ ูِูŠ ุตَู„َุงุฉِ ุงู„ْูَุฌْุฑِ ูَุฑَุฃَู‰ ุจَุนْุถُ ุฃَู‡ْู„ِ ุงู„ْุนِู„ْู…ِ ู…ِู†ْ ุฃَุตْุญَุงุจِ ุงู„ู†َّุจِูŠِّ ุตَู„َّู‰ ุงู„ู„َّู‡ُ ุนَู„َูŠْู‡ِ ูˆَุณَู„َّู…َ ูˆَุบَูŠْุฑِู‡ِู…ْ ุงู„ْู‚ُู†ُูˆุชَ ูِูŠ ุตَู„َุงุฉِ ุงู„ْูَุฌْุฑِ ูˆَู‡ُูˆَ ู‚َูˆْู„ُ ู…َุงู„ِูƒٍ ูˆَุงู„ุดَّุงูِุนِูŠِّ ูˆ ู‚َุงู„َ ุฃَุญْู…َุฏُ ูˆَุฅِุณْุญَู‚ُ ู„َุง ูŠُู‚ْู†َุชُ ูِูŠ ุงู„ْูَุฌْุฑِ ุฅِู„َّุง ุนِู†ْุฏَ ู†َุงุฒِู„َุฉٍ ุชَู†ْุฒِู„ُ ุจِุงู„ْู…ُุณْู„ِู…ِูŠู†َ ูَุฅِุฐَุง ู†َุฒَู„َุชْ ู†َุงุฒِู„َุฉٌ ูَู„ِู„ْุฅِู…َุงู…ِ ุฃَู†ْ ูŠَุฏْุนُูˆَ ู„ِุฌُูŠُูˆุดِ ุงู„ْู…ُุณْู„ِู…ِูŠู†َ

“Para Ahli ilmu berbeda pendapat tentang qunut pada shalat fajar (subuh), sebagian Ahli ilmu dari sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan lainnya berpendapat bahwa qunut ada pada shalat subuh, dan ini adalah pendapat Malik dan Asy Syafi’i. Sedangkan, Ahmad dan Ishaq berpendapat tidak ada qunut pada shalat subuh kecuali saat nazilah (musibah) yang menimpa kaum muslimin. Jika turun musibah, maka bagi imam berdoa untuk para tentara kaum muslimin.” (Lihat Sunan At Tirmidzi, keterangan hadits No. 401)

๐Ÿ“— Berkata Imam Ibnu Rusyd Al Maliki Rahimahullah :

ุงุฎุชู„ููˆุง ููŠ ุงู„ู‚ู†ูˆุช، ูุฐู‡ุจ ู…ุงู„ูƒ ุฅู„ู‰ ุฃู† ุงู„ู‚ู†ูˆุช ููŠ ุตู„ุงุฉ ุงู„ุตุจุญ ู…ุณุชุญุจ، ูˆุฐู‡ุจ ุงู„ุดุงูุนูŠ ุฅู„ู‰ ุฃู†ู‡ ุณู†ุฉ ูˆุฐู‡ุจ ุฃุจูˆ ุญู†ูŠูุฉ ุฅู„ู‰ ุฃู†ู‡ ู„ุง ูŠุฌูˆุฒ ุงู„ู‚ู†ูˆุช ููŠ ุตู„ุงุฉ ุงู„ุตุจุญ، ูˆุฃู† ุงู„ู‚ู†ูˆุช ุฅู†ู…ุง ู…ูˆุถุนู‡ ุงู„ูˆุชุฑ ูˆู‚ุงู„ ู‚ูˆู…: ุจูŠู‚ู†ุช ููŠ ูƒู„ ุตู„ุงุฉ، ูˆู‚ุงู„ ู‚ูˆู…: ู„ุง ู‚ู†ูˆุช ุฅู„ุง ููŠ ุฑู…ุถุงู†، ูˆู‚ุงู„ ู‚ูˆู…: ุจู„ ููŠ ุงู„ู†ุตู ุงู„ุงุฎูŠุฑ ู…ู†ู‡ ูˆู‚ุงู„ ู‚ูˆู…: ุจู„ ููŠ ุงู„ู†ุตู ุงู„ุงูˆู„ ู…ู†ู‡.

“Mereka berselisih tentang qunut, Malik berpendapat bahwa qunut dalam shalat subuh adalah sunah, dan Asy Syafi’i juga mengatakan sunah, dan Abu Hanifah berpendapat tidak boleh qunut dalam shalat subuh, sesungguhnya qunut itu adanya pada shalat witir. Ada kelompok yang berkata: berqunut pada setiap shalat. Kaum lain berkata: tidak ada qunut kecuali pada bulan Ramadhan. Kaum lain berkata: Adanya pada setelah setengah bulan Ramadhan. Ada juga yang mengatakan: bahkan pada setengah awal Ramadhan.” (Imam Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid, Juz. 1, Hal. 107-108. Darul Fikr)

๐Ÿ“™ Juga diterangkan di dalam kitab Al Mausu’ah sebagai berikut:

ุฐَู‡َุจَ ุงู„ْู…َุงู„ِูƒِูŠَّุฉُ ูˆَุงู„ุดَّุงูِุนِูŠَّุฉُ ุฅِู„َู‰ ู…َุดْุฑُูˆุนِูŠَّุฉِ ุงู„ْู‚ُู†ُูˆุชِ ูِูŠ ุงู„ุตُّุจْุญِ . ู‚َุงู„ ุงู„ْู…َุงู„ِูƒِูŠَّุฉُ : ูˆَู†ُุฏِุจَ ู‚ُู†ُูˆุชٌ ุณِุฑًّุง ุจِุตُุจْุญٍ ูَู‚َุทْ ุฏُูˆู†َ ุณَุงุฆِุฑِ ุงู„ุตَّู„َูˆَุงุชِ ู‚َุจْู„ ุงู„ุฑُّูƒُูˆุนِ ، ุนَู‚ِุจَ ุงู„ْู‚ِุฑَุงุกَุฉِ ุจِู„ุงَ ุชَูƒْุจِูŠุฑٍ ู‚َุจْู„َู‡ُ .

ูˆَู‚َุงู„ ุงู„ุดَّุงูِุนِูŠَّุฉُ : ูŠُุณَู†ُّ ุงู„ْู‚ُู†ُูˆุชُ ูِูŠ ุงุนْุชِุฏَุงู„ ุซَุงู†ِูŠَุฉِ ุงู„ุตُّุจْุญِ ، ูŠَุนْู†ِูŠ ุจَุนْุฏَ ู…َุง ุฑَูَุนَ ุฑَุฃْุณَู‡ُ ู…ِู†َ ุงู„ุฑُّูƒُูˆุนِ ูِูŠ ุงู„ุฑَّูƒْุนَุฉِ ุงู„ุซَّุงู†ِูŠَุฉِ ، ูˆَู„َู…ْ ูŠُู‚َูŠِّุฏُูˆู‡ُ ุจِุงู„ู†َّุงุฒِู„َุฉِ .

ูˆَู‚َุงู„ ุงู„ْุญَู†َูِูŠَّุฉُ ، ูˆَุงู„ْุญَู†َุงุจِู„َุฉُ : ู„ุงَ ู‚ُู†ُูˆุชَ ูِูŠ ุตَู„ุงَุฉِ ุงู„ْูَุฌْุฑِ ุฅِู„ุงَّ ูِูŠ ุงู„ู†َّูˆَุงุฒِู„ ูˆَุฐَู„ِูƒَ ู„ِู…َุง ุฑَูˆَุงู‡ُ ุงุจْู†ُ ู…َุณْุนُูˆุฏٍ ูˆَุฃَุจُูˆ ู‡ُุฑَูŠْุฑَุฉَ – ุฑَุถِูŠَ ุงู„ู„َّู‡ُ ุนَู†ْู‡ُู…َุง – : ุฃَู†َّ ุงู„ู†َّุจِูŠَّ ุตَู„َّู‰ ุงู„ู„َّู‡ُ ุนَู„َูŠْู‡ِ ูˆَุณَู„َّู…َ ู‚َู†َุชَ ุดَู‡ْุฑًุง ูŠَุฏْุนُูˆ ุนَู„َู‰ ุฃَุญْูŠَุงุกٍ ู…ِู†ْ ุฃَุญْูŠَุงุกِ ุงู„ْุนَุฑَุจِ ุซُู…َّ ุชَุฑَูƒَู‡ُ ، ูˆَุนَู†ْ ุฃَุจِูŠ ู‡ُุฑَูŠْุฑَุฉَ – ุฑَุถِูŠَ ุงู„ู„َّู‡ُ ุนَู†ْู‡ُ : – ุฃَู†َّ ุฑَุณُูˆู„ ุงู„ู„َّู‡ِ ุตَู„َّู‰ ุงู„ู„َّู‡ُ ุนَู„َูŠْู‡ِ ูˆَุณَู„َّู…َ ูƒَุงู†َ ู„ุงَ ูŠَู‚ْู†ُุชُ ูِูŠ ุตَู„ุงَุฉِ ุงู„ุตُّุจْุญِ ุฅِู„ุงَّ ุฃَู†ْ ูŠَุฏْุนُูˆ ู„ِู‚َูˆْู…ٍ ุฃَูˆْ ุนَู„َู‰ ู‚َูˆْู…ٍ ูˆَู…َุนْู†َุงู‡ُ ุฃَู†َّ ู…َุดْุฑُูˆุนِูŠَّุฉَ ุงู„ْู‚ُู†ُูˆุชِ ูِูŠ ุงู„ْูَุฌْุฑِ ู…َู†ْุณُูˆุฎَุฉٌ ูِูŠ ุบَูŠْุฑِ ุงู„ู†َّุงุฒِู„َุฉِ

“Kalangan Malikiyah (pengikut Imam Malik) dan Asy Syafi’iyah (pengikut Imam Asy Syafi’i) berpendapat bahwa doa qunut pada shalat subuh adalah disyariatkan. Berkata Malikiyah: Disunnahkan berqunut secara sirr (pelan) pada shalat subuh saja, bukan pada shalat lainnya. Dilakukan sebelum ruku setelah membaca surat tanpa takbir dulu.

Kalangan Asy Syafi’iyah mengatakan: qunut disunnahkan ketika i’tidal kedua shalat subuh, yakni setelah mengangkat kepala pada rakaat kedua, mereka tidak hanya mengkhususkan qunut nazilah saja.

Kalangan Hanafiyah (pengikut Imam Abu Hanifah) dan Hanabilah (pengikut Imam Ahmad bin Hambal) mengatakan: Tidak ada qunut dalam shalat subuh kecuali qunut nazilah. Hal ini karena telah diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud dan Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berqunut selama satu bulan, mendoakan qabilah di antara qabilah Arab, tsumma tarakahu (kemudian beliau meninggalkan doa tersebut).”

 (HR. Muslim dan An Nasa’i). Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu: “Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak berqunut pada shalat subuh, kecuali karena mendoakan atas sebuah kaum atau untuk sebuah kaum.” (HR. Ibnu Hibban). Artinya, syariat berdoa qunut pada shalat subuh telah mansukh (dihapus), selain qunut nazilah.” (Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 27/321-322. Wizarah Al Awqaf Asy Syu’un Al Islamiyah)

Sedikit saya tambahkan, bahwa hadits Ibnu Mas’ud yang dijadikan hujjah oleh golongan Hanafiyah dan Hanabilah, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berqunut selama satu bulan, mendoakan qabilah di antara qabilah Arab, lalu beliau meninggalkan doa tersebut. Merupakan hadits shahih, diriwayatkan Imam Muslim dalam Shahih-nya, Kitab Al Masajid wa Mawadhi’ Ash Shalah Bab Istihbab Al Qunut fi Jami’ish Shalah Idza Nazalat bil Muslimina Nazilah, No. 677.

Ada pun hadits Abu Hurairah, yang menyebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak berqunut pada shalat subuh, kecuali karena mendoakan atas sebuah kaum atau untuk sebuah kaum. Disebutkan oleh Imam Az Zaila’i, bahwa hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ibnu Hibban, dan penulis At Tanqih mengatakan, hadits ini shahih. (Al Hazifh Az Zaila’i, Nashbur Rayyah fi Takhrij Ahadits Al Hidayah, 3/180. Mawqi’ Al Islam)

Sedangkan dalil yang menyunnahkan qunut subuh, yang digunakan oleh kalangan Asy Syafi’iyah dan Malikiyah adalah riwayat dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam senantiasa melakukan qunut subuh sampai faraqat dunia (meninggalkan dunia/wafat). (HR. Ahmad No. 12196. Al Baihaqi, As Sunan Al Kubra, 2/201. Abdurrazzaq, Al Mushannaf, No. 4964. Ath Thabarani, Tahdzibul Atsar, No. 2682, 2747, katanya: shahih. Ad Daruquthni No. 1711. Al Haitsami mengatakan: rijal hadits ini mautsuq (bisa dipercaya). Majma’ Az Zawaid, 2/139)

Sementara Al Hafizh Az Zaila’i menyebutkan riwayat dari Ishaq bin Rahawaih dalam Musnad-nya, lafazhnya dari Rabi’ bin Anas: Ada seorang laki-laki datang kepada Anas bin Malik dan bertanya: “Apakah Rasulullah berqunut selama satu bulan saja untuk mendoakan qabilah?” Anas pun memberikan peringatan padanya, dan berkata: “Rasulullah senantiasa berqunut subuh sampai beliau meninggalkan dunia.” Ishaq berkata: hadits yang berbunyi: tsumma tarakahu (kemudian beliau meninggalkannya) maknanya adalah beliau meninggalkan penyebutan nama-nama qabilah dalam qunutnya.” (Nashbur Rayyah, 3/183).

Jadi, bukan meninggalkan qunutnya, tetapi meninggalkan penyebutan nama-nama qabilah yang beliau doakan dalam qunut nazilah.

Imam Asy Syaukani, menyebutkan dari Al Hazimi tentang siapa saja yang berpendapat bahwa qunut subuh adalah masyru’ (disyariatkan), yakni kebanyakan manusia dari kalangan sahabat, tabi’in, orang-orang setelah mereka dari kalangan ulama besar, sejumlah sahabat dari khalifah yang empat, hingga sembilan puluh orang sahabat nabi, Abu Raja’ Al ‘Atharidi, Suwaid bin Ghaflah, Abu Utsman Al Hindi, Abu Rafi’ Ash Shaigh, dua belas tabi’in, juga para imam fuqaha seperti Abu Ishaq Al Fazari, Abu Bakar bin Muhammad, Al Hakam bin ‘Utaibah, Hammad, Malik, penduduk Hijaz, dan Al Auza’i.

 Dan, kebanyakan penduduk Syam, Asy Syafi’i dan sahabatnya, dari Ats Tsauri ada dua riwayat, lalu dia (Al Hazimi) mengatakan: kemudian banyak manusia lainnya. Al ‘Iraqi menambahkan sejumlah nama seperti Abdurraman bin Mahdi, Sa’id bin Abdul ‘Aziz At Tanukhi, Ibnu Abi Laila, Al Hasan bin Shalih, Daud, Muhammad bin Jarir, juga sejumlah ahli hadits seperti Abu Hatim Ar Razi, Abu Zur’ah Ar Razi, Abu Abdullah Al Hakim, Ad Daruquthni, Al Baihaqi, Al Khathabi, dan Abu Mas’ud Ad Dimasyqi. (Nailul Authar, 2/345-346) Itulah nama-nama yang menyetujui qunut subuh pada rakaat kedua.

Nah, demikian peta perselisihan mereka, dan juga sebagian kecil dalil-dalil kedua kelompok. Pastinya, sekuat apapun seorang pengkaji meneliti masalah ini, dia tidak akan mampu menyelesaikan masalah ini, bahwa memang khilafiyah ini benar-benar wujud (ada). Maka, yang lebih esensi dan krusial pada saat ini adalah bagaimana mengelola perbedaan ini menjadi kekayaan yang bermanfaat, bukan warisan pemikiran yang justru membahayakan.

Selanjutnya, kita lihat bagaimana sikap para Imam Ahlus Sunnah menyikapi perselisihan qunut subuh ini.

1️⃣ Imam Asy Syafi’i Radhiallahu ‘Anhu
Beliau adalah salah satu dari imam empat mazhab terkenal di dunia Islam, khususnya Ahlus Sunnah, yang memiliki jutaan pengikut di berbagai belahan dunia Islam. Beliau termasuk yang menyatakan kesunnahan membaca doa qunut ketika shalat subuh. Beliau sendiri memiliki sikap yang amat bijak ketika datang ke jamaah yang tidak berqunut subuh.

Diceritakan dalam Al Mausu’ah sebagai berikut:

ุงู„ุดَّุงูِุนِูŠُّ ุฑَุถِูŠَ ุงู„ู„َّู‡ُ ุนَู†ْู‡ُ ุชَุฑَูƒَ ุงู„ْู‚ُู†ُูˆุชَ ูِูŠ ุงู„ุตُّุจْุญِ ู„َู…َّุง ุตَู„َّู‰ ู…َุนَ ุฌَู…َุงุนَุฉٍ ู…ِู†َ ุงู„ْุญَู†َูِูŠَّุฉِ ูِูŠ ู…َุณْุฌِุฏِู‡ِู…ْ ุจِุถَูˆَุงุญِูŠ ุจَุบْุฏَุงุฏَ . ูَู‚َุงู„ ุงู„ْุญَู†َูِูŠَّุฉُ : ูَุนَู„ ุฐَู„ِูƒَ ุฃَุฏَุจًุง ู…َุนَ ุงู„ุฅِْู…َุงู…ِ ، ูˆَู‚َุงู„ ุงู„ุดَّุงูِุนِูŠَّุฉُ ุจَู„ ุชَุบَูŠَّุฑَ ุงุฌْุชِู‡َุงุฏُู‡ُ ูِูŠ ุฐَู„ِูƒَ ุงู„ْูˆَู‚ْุชِ .

“Asy Syafi’i Radhiallahu ‘Anhu meninggalkan qunut dalam subuh ketika Beliau shalat bersama jamaah bersama kalangan Hanafiyah (pengikut Abu Hanifah) di Masjid mereka, pinggiran kota Baghdad. Berkata Hanafiyah: “Itu merupakan adab bersama imam.” Berkata Asy Syafi’iyyah (pengikut Asy Syafi’i): “Bahkan beliau telah merubah ijtihadnya pada waktu itu.” (Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 2/302. Wizarah Al Awqaf Asy Syu’un Al Islamiyah)

2️⃣ Imam Ahmad bin Hambal Radhiallahu ‘Anhu
Imam Ahmad bin Hambal termasuk yang membid’ahkan qunut dalam subuh, namun Beliau memiliki sikap yang menunjukkan ketajaman pandangan, keluasan ilmu, dan kedewasaan bersikap. Hal ini dikatakan oleh Al ‘Allamah Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin Rahimahullah sebagai berikut:

ูู‚ุฏ ูƒุงู† ุงู„ุฅู…ุงู… ุฃุญู…ุฏُ ุฑุญู…ู‡ ุงู„ู„ู‡ ูŠุฑู‰ ุฃู†َّ ุงู„ู‚ُู†ُูˆุชَ ููŠ ุตู„ุงุฉ ุงู„ูุฌุฑ ุจِุฏْุนุฉ، ูˆูŠู‚ูˆู„: ุฅุฐุง ูƒู†ุช ุฎَู„ْูَ ุฅู…ุงู… ูŠู‚ู†ุช ูุชุงุจุนู‡ ุนู„ู‰ ู‚ُู†ُูˆุชِู‡ِ، ูˆุฃู…ِّู†ْ ุนู„ู‰ ุฏُุนุงุฆู‡، ูƒُู„ُّ ุฐู„ูƒ ู…ِู† ุฃุฌู„ ุงุชِّุญุงุฏ ุงู„ูƒู„ู…ุฉ، ูˆุงุชِّูุงู‚ ุงู„ู‚ู„ูˆุจ، ูˆุนุฏู… ูƒุฑุงู‡ุฉ ุจุนุถู†ุง ู„ุจุนุถ.

“Adalah Imam Ahmad Rahimahullah berpendapat bahwa qunut dalam shalat fajar (subuh) adalah bid’ah. Dia mengatakan: “Jika aku shalat di belakang imam yang berqunut, maka aku akan mengikuti qunutnya itu, dan aku aminkan doanya, semua ini lantaran demi menyatukan kalimat, melekatkan hati, dan menghilangkan kebencian antara satu dengan yang lainnya.” (Syaikh Ibnu ‘Utsaimin, Syarhul Mumti’, 4/25. Mawqi’ Ruh Al Islam)

3️⃣ Imam Sufyan Ats Tsauri Radhiallahu ‘Anhu
Beliau mengatakan, sebagaimana dikutip Imam At Tirmidzi sebagai berikut:

ู‚َุงู„َ ุณُูْูŠَุงู†ُ ุงู„ุซَّูˆْุฑِูŠُّ ุฅِู†ْ ู‚َู†َุชَ ูِูŠ ุงู„ْูَุฌْุฑِ ูَุญَุณَู†ٌ ูˆَุฅِู†ْ ู„َู…ْ ูŠَู‚ْู†ُุชْ ูَุญَุณَู†ٌ

“Berkata Sufyan Ats Tsauri: “Jika berqunut pada shalat subuh, maka itu bagus, dan jika tidak berqunut itu juga bagus.” (Lihat Sunan At Tirmidzi, keterangan hadits No. 401)

4️⃣ Imam Ibnu Hazm Rahimahullah
Beliau berpendapat, sebagaimana yang disebutkan oleh Imam Asy Syaukani:

ูˆู‚ุงู„ ุงู„ุซูˆุฑูŠ ูˆุงุจู† ุญุฒู… : ูƒู„ ู…ู† ุงู„ูุนู„ ูˆุงู„ุชุฑูƒ ุญุณู†

“Berkata Ats Tsauri dan Ibnu Hazm: “Siapa saja yang melakukannya dan meninggalkannya, adalah baik.” (Nailul Authar, 2/346)

5️⃣I mam Ibnu Taimiyah Rahimahullah

Beliau memiliki pandangan yang jernih dalam hal qunut subuh ini. Walau beliau sendiri lebih mendukung pendapat yang tidak berqunut. Berikut ini ucapannya:

ูˆَูƒَุฐَู„ِูƒَ ุงู„ْู‚ُู†ُูˆุชُ ูِูŠ ุงู„ْูَุฌْุฑِ ุฅู†َّู…َุง ุงู„ู†ِّุฒَุงุนُ ุจَูŠْู†َู‡ُู…ْ ูِูŠ ุงุณْุชِุญْุจَุงุจِู‡ِ ุฃَูˆْ ูƒَุฑَุงู‡ِูŠَุชِู‡ِ ูˆَุณُุฌُูˆุฏِ ุงู„ุณَّู‡ْูˆِ ู„ِุชَุฑْูƒِู‡ِ ุฃَูˆْ ูِุนْู„ِู‡ِ ูˆَุฅِู„َّุง ูَุนَุงู…َّุชُู‡ُู…ْ ู…ُุชَّูِู‚ُูˆู†َ ุนَู„َู‰ ุตِุญَّุฉِ ุตَู„َุงุฉِ ู…َู†ْ ุชَุฑَูƒَ ุงู„ْู‚ُู†ُูˆุชَ ูˆَุฃَู†َّู‡ُ ู„َูŠْุณَ ุจِูˆَุงุฌِุจِ ูˆَูƒَุฐَู„ِูƒَ ู…َู†ْ ูَุนَู„َู‡ُ

“Demikian juga qunut subuh, sesungguhnya perselisihan di antara mereka hanyalah pada istihbab-nya (disukai) atau makruhnya (dibenci). Begitu pula perselisihan seputar sujud sahwi karena meninggalkannya atau melakukannya, jika pun tidak qunut, maka kebanyakan mereka sepakat atas sahnya shalat yang meninggalkan qunut, karena itu bukanlah wajib. Demikian juga orang yang melakukannya (qunut, maka tetap sah shalatnya –pen).” (Imam Ibnu Taimiyah, Majmu’ Fatawa, 5/185. Mauqi’ Al Islam)

Beliau juga mengatakan bahwa para ulama sepakat berqunut atau tidak, shalat subuh adalah shahih. Perbedaan terjadi pada mana yang lebih utama. Katanya:

ุงุชَّูَู‚َ ุงู„ْุนُู„َู…َุงุกُ ุนَู„َู‰ ุฃَู†َّู‡ُ ุฅุฐَุง ูَุนَู„َ ูƒُู„ًّุง ู…ِู†ْ ุงู„ْุฃَู…ْุฑَูŠْู†ِ ูƒَุงู†َุชْ ุนِุจَุงุฏَุชُู‡ُ ุตَุญِูŠุญَุฉً، ูˆَู„َุง ุฅุซْู…َ ุนَู„َูŠْู‡ِ: ู„َูƒِู†ْ ูŠَุชَู†َุงุฒَุนُูˆู†َ ูِูŠ ุงู„ْุฃَูْุถَู„ِ.

ูˆَูِูŠู…َุง ูƒَุงู†َ ุงู„ู†َّุจِูŠُّ ุตَู„َّู‰ ุงู„ู„َّู‡ُ ุนَู„َูŠْู‡ِ ูˆَุณَู„َّู…َ ูŠَูْุนَู„ُู‡ُ، ูˆَู…َุณْุฃَู„َุฉُ ุงู„ْู‚ُู†ُูˆุชِ ูِูŠ ุงู„ْูَุฌْุฑِ ูˆَุงู„ْูˆِุชْุฑِ، ู…ِู†ْ ุฌَู‡ْุฑٍ ุจِุงู„ْุจَุณْู…َู„َุฉِ، ูˆَุตِูَุฉِ ุงู„ِุงุณْุชِุนَุงุฐَุฉِ ูˆَู†َุญْูˆِู‡َุง، ู…ِู†ْ ู‡َุฐَุง ุงู„ْุจَุงุจِ.

ูَุฅِู†َّู‡ُู…ْ ู…ُุชَّูِู‚ُูˆู†َ ุนَู„َู‰ ุฃَู†َّ ู…َู†ْ ุฌَู‡َุฑَ ุจِุงู„ْุจَุณْู…َู„َุฉِ ุตَุญَّุชْ ุตَู„َุงุชُู‡ُ، ูˆَู…َู†ْ ุฎَุงูَุชْ ุตَุญَّุชْ ุตَู„َุงุชُู‡ُ ูˆَุนَู„َู‰ ุฃَู†َّ ู…َู†ْ ู‚َู†َุชَ ูِูŠ ุงู„ْูَุฌْุฑِ ุตَุญَّุชْ ุตَู„َุงุชُู‡ُ، ูˆَู…َู†ْ ู„َู…ْ ูŠَู‚ْู†ُุชْ ูِูŠู‡َุง ุตَุญَّุชْ ุตَู„َุงุชُู‡ُ، ูˆَูƒَุฐَู„ِูƒَ ุงู„ْู‚ُู†ُูˆุชُ ูِูŠ ุงู„ْูˆِุชْุฑِ.

Ulama sepakat bahwa melakukan salah satu di antara dua hal maka ibadahnya tetap shahih (sah), dan tidak berdosa atasnya, tetapi mereka berbeda pendapat tentang mana yang utama. Pada apa yang dilakukan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, masalah qunut pada subuh dan witir, mengeraskan basmalah, bentuk isti’adzah, dan hal semisalnya yang termasuk pembahasan ini.

Mereka sepakat bahwa orang yang mengeraskan basmalah adalah sah shalatnya, dan yang menyembunyikan juga sah shalatnya, yang berqunut subuh sah shalatnya, begitu juga yang berqunut pada witir. (Al Fatawa Al Kubra, 2/116, Cet. 1, 1987M-1408H. Darul Kutub Al ’Ilmiyah)

6️⃣ Imam Ibnu Qayyim Al Jauziyah Rahimahullah

Beliau termasuk yang melemahkan pendapat qunut subuh sebagaimana beliau uraikan dalam Zaadul Ma’ad, dan baginya adalah hal mustahil Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam merutinkannya pada shalat subuh. Tetapi, tak satu pun kalimat darinya yang menyebut bahwa qunut subuh adalah bid’ah, walau dia mengutip beberapa riwayat sahabat yang membid’ahkannya.

Bahkan Beliau sendiri mengakui bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, kadang melakukan qunut dalam shalat subuh. Berikut ini ucapannya:

ูƒَุงู†َ ุชَุทْูˆِูŠู„َ ุงู„ْู‚ِุฑَุงุกَุฉِ ูِูŠ ุงู„ْูَุฌْุฑِ ูˆَูƒَุงู†َ ูŠُุฎَูّูُู‡َุง ุฃَุญْูŠَุงู†ًุง ูˆَุชَุฎْูِูŠูَ ุงู„ْู‚ِุฑَุงุกَุฉِ ูِูŠ ุงู„ْู…َุบْุฑِุจِ ูˆَูƒَุงู†َ ูŠُุทِูŠู„ُู‡َุง ุฃَุญْูŠَุงู†ًุง ูˆَุชَุฑْูƒَ ุงู„ْู‚ُู†ُูˆุชِ ูِูŠ ุงู„ْูَุฌْุฑِ ูˆَูƒَุงู†َ ูŠَู‚ْู†ُุชُ ูِูŠู‡َุง ุฃَุญْูŠَุงู†ًุง ูˆَุงู„ْุฅِุณْุฑَุงุฑَ ูِูŠ ุงู„ุธّู‡ْุฑِ ูˆَุงู„ْุนَุตْุฑِ ุจِุงู„ْู‚ِุฑَุงุกَุฉِ ِูƒَุงู†َ ูŠُุณْู…ِุนُ ุงู„ุตّุญَุงุจَุฉَ ุงู„ْุขูŠَุฉَ ูِูŠู‡َุง ุฃَุญْูŠَุงู†ًุง ูˆَุชَุฑْูƒَ ุงู„ْุฌَู‡ْุฑِ ุจِุงู„ْุจَุณْู…َู„َุฉِ ูˆَูƒَุงู†َ ูŠَุฌْู‡َุฑُ ุจِู‡َุง ุฃَุญْูŠَุงู†ًุง .

“Dahulu Nabi memanjangkan bacaan pada shalat subuh dan kadang meringankannya, meringankan bacaan dalam shalat Maghrib dan kadang memanjangkannya, beliau meninggalkan qunut dalam subuh dan kadang dia berqunut, beliau tidak mengeraskan bacaan dalam shalat Ashar dan kadang beliau memperdengarkan bacaannya kepada para sahabat, beliau tidak mengeraskan bacaan basmalah dan kadang beliau mengeraskan.” (Zaadul Ma’ad, 1/247. Muasasah Ar Risalah)

Beliau tidaklah mengingkari qunut secara mutlak, yang beliau ingkari adalah anggapan bahwa qunut subuh dilakukan terus menerus. Berikut ini ucapannya:

ูˆู‚ู†ุช ููŠ ุงู„ูุฌุฑ ุจุนุฏ ุงู„ุฑูƒูˆุน ุดู‡ุฑุงً، ุซู… ุชุฑูƒ ุงู„ู‚ู†ูˆุช ูˆู„ู… ูŠูƒู† ู…ِู† ู‡ุฏูŠู‡ ุงู„ู‚ู†ูˆุชُ ููŠู‡ุง ุฏุงุฆู…ุงً، ูˆู…ِู†ْ ุงู„ู…ุญุงู„ ุฃู† ุฑุณูˆู„َ ุงู„ู„َّู‡ِ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… ูƒุงู† ููŠ ูƒู„ ุบุฏุงุฉ ุจุนุฏ ุงุนุชุฏุงู„ู‡ ู…ู† ุงู„ุฑูƒูˆุน ูŠู‚ูˆู„: “ุงู„ู„َّู‡ُู…َ ุงู‡ْุฏِู†ูŠ ูِูŠู…َู†ْ ู‡َุฏَูŠْุชَ، ูˆَุชَูˆَู„َّู†ِูŠ ูِูŠู…َู†ْ ูˆَู„َّูŠْุชَ…” ุงู„ุฎ ูˆูŠุฑูุนُ ุจุฐู„ูƒ ุตูˆุชู‡، ูˆูŠุคู…ِّู† ุนู„ูŠู‡ ุฃุตุญุงุจُู‡ ุฏุงุฆู…ุงً ุฅู„ู‰ ุฃู† ูุงุฑู‚ ุงู„ุฏู†ูŠุง

“(Beliau) Qunut dalam subuh setelah ruku selama satu bulan, kemudian meninggalkan qunut. Dan, bukanlah petunjuk beliau melanggengkan qunut pada shalat subuh, dan termasuk hal mustahil bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam setiap paginya setelah i’tidal dari ruku mengucapkan: “Allahumahdini fiman hadait wa tawallani fiman tawallait … dst” dengan meninggikan suaranya, dan selalu diaminkan oleh para sahabatnya sampai meninggalkan dunia. (Ibid, 1/271)

Lalu beliau mengutip pertanyaan Sa’ad bin Thariq Al Asyja’i kepada ayahnya, di mana ayahnya pernah shalat di belakang Rasulullah, Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali, apakah mereka pernah qunut subuh? Ayahnya menjawab: Anakku, itu adalah muhdats (perkara yang diada-adakan). (HR. Ahmad, At Tirmidzi, dan lainnya, At Tirmidzi mengatakan: hasan shahih)

Beliau juga mengutip dari Said bin Jubair, dia berkata aku bersaksi bahwa aku mendengar, dari Abdullah bin Abbas Radhiallahu ‘Anhu, dia berkata, “Qunut yang ada pada shalat subuh adalah bid’ah.” (HR. Ad Daruquthni No. 1723)

Tetapi riwayat ini dhaif (lemah). (Nashbur Rayyah, 3/183). Imam Al Baihaqi mengatakan: tidak shahih. (Imam Asy Syaukani, Nailul Authar, 2/345. Maktabah Ad Da’wah Al Islamiyah) Karena di dalam sanadnya ada periwayat bernama Abdullah bin Muyassarah dia adalah seorang yang dhaiful hadits (hadits darinya dhaif). (Imam Ibnu Hajar, Tahdzibut Tahdzib, 6/ 44. Lihat juga Imam Al Mizzi, Tahdzibul Kamal, 16/197)

Imam Ibnul Qayyim juga memaparkan adanya kelompok yang menolak qunut secara mutlak termasuk qunut nazilah, yakni para penduduk Kufah. Beliau pun tidak menyetujui pendapat ini, hingga akhirnya Beliau menempuh jalan pertengahan, yakni jalannya para ahli hadits. Katanya:

ูุฃู‡ู„ُ ุงู„ุญุฏูŠุซ ู…ุชูˆุณุทูˆู† ุจูŠู† ู‡ุคู„ุงุก ูˆุจูŠู† ู…ู† ุงุณุชุญุจู‡ ุนู†ุฏ ุงู„ู†ูˆุงุฒู„ ูˆุบูŠุฑู‡ุง، ูˆู‡ู… ุฃุณุนุฏُ ุจุงู„ุญุฏูŠุซ ู…ู† ุงู„ุทุงุฆูุชูŠู†، ูุฅู†ู‡ู… ูŠู‚ู†ُุชูˆู† ุญูŠุซُ ู‚ู†ุช ุฑุณูˆู„ُ ุงู„ู„ّู‡ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู…، ูˆูŠุชุฑูƒُูˆู†ู‡ ุญูŠุซ ุชุฑูƒู‡، ููŠู‚ุชุฏูˆู† ุจู‡ ููŠ ูุนู„ู‡ ูˆุชุฑูƒู‡،ูˆูŠู‚ูˆู„ูˆู†: ูِุนู„ู‡ ุณู†ุฉ، ูˆุชุฑูƒُู‡ ู„ุณู†ุฉ، ูˆู…ุน ู‡ุฐุง ูู„ุง ูŠُู†ูƒุฑูˆู† ุนู„ู‰ ู…ู† ุฏุงูˆู… ุนู„ูŠู‡، ูˆู„ุง ูŠูƒุฑู‡ูˆู† ูุนู„ู‡، ูˆู„ุง ูŠุฑูˆู†ู‡ ุจุฏุนุฉ، ูˆู„ุง ูุงุนِู„َู‡ ู…ุฎุงู„ูุงً ู„ู„ุณู†ุฉ، ูƒู…ุง ู„ุง ูŠُู†ูƒِุฑูˆู† ุนู„ู‰ ู…ู† ุฃู†ูƒุฑู‡ ุนู†ุฏ ุงู„ู†ูˆุงุฒู„، ูˆู„ุง ูŠุฑูˆู† ุชุฑูƒู‡ ุจุฏุนุฉ، ูˆู„ุง ุชุงุฑِูƒู‡ ู…ุฎุงู„ูุงً ู„ู„ุณู†ุฉ، ุจู„ ู…ู† ู‚ู†ุช، ูู‚ุฏ ุฃุญุณู†، ูˆู…ู† ุชุฑูƒู‡ ูู‚ุฏ ุฃุญุณู†

“Maka, ahli hadits adalah golongan pertengahan di antara mereka (penduduk Kufah yang membid’ahkan) dan golongan yang menyunnahkan qunut baik nazilah atau selainnya, mereka telah dilapangkan oleh hadits dibandingkan dua kelompok ini. Sesungguhnya mereka berqunut karena Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melakukannya, mereka juga meninggalkannya ketika Rasulullah meninggalkannya, mereka mengikutinya baik dalam melakukan atau meninggalkannya. Mereka (para ahli hadits) mengatakan: melakukannya adalah sunah, meninggalkannya juga sunah, bersamaan dengan itu mereka tidak mengingkari orang-orang yang merutinkannya, dan tidak memakruhkan perbuatannya, tidak memandangnya sebagai bid’ah, dan tidaklah pelakunya dianggap telah berselisih dengan sunnah, sebagaimana mereka juga tidak mengingkari orang-orang yang menolak qunut ketika musibah, mereka juga tidak menganggap meninggalkannya adalah bid’ah, dan tidak pula orang yang meninggalkannya telah berselisih dengan sunnah, bahkan barang siapa yang berqunut dia telah berbuat baik, dan siapa yang meninggalkannya juga baik.” (Ibid, 1/274-275)

Syaikh ‘Athiyah Shaqr menilai pendapat pertengahan Imam Ibnul Qayyim ini adalah pendapat yang terbaik dalam masalah qunut. (Fatawa Al Azhar, 5/9)

ุนู†ุฏู†ุง ุฅู…ุงู… ูŠู‚ู†ุช ููŠ ุตู„ุงุฉ ุงู„ูุฌุฑ ุจุตูุฉ ุฏุงุฆู…ุฉ ูู‡ู„ ู†ุชุงุจุนู‡ ؟ ูˆู‡ู„ ู†ุคู…ู† ุนู„ู‰ ุฏุนุงุฆู‡ ؟

Kami memiliki imam yang berqunut pada shalat subuh yang melakukannya secara terus menerus, apakah kami mesti mengikutinya? Dan apakah kami mesti mengaminkan doanya?

Beliau menjawab:

ู…ู† ุตู„ู‰ ุฎู„ู ุฅู…ุงู… ูŠู‚ู†ุช ููŠ ุตู„ุงุฉ ุงู„ูุฌุฑ ูู„ูŠุชุงุจุน ุงู„ุฅู…ุงู… ููŠ ุงู„ู‚ู†ูˆุช ููŠ ุตู„ุงุฉ ุงู„ูุฌุฑ ، ูˆูŠุคู…ู† ุนู„ู‰ ุฏุนุงุฆู‡ ุจุงู„ุฎูŠุฑ ، ูˆู‚ุฏ ู†ุต ุนู„ู‰ ุฐู„ูƒ ุงู„ุฅู…ุงู… ุฃุญู…ุฏ ุฑุญู…ู‡ ุงู„ู„ู‡ ุชุนุงู„ู‰

Barangsiapa yang shalat di belakang imam yang berqunut pada shalat subuh, maka hendaknya dia mengikuti imam berqunut pada shalat subuh, dan mengaminkan doanya dengan baik. Telah ada riwayat seperti itu dari Imam Ahmad Rahimahullah. (Majmu’ Fafatwa, 14/177

Demikian. Pemaparan ini bukanlah dalam rangka mengaburkan permasalahan, tetapi dalam rangka – sebagaimana kata Imam Ahmad- menyatukan kalimat, melekatkan hati, dan menghapuskan kebencian sesama kaum muslimin. Sebab, para imam yang berselisih pendapat pun memiliki sikap yang tidak melampaui batas-batas akhlak dan adab Islam dalam menyikapi perbedaan pendapat dalam fiqih. Sudah selayaknya kita mengambil banyak pelajaran dari para A’immatil A’lam (imam-imam dunia) ini.

Washallallahu 'ala Nabiyyina Muhammadin wa 'ala Aalihi wa shahbihi wa sallam

Wallahu A'lam



Andre Tauladan

Selasa, 31 Mei 2016

Sudah siap berburu Lailatul Qadar?

Tidak lama lagi in syaa Allah kita akan memasuki bulan Ramadhan. Bulan yang penuh berkah dan ampunan. Di bulan Ramadhan terdapat satu malam yang sangat besar keutamaannya. Malam itu dikenal sebagai Lailatul Qadar. Malam tersebut mempunyai nilai sejarah yang besar bagi umat islam, karena merupakan malam pertama kali turunnya Al Qur'an.  Dengan Al Qur'an manusia menjadi memiliki pedoman agar kehidupannya lebih jelas dan derajatnya terangkat menjadi lebih tinggi. Malam ini hendaknya tidak perlu diperingati dengan acara-acara tertentu, tetapi menjadi momen bagi seluruh umat islam untuk berlomba-lomba melakukan amal shalih dan bangun di malam hari dengan mengharap ridha dan ampunan Allah ta'ala.

Terdapat beberapa dalil yang menjelaskan tentang keutamaan di malam Lailatul Qadar.

lailatul qadr

1.Lailatul Qadar adalah malam seribu bulan.

Di dalam Al Qur'an terdapat firman Allah yang menjelaskan bahwa malam Lailatul Qadar lebih baik dari seribu bulan.

 “Sesungguhnya Kami menurunkan Al Qur’an pada malam Lailatul Qadar, tahukah engkau apakah malam Lailatul Qadar itu? Malam Lailatul Qadar itu lebih baik dari seribu bulan, Pada malam itu turunlah malaikat-malaikat dan Jibril dengan izin Rabb mereka (untuk membawa) segala urusan, Selamatlah malam itu hingga terbit fajar.” (Al Qadar : 1-5)

Dalam ayat lain Allah berfirman bahwa pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah:

“Sesungguhnya Kami menurunkan pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah, (yaitu) urusan yang besar dari sisi Kami. Sesungguhnya Kami adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Ad Dukhan : 3 – 6)

2. Kapankah malam Lailatul Qadar itu?

Terdapat beberapa riwayat yang dapat dijadikan landasan untuk menjawab "kapankah malam Lailatul Qadar?". Dalam sebuah riwayat (masih terjadi perbedaan pendapat para ulama) Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menjelaskan bahwa malam tersebut terjadi pada malam 21, 23, 25, 27, 29 dan akhir malam bulan Ramadhan.

Imam Syafi’i berkata, “Menurut pemahamanku, wallahu a’lam, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab sesuai yang ditanyakan, ketika ditanyakan kepada beliau, ‘Apakah kami mencarinya di malam ini?’ Beliau menjawab, ‘Carilah di malam tersebut.'”

Terdapat pendapat yang diyakini paling kuat yang menerangkan bahwa terjadinya malam Lailatul Qadar itu pada malam terakhir bulan Ramadhan berdasarkan hadits ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha, beliau berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam beri’tikaf di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan dan beliau bersabda:
“Carilah malam Lailatul Qadar di (malam ganjil) pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan.” (Bukhari (4/225) dan Muslim (1169))

Jika seseorang merasa lemah atau tidak mampu, janganlah sampai terluput dari tujuh hari terakhir, karena riwayat dari Ibnu Umar, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Carilah di sepuluh hari terakhir, jika tidak mampu maka janganlah sampai terluput tujuh hari sisanya.” (HR. Bukhari (4/221) dan Muslim (1165))


Sebagai referensi tambahan, berikut ini tausyiah pendek tentang kapankah malam Lailatul Qadar?



3. Bagaimana mencari malam Lailatul Qadar

Alangkah meruginya orang yang tidak mampu mendapatkan keutamaan malam Lailatul Qadar. Sayangnya, tidak setiap orang akan mendapat keutamaannya. Ada orang-orang yang telah Allah haramkan baginya seluruh kebaikan. Oleh karena itu, sebagai umat islam yang dalam setiap harinya tidak pernah bersih dari dosa, maka malam tersebut adalah malam yang ditunggu-tunggu untuk melakukan amalan yang disyari'atkan dengan penuh keimanan dan pengharapan pahala-Nya yang besar dan memohon ampunan atas segala dosa yang pernah dilakukan.


Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Barangsiapa berdiri (shalat) pada malam Lailatul Qadar dengan penuh keimanan dan mengharap pahala dari Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari (4/217) dan Muslim (759))

Disunnahkan untuk memperbanyak do’a pada malam tersebut. Telah diriwayatkan dari Sayyidah ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha bahwa dia bertanya,
“Ya Rasulullah, apa pendapatmu jika aku tahu kapan malam Lailatul Qadar (terjadi), apa yang harus aku ucapkan?” Beliau menjawab “Ucapkanlah, Ya Allah Engkau Maha Pengampun dan Mencintai orang yang meminta ampunan, maka ampunilah aku.(Allahumma Innaka ‘Affuwun Tuhibul ‘Afwa Fa’fu anna)” (HR. Tirmidzi (3760), Ibnu Majah (3850) dari ‘Aisyah, sanadnya shahih)

Semoga kita termasuk golongan orang-orang yang mendapatkan berkah dari Allah dan taufiq untuk menaati-Nya. Mari kita bangun untuk shalat malam di sepuluh malam terakhir, menghidupkan malam-malam tersebut dengan ibadah, menjauhi wanita, dan melaksanakan perintah Allah. 

Sebagaimana yang sering dilakukan oleh Rasulullah di malam-malam tersebut dalam sebuah riawayat dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha :

“Adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam apabila masuk pada sepuluh hari (terakhir bulan Ramadhan), beliau mengencangkan kainnya menghidupkan malamnya dan membangunkan keluarganya.” (HR. Bukhari (4/233) dan Muslim (1174))

Juga dari ‘Aisyah, dia berkata:
“Adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersungguh-sungguh (beribadah apabila telah masuk) malam kesepuluh (terakhir) yang tidak pernah beliau lakukan pada malam-malam lainnya.” (Muslim (1174))

4. Tanda-tanda malam Lailatul Qadar

Jangan sampai kita melewatkan malam yang penuh keistimewaan di bulan Ramadhan. Kita sudah tahu bahwa untuk mendapatkan keutamaannya berarti kita harus mempersiapkan diri dan menyambutnya di sepuluh hari terakhir. Agar lebih yakin kita juga harus tahu tanda-tanda malam Lailatul Qadar. Berikut ini beberapa riwayat tentang tanda-tanda datangnya malam Lailatul Qadar.


Dari ‘Ubai Radhiyallahu ‘anhu ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Pagi hari malam Lailatul Qadar, matahari terbit tidak menyilaukan, seperti bejana hingga meninggi.” (Muslim (762))

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu ia berkata, kami menyebutkan malam Lailatul Qadar di sisi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, dan beliau bersabda:

“Siapa di antara kalian yang ingat ketika terbit bulan seperti syiqi jafnah.” (Muslim (1170 /Perkataan, syiqi jafnah, syiq artinya setengah, jafnah artinya bejana. Al Qadhi ‘Iyadh berkata, “Dalam hadits ini ada isyarat bahwa malam Lailatul Qadar hanya terjadi di akhir bulan, karena bulan tidak akan seperti demikian ketika terbit kecuali di akhir-akhir bulan.”)

Dan dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“(Malam) Lailatul Qadar adalah malam yang indah, cerah, tidak panas dan tidak juga dingin, (dan) keesokan harinya cahaya sinar mataharinya melemah kemerah- merahan.” (Thayalisi (394), Ibnu Khuzaimah (3/231), Bazzar (1/486), sanadnya hasan)

sumber : Ikhtisar Shifat Shaum Nabi SAW Fi Ramadhan

Oleh : Syaikh Salim bin ‘Id Al-Hilaaly dan Syaikh Ali Hasan Ali Abdul Hamid
Saudaraku, semoga kita diberikan kemampuan lahir dan bathin, diberikan kesehatan lahir dan bathin agar sampai kepada bulan Ramdhan dan mampu meraih pahala di dalamnya dan mendapatkan keutamaan di malam-malam terakhirnya. Masih banyak orang yang belum tahu keutamaan malam lailatul qadar, jangan biarkan mereka dalam kegelapan. Sebarkanlah artikel ini semoga menjadi amal shalih sebagai bagian dari dakwah kita semua.

Aamiin.
Andre Tauladan

Selasa, 19 Januari 2016

Hukum Berdiam di Masjid Bagi Wanita Haidh


Hukum Berdiam di Masjid Bagi Wanita Haidh

Oleh: Abu Mujahidah Al-Ghifari, M.E.I

Wanita dalam Islam sangat dimuliakan. Surat an-Nisa yang berarti wanita dalam al-Qur’an salah satu bukti bahwa Islam memberikan perhatian khusus untuk wanita. Secara umum hukum-hukum di dalam Islam untuk orang-orang beriman, baik laki-laki maupun wanita. Jika terdapat hukum khusus untuk laki-laki atau wanita maka Islam telah memberikan penjelasannya. Salah satu kekhususan wanita dan memiliki hukum khusus adalah haidh.

Diantara hukum terkait dengan haidh adalah hukum berdiam di dalam masjid ketika sedang haidh. Mayoritas ulama mengqiyaskan apa-apa yang dilarang bagi seorang yang junub maka dilarang pula bagi yang sedang haidh.

Alloh Ta’ala berfirman dalam al-Qur’an surat al-Nisa ayat 43:

ูŠَุง ุฃَูŠُّู‡َุง ุงู„َّุฐِูŠู†َ ุขู…َู†ُูˆุง ู„َุง ุชَู‚ْุฑَุจُูˆุง ุงู„ุตَّู„َุงุฉَ ูˆَุฃَู†ْุชُู…ْ ุณُูƒَุงุฑَู‰ ุญَุชَّู‰ ุชَุนْู„َู…ُูˆุง ู…َุง ุชَู‚ُูˆู„ُูˆู†َ ูˆَู„َุง ุฌُู†ُุจًุง ุฅِู„َّุง ุนَุงุจِุฑِูŠ ุณَุจِูŠู„ٍ ุญَุชَّู‰ ุชَุบْุชَุณِู„ُูˆุง

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian sholat, sedang kalian dalam keadaan mabuk, sehingga kalian mengerti apa yang kalian ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kalian mandi.” (QS. al-Nisa: 43)

Ayat ini menjelaskan bahwa orang yang junub diharamkan berdiam di dalam masjid hingga dia mandi dari junubnya kecuali jika sekedar melewatinya. An-Nawawi rohimahulloh berkata dalam kitab minhaj at-Tholibin, “Diharamkan bagi haidh apa-apa yang diharamkan bagi junub.” Ibn Qudamah rohimahulloh berkata dalam kitab al-Mughni, “Dilarang berdiam di dalam masjid dan thawaf di ka’bah karena haidh satu makna dengan junub.” Jadi, ulama yang berpendapat melarang wanita haidh berdiam di dalam masjid karena meng-qiyaskan haidh dengan junub.

Dalil lain yang digunakan oleh ulama yang melarang wanita haidh berdiam di dalam masjid adalah yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam kitab sunannya:

Dari Aisyah rodhiallahu anha, beliau berkata bahwa Rosulalloh shollallahu alaihi wasallam bersabda “Sesungguhnya saya tidak halalkan masjid bagi wanita haidh dan orang junub.” (HR. Abu Dawud No.232)

Hadits di atas didho’ifkan oleh al-Bani rohimahulloh dalam kitab Dho’if Sunan Abu Dawud dan dalam Irwa al-Gholil No.193. Sebab dho’ifnya hadits ini adalah karena di dalam sanadnya terdapat Jasrah ibn Dijajah yang didho’ifkan oleh al-Bukhori dan al-Bahaqi memberikan isyarat akan kedho’ifannya. Al-Baihaqi rohimahulloh berkata, “Dan hadits ini jika shahih maka diterapkan pada junub yang berdiam di dalam masjid bukan lewat dengan landasan dalil al-Qur’an.” (Irwa al-Gholil al-Bani, hlm.210)

Al-Kasani rohimahulloh seorang ulama mazhab Hanafi menjelaskan hukum yang dilarang bagi wanita haidh dan nifas, beliau berkata, “Adapun hukum haidh dan nifas yaitu tidak diperbolehkan shalat, puasa, membaca al-Qur’an, memegang mushaf kecuali dengan sampul, masuk masjid dan thawaf di ka’bah.” (Bada’i al-Shana’i 1/163)

Ibn Rusd rohimahulloh seorang ulama mazhab Maliki dalam kitab Bidayah al-Mujtahid yang membahas fikih lintas mazhab, beliau menjelaskan bahwa perselisihan pendapat ulama terkait hukum berdiam di masjid bagi wanita haidh sama dengan orang yang junub: Ada yang mengharamkan secara mutlak yaitu mazhab Malik. Ada juga yang melarang kecuali hanya lewat saja yaitu mazhab al-Syafi’i. Dan ada juga yang membolehkan semuanya baik diam maupun lewat yaitu mazhab Dawud. (Lihat, Bidayah al-Mujtahid, hlm.57-58)

Dalam kitab fikih Asy-Syafi’i disebutkan bahwa apa-apa yang diharamkan bagi orang junub diharamkan pula bagi wanita haidh. Maka, hukum berdiam di dalam masjid tidak dibolehkan bagi wanita haidh. Hanya saja ulama mazhab Syafi’i berbeda pendapat bagi wanita haidh yang aman dari mengotori masjid seperti menggunakan pembalut dibolehkan atau tidak melewati masjid. Yang tepat adalah dibolehkannya melewati masjid jika aman sebagaimana junub boleh jika sekedar lewat. Dan jika tidak aman yaitu akan mengotori masjid maka diharamkan. (Lihat al-Siraj al-Wahaj Hlm.34 dan Kifayah al-Akhyar 1/114)

Muhammad ibn al-Khotib al-Syarbini rohimahulloh menjelaskan alasan diharamkannya wanita haidh melewati masjid jika dikhawatirkan mengotori masjid, beliau berkata:

Sebagai bentuk penjagaan masjid dari najis. Dan jika aman maka boleh baginya melewati masjid sebagaimana orang junub, akan tetapi hukumnya makruh sebagaimana dalam kitab al-Majmu. (Mughni al-Muhtaj 1/153-154)

Beliau juga menjelaskan hukum tersebut sama pada setiap yang dikhawatirkan najisnya seperti bagi orang yang sedang tertimpa penyakit beser, istihadhoh dan orang yang sandalnya terkena najis basah.

Al-Ghozali rohimahulloh berpendapat bahwa berdiam di dalam masjid hukumnya haram, sedangkan jika sekedar melewati maka dibolehkan jika aman dari mengotori masjid. (al-Wajiz fi Fiqhi Mazhab al-Imam al-Syafii, Hlm.23)

Muhammad Az-Zuhri al-Ghomrowi rohimahulloh berkata, “Diharamkan melewati masjid jika dikhawatirkan mengotorinya. Yaitu darah haidh yang mengenainya. Jika tidak dikhawatirkan maka dibolehkan baginya melewati masjid sebagaimana junub.” (Umdah al-Salik Hlm.45)

Dari penuturan ulama mazhab Asy-Syafi’i, dapat disimpulkan bahwa berdiam di dalam masjid di haramkan. Sedangkan jika sekedar melewatinya dibolehkan jika aman dari kemungkinan terjatuhnya darah haidh, dan jika tidak aman maka diharamkan.

Dalam kitab fikih Hambali al-Uddah syarh al-Umdah disebutkan bahwa ada sepuluh yang tidak diperbolehkan bagi wanita haidh, salah satunya adalah berdiam di dalam masjid. Ibn Qudamah rohimahulloh menerangkan dalam kitab al-Mughni bahwa orang junub, haidh dan orang yang selalu berhadats tidak diperkenankan berdiam di dalam masjid. Akan tetapi diperbolehkan melewati masjid untuk suatu keperluan seperti hendak mengambil sesuatu atau memang jalan yang harus dilewati adalah masjid.

Muhammad ibn Sholih al-Utsaimin rohimahulloh berkata:

Seorang wanita yang haidh tidak boleh berdiam di dalam masjid. Adapun sekedar melewati masjid maka tidak mengapa dengan syarat aman dari mengotori masjid disebabkan darah yang keluar.” (Majmu Fatawa wa Rosa’il 1/273)

Dari pemaparan di atas, dapatlah disimpulkan bahwa jumhur ulama ahli fikih mengharamkan berdiam di dalam masjid bagi wanita haidh sebagaimana diharamkan bagi seorang yang junub kecuali jika hanya sekedar lewat. Diantara ulama salaf yang membolehkan melewati masjid untuk suatu kebutuhan adalah ibn Mas’ud, ibn Abbas, ibn al-Musayyab, ibn Jubair, al-Hasan, Malik dan al-Syafii rahimahumullah.

Sebagian ulama yang lain seperti Abu Muhammad ibn Hazm rohimahulloh dan Dawud rohimahulloh membolehkan bagi wanita haidh berdiam di dalam masjid. Musthofa al-Adawi seorang ulama kotemporer memperkuat pendapat ini dengan alasan tidak adanya dalil shahih yang melarang wanita haidh masuk masjid dan tidak diterimanya qiyas haidh dengan junub karena orang yang junub bisa bersuci kapan saja yang dia kehendaki, sedangkan wanita haidh tidak bisa. (Jami Ahkam al-Nisa, hlm.45-51)

Dengan demikian, maka masalah ini memang masalah yang diperselisihkan oleh ulama, dan jumhur ulama mengharamkan wanita haidh berdiam di dalam masjid. Adapun, yang lebih selamat adalah tidak duduk-duduk di dalam masjid bagi wanita haidh sebagai bentuk kehati-hatian dan keluar dari perselisihan pendapat. Jika memang ada kebutuhan seperti menghadiri kajian maka sepertinya cukup di luar masjid seperti di teras karena sekarang sudah terdapat sound system yang bisa mengantarkan suara terdengar dari luar masjid.

Allohu Ta’ala A’lam

Andre Tauladan | Fajrifm

Sabtu, 15 Agustus 2015

Wajibnya Shalat Berjama'ah

Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz

Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Sebagian kaum muslimin sering ketinggalan shalat jama’ah tanpa udzur syar’i (alasan yang diperbolehkan). Sebagian lagi beralasan dengan pekerjaan-pekerjaan duniawi. Ketika mereka dinasehati, mereka tidak menghiraukannya bahkan sering membantah dengan mengatakan bawha shalat itu hanya milik Allah Subhanahu wa Ta’ala dan tidak ada seorangpun yang boleh campur tangan di dalamnya. Bagaimana pendapat anda tentang perbuatan mereka itu? Mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi petunjuk kepada mereka dan kepada kita semua.

Jawaban
Menasehti kaum muslimin dan mengingkari kemungkaran mereka adalah termasuk kewajiban yang utama, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

“Artinya : Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong sebagian yang lain. Mereka menyuruh yang ma’ruf dan melarang yang mungkar” [At-Taubah : 71]

Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Barangsiapa diantara kalian melihat kemungkaran, maka rubahlah dengan tangannya. Kalau dia tidak mampu, rubahlah dengan lisannya. Kalau dia tidak mampu, rubahlah dengan hatinya. Dan itulah selemah-lemah iman” [HR Muslim]

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Agama adalah nasihat”. Ada yang bertanya kepada beliau : “Untuk siapa ya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam?”. Beliau menjawab : “Untuk Allah, Kitab-Nya, Rasul-Nya, imam-imam kaum muslimin dan kebanyakan kaum muslimin” [HR Muslim]

Tidak diragukan lagi bahwa meninggalkan shalat jama’ah tanpa udzur adalah termasuk kemungkaran yang wajib diingkari. Karena shalat lima waktu di masjid dengan berjama’ah adalah kewajiban bagi laki-laki. Hal ini berdasarkan hadits-hadits yang sangat banyak, diantaranya sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Diantaranya sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Artinya : Barangsiapa yang mendengar panggilan adzan kemudian dia tidak datang (ke masjid untuk shalat berjama’ah), maka tidak ada shalat baginya kecuali jika ada udzur/halangan” [HR Ibnu Majah-pent]

Hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam Ad-Daruquthni dan lain-lain dengan sanad jayid dishahihkan oleh Imam Hakim.

Dan diriwayatkan juga dalam sebuah hadits shahih bahwa.

“Artinya : Ada seorang laki-laki buta datang kepada Nabi dan berkata : ‘Wahai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, saya tidak mempunyai seorang penuntun yang bisa menuntun saya ke masjid. Adakah keringanan bagi saya untuk shalat di rumah ? Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata : Apakah kamu mendengar panggilan adzan? Orang itu menjawab : Ya. Lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : kalau begitu kamu wajib datang ke masjid” [HR Muslim : 1044]

Dan hadits-hadits yang semakna dengan ini jumlahnya cukup banyak.

Oleh karena itu, seorang muslim apabila dinasihati oleh saudaranya, dia tidak boleh marah dan tidak boleh menolak kecuali dengan cara yang baik. Justru sepatutnya dia berterima kasih kepada saudaranya yang mengajak kepada kebaikan dan ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dia tidak boleh bersikap sombong terhadap orang yang mengajak kepada kebenaran, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala mencela dan mengancam orang yang bersifat seperti ini dengan azab Jahannam, sebagaimana firman-Nya.

“Artinya : Dan apabila dikatakan kepadanya : Bertakwalah kepada Allah, bangkitlah kesombongannya berbuat dosa. Maka cukuplah Jahannam baginya dan itulah sejelek-jelek tempat” [Al-baqarah ; 206]

Kita memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar memberi petunjuk kepada seluruh kaum muslimin.

[Disalin dari kitab Al-Fatawa Juz Tsani, Penulis Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Edisi Indonesia Fatawa bin Baaz, Penerjemah Abu Abdillah Abdul Aziz, Penerbit At-Tibyan Solo]
sumber : almanhaj.or.id
Andre Tauladan

Sabtu, 11 Juli 2015

Baca al-Quran Jangan Ngantuk, Ngantuk Jangan Baca al-Quran

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,

Bulan ramadhan, bulan al-Quran. Kita dianjurkan sebanyak mungkin dan sesering mungkin membaca al-Quran. Siang dan malam. Menjadi ajang perlombaan bagi kaum muslimin yang tengah menjalani puasa.

Namun ada satu catatan yang perlu diperhatikan,
Membaca al-Quran jangan ngantuk, ngantuk jangan baca al-Quran.
Karena ngantuk, terkadang bisa ngelantur dan salah baca. Yang tentu saja, merusak bacaan al-Quran.
Untuk itu, ketika ngantuk datang, agar menghentikan bacaan al-Quran.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ุฅِุฐَุง ู‚َุงู…َ ุฃَุญَุฏُูƒُู…ْ ู…ِู†َ ุงู„ู„َّูŠْู„ِ ูَุงุณْุชَุนْุฌَู…َ ุงู„ْู‚ُุฑْุขู†ُ ุนَู„َู‰ ู„ِุณَุงู†ِู‡ِ ูَู„َู…ْ ูŠَุฏْุฑِ ู…َุง ูŠَู‚ُูˆู„ُ ูَู„ْูŠَุถْุทَุฌِุนْ

Apabila kalian bangun malam, sehingga bacaan al-Qurannya menjadi kacau, sampai dia tidak sadar apa yang dia baca, hendaknya dia tidur. (HR. Muslim 1872, Ibnu Majah 1434 dan yang lainnya).

Dalam hadis lain, dari A’isyah Radhiyallahu ‘anha, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ุฅِุฐَุง ู†َุนَุณَ ุฃَุญَุฏُูƒُู…ْ ูِู‰ ุงู„ุตَّู„ุงَุฉِ ูَู„ْูŠَุฑْู‚ُุฏْ ุญَุชَّู‰ ูŠَุฐْู‡َุจَ ุนَู†ْู‡ُ ุงู„ู†َّูˆْู…ُ ูَุฅِู†َّ ุฃَุญَุฏَูƒُู…ْ ุฅِุฐَุง ุตَู„َّู‰ ูˆَู‡ُูˆَ ู†َุงุนِุณٌ ู„َุนَู„َّู‡ُ ูŠَุฐْู‡َุจُ ูŠَุณْุชَุบْูِุฑُ ูَูŠَุณُุจَّ ู†َูْุณَู‡ُ

Apabila kalian mengantuk ketika shalat, hendaknya dia tidur, sampai hilang kantuknya. Karena kadang ada orang yang shalat sambil ngantuk, mungkin dia hendak beristighfar, tapi mendoakan keburukan untuk dirinya. (HR. Muslim 1871, Abu Daud 1312, dan yang lainnya).

Selanjutnya ada 2 pilihan,

Beristirahat sampai ngantuknya hilang. Dengan tetap komitme untuk lanjut baca jika sudah seger.
Hilangkan ngantuk dengan berwudhu atau melakukan aktivitas ringan lainnya
Dan jangan lupa berdoa kepada Allah, memohon agar Allah menghilangkan rasa kantuk dalam diri anda.

Diam Jika Menguap

Jika anda menguap, jangan nekat membaca al-Quran. Karena suara anda akan terdengar aneh. Yang seharusnya anda lakukan adalah menghentikan bacaan alQuran dan menutup mulut. Agar setan tidak masuk.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ุฅِู†َّ ุงู„ู„َّู‡َ ูŠُุญِุจُّ ุงู„ْุนُุทَุงุณَ ูˆَูŠَูƒْุฑَู‡ُ ุงู„ุชَّุซَุงุคُุจَ ูَุฅِุฐَุง ุนَุทَุณَ ูَุญَู…ِุฏَ ุงู„ู„َّู‡َ ูَุญَู‚ٌّ ุนَู„َู‰ ูƒُู„ِّ ู…ُุณْู„ِู…ٍ ุณَู…ِุนَู‡ُ ุฃَู†ْ ูŠُุดَู…ِّุชَู‡ُ ูˆَุฃَู…َّุง ุงู„ุชَّุซَุงุคُุจُ ูَุฅِู†َّู…َุง ู‡ُูˆَ ู…ِู†ْ ุงู„ุดَّูŠْุทَุงู†ِ ูَู„ْูŠَุฑُุฏَّู‡ُ ู…َุง ุงุณْุชَุทَุงุนَ ูَุฅِุฐَุง ู‚َุงู„َ ู‡َุง ุถَุญِูƒَ ู…ِู†ْู‡ُ ุงู„ุดَّูŠْุทَุงู†ُ

“Sesungguhnya Allah menyukai bersin dan membenci menguap. Oleh karena itu bila kalian bersin lalu dia memuji Allah, maka wajib atas setiap muslim yang mendengarnya untuk ber-tasymit (mengucapkan “yarhamukallah”). Sedangkan menguap itu dari setan, jika seseorang menguap hendaklah dia tahan semampunya. Bila orang yang menguap sampai mengeluarkan suara ‘haaahh’, setan tertawa karenanya.” (HR. Bukhari 6223)

Allahu a’lam
Ditulis oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)
Copas 100% dari konsultasisyariah.com

Andre Tauladan

Rabu, 08 April 2015

⇨JANGANLAH BERSIKAP SOMBONG⇦

Suatu hari mungkin kita menemui suatu kemudahan dalam urusan kita. Orang lain bertanya kepada kita bagaimana cara anda menyelesaikan persoalan tersebut. Dengan lantang dan bangganya anda menjawab
"Siapa dulu doonk...ini kan semua berkat usaha keras saya"
"Nah, dari contoh di atas kita sering membanggakan diri kita, dan merendahkan orang lain yang kita anggap di bawah kita kedudukannya. Atau mungkin merasa memiliki sesuatu yang lebih dari orang lain."
Sehingga mengejek atau bahkan merendahkan martabat orang lain. Na'udzubillah. Kita tidak mengetahui siapa zat yang memudahkan urusan kita hingga berhasil seperti itu. Kita tidak menyadari, bagaimana seandainya kemudahan itu tiba-tiba hilang saat kita sedang membanggakannya. Atau mungkin saat itu nyawa kita dicabut sehingga kita menjadi orang yang merugi karena mati dalam keadaan su'ul khatimah (mati dalam keburukan)?

Disinilah, saya berusaha membahas mengenai larangan sombong dalam Islam. Sampai-sampai Rosulullah saw sendiri sangat membenci orang-orang yang sombong.
Pengertian sombong adalah membanggakan diri sendiri, mengganggap dirinya yang lebih dari yang lain.
Membuat dirinya terasa lebih berharga dan bermartabat sehingga dabat menjelekkanorang lain. Padahal Allah telah melarang kita dlm firmanNya:
QS. Al Luqman {31}:18
"Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. Sementara itu ada sebuah teladan yang di ambil dari imam Adz Dzahabi rahimahullah berkata:
Kesombongan yang paling buruk adalah orang yang menyombongkan diri kepada manusia dengan ilmunya, dia merasa hebat dengan kemuliaan yang dia miliki. Orang semacam ini tidaklah bermanfaat ilmunya untuk dirinya.
Karena barang siapa yang menuntut ilmu demi akhirat maka ilmunya itu akan membuatnya rendah hati dan menumbuhkan kehusyu’an hati serta ketenangan jiwa. Dia akan terus mengawasi dirinya dan tidak bosan untuk terus memperhatikannya. Bahkan di setiap saat dia selalu berintrospeksi diri dan meluruskannya.
Apabila dia lalai dari hal itu, dia pasti akan terlempar keluar dari jalan yang lurus dan binasa. Barang siapa yang menuntut ilmu untuk berbangga-banggaan dan meraih kedudukan, memandang remeh kaum muslimin yang lainnya serta membodoh-bodohi dan merendahkan mereka Sungguh ini tergolong kesobongan yang paling besar.
Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan walaupun hanya sekecil dzarrah(biji sawi) Laa haula wa la quwwata illa billah.”
Jangan SOMBONG
Eits.. tunggu dulu....
Kita ingin selamat dunia ataukah dunia-akhirat. Sebab, kita tentu masih punya kewibawaan meskipun sikap kita tidak berbanggga-bangga diri. Bahkan orang lain akan lebih menghargai dan menghormati kita karena kita menghargai orang lain.
Bahkan Allah menantang kita dlm firmanNya :
QS. Al Isra’ {17}:37
Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dgn sombong karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung.
"Wah, tentu kita keberatan bila kita disuruh menembus bumi dan tinggi badan kita tidak dapat menyamai gunung-gunung yang ada di Bumi. Bagaimana caranya? Terkadang untuk melakukan sesuatu kita juga butuh orang lain. Meskipun kita berkuasa, toh ujungnya kita memerintahkan orang lain berbuat sesuatu. Bukankah begitu ?
Begitu saja kok sombong. Oleh karena itu seharusnya kita tidak boleh sombong. Hargai orang lain dan perdulikan nasib orang lain. Sebenarnya ini merupakan pelajaran bagi kita khususnya pemimpin-pemimpin negeri ini. Jangan sampai mengorbankan rakyat hanya untuk keperluan pribadi. Ingatlah kelak kita akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah Rabb semesta alam ini.....
Siapakah diri kita...???
Wallohu A'lam bi shawab...
Smoga bermanfaat
Andre Tauladan

Selasa, 10 Maret 2015

Masih Mengucapkan Kata-Kata Kotor? Tunggu Dulu...

Dalam keseharian orang Sunda kata "anjing" dan "goblog" pasti sering ditemui. Tetapi, kepastian itu hanya berlaku di area dan kondisi tertentu. Bisa jadi seseorang sering mengucapkan kata-kata tersebut ketika mengobrol dengan rekannya, namun jika berbicara dengan orang yang dihormatinya dia berkata lebih sopan. Dari fenomena tersebut muncullah sebuah tulisan yang aslinya entah dari mana, hampir semua tulisan yang saya temui adalah hasil salin - tempel (copy - paste) tanpa sumber yang jelas. Dalam tulisan tersebut nama Kang Ibing disebut sebagai 'pakar'nya. Jadi saya berasumsi bahwa pendapat seperti itu berasal dari Kang Ibing. Mungkin dari sebuah rekaman radio waktu beliau masih hidup. Ah, entahlah. Tapi saya pribadi kurang yakin, karena perkataan yang tidak baik bisa menjatuhkan wibawa seseorang.

Berikut ini kutipan dari tulisan yang saya maksud.

Bagi anak muda Kota Bandung yang funky dan gaul kata ANJING dan kata GOBLOG hanyalah sebuah tanda kalimat. Dalam ESD (Ejaaan Sunda yang belum Disempurnakan) Kata ANJING hanya berarti sebuah koma (menghubungkan kalimat), sedangkan kata GOBLOG berarti titik (mengakhiri sebuah kalimat).
Jadi jangan marah atau merasa tersinggung jika anda berjalan-jalan di KOTA BANDUNG akan sering mendengar kata ANJING dan GOBLOG dalam percakapan anak muda.
Biar lebih jelas kita lihat contoh berikut: “Tadi urang dahar ANJING ayeuna rek ngaroko heula GOBLOG” kalo kalimat ini diterjemahkan kepada bahasa indonesia yang baik dan benar akan menjadi: “Tadi saya makan,sekarang mau merokok dulu.”
sumber : disini

Dari tulisan tersebut disimpulkan bahwa kata "anjing" dan "goblog" dianggap sebagai titik dan koma. Lalu, apa maksud dari Kang Ibing menyatakan hal itu? Saya mengambil sudut pandang lain. Jika sebagian besar orang menganggap itu sebagai hal yang lumrah, maka saya menganggap itu sebagai bentuk keprihatinan Kang Ibing terhadap situasi di masyarakat. Bagaimana tidak? Tanda baca titik dan koma pasti sering digunakan dalam percakapan sehari-hari. Artinya kata "anjing" dan "goblog" pasti sering terucap dari mulut orang sunda ketika sedang mengobrol. Berikut ini kalimat yang saya buat sebagai ilustrasi.
"Listrik padam tiga kali sehari, udah kaya minum obat aja"
"Sering amat ngucapin anjing dan goblog, udah kaya tanda baca aja"
Kira kira seperti itulah ilustrasinya. Jadi Kang Ibing meyatakan kata "anjing" dan "goblog" sebagai tanda baca karena kata-kata tersebut sering terucap dari mulut orang Sunda. Lalu,kenapa beliau harus khawatir dengan hal seperti itu? Jika dipikir lebih dalam, masuk akal juga mengapa kita harus prihatin dengan fenomena itu. Banyak sekali hadits yang menerangkan bahwa lisan itu sangat berbahaya. Salah satunya adalah :

1511. Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya ia mendengar Nabi s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya seorang hamba itu berbicara dengan suatu perkataan yang tidak ia fikirkan -baik atau buruknya-, maka dengan sebab perkataannya itu ia dapat tergelincir ke neraka yang jaraknya lebih jauh daripada jarak antara sudut timur dan sudut barat." (Muttafaq 'alaih) Makna yatabayyanu ialah memikirkan apakah perkataannya itu baik atau tidak.
*hadits lainnya cek di :link ini
Dari hadits di atas kita bisa pahami betapa bahayanya lisan yang tidak terjaga baik dari perkataan yang buruk berupa umpatan atau celaan maupun ghibah atau fitnah. Ingatlah firman Allah ”Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qaaf [50] : 18).

Menurut Imam Al Ghazali, akhlak itu adalah respon spontan terhadap suatu kejadian. Kalau respon spontan kita itu yang keluar adalah kata-kata yang baik, mulia, berarti memang sudah dari dalamlah kemuliaan kita itu. Sebaliknya kalau kita memang sedang dikalem-kalem, tiba-tiba terjadi sesuatu pada diri kita, misalnya sandal kita hilang, atau ada orang yang menyenggol, mendengar bunyi klakson yang nyaring lalu tiba-tiba sumpah serapah yang keluar dari mulut kita, maka lemparan yang keluar sebagai respon spontan kita itulah yang akan menunjukkan bagaimana akhlak kita. (Huda Achmad)

Dalam sebuah kisah diceritakan bahwa apa yang sering kita ucapkan akan keluar ketika sakaratul maut. Walaupun kisah itu belum jelas asli atau rekayasa, saya mencoba mengambil hikmahnnya saja. Dikisahkan seorang petugas menemukan fenomena yang berbeda dalam dua buah kecelakaan. Pada kecelakaan yang pertama korban tidak mampu mengucapkan syahadat, dia malah menyanyikan lagu di akhir hidupnya. Sedangkan pada kecelakaan kedua korban melantunkan ayat Al Quran. Kisah lengkapnya ada di sini

Ingatlah bahwa setiap anggota tubuh kita akan menanggung konsekuensi dari apa yang dilakukannya di dunia, tidak terkecuali mulut kita. Bagi sebagian orang yang masih menganggap bahwa kata "anjing" dan "goblog" sebagai hal yang lumrah dan sepele, perhatikan firman Allah “Kamu menganggapnya suatu yang ringan saja. Padahal dia pada sisi Allah adalah besar.” (QS. An Nur [24] : 15).

Mari kita ganti ucapan-ucapan kotor itu dengan dzikrullah. Ucapan yang ringan namun mampu menambah timbangan amal kita untuk bekal di akhirat kelak. Ucapkanlah subhanallah, alhamdulillah, laa ilaaha illallah, dan allahu akbar dalam keseharian kita. Untuk keterangannya silakan baca di sini.


Andre Tauladan

Minggu, 08 Maret 2015

Fanatik, Emang Kamu Tahu Artinya?

"Udahlah, jangan terlalu fanatik sama agama!"
Brothers and sisters, pernah nggak kamu disebut fanatik oleh seseorang gara-gara kamu menolak sesuatu yang nggak sesuai aturan agama? Pasti ada beberapa orang yang pernah. Tapi bener nggak sih apa yang dikatakan orang itu? Apakah kamu memang fanatik? Biar tahu jawabannya, sekarang kita bahas apa itu fanatik dan seperti apa orang yang fanatik.

Kata fanatik berasal dari bahasa Inggris "fanatic". Menurut kamus Oxford (ciye, mainannya Oxford) fanatik adalah seseorang yang memiliki semangat berlebihan dalam urusan politik atau agama. Kata yang sama dapat juga diartikan sebagai seseorang yang memiliki ketertarikan yang kuat terhadap aktivitas tertentu. Sedangkan menurut KBBI, fanatik adalah keyakinan yang terlalu kuat terhadap ajaran (politik, agama, dan sebagainya). Nah, dari keterangan tersebut kalo kamu melakukan atau menghindari sesuatu karena alasan agama berarti kamu memang fanatik. Tapi itu cuma kesimpulan awal. Lebih baik kita perdalam lagi pembahasan ini.

Dari beberapa definisi di atas ada kata yang menjadikan sesuatu disebut fanatik atau tidak, kata tersebut adalah "terlalu" atau "berlebihan". Sekarang mari kita berfikir sejenak apakah ketika melakukan sesuatu karena pertimbangan agama itu termasuk sesuatu yang berlebihan atau tidak? Saya pribadi merasa tidak. Kata "fanatik" seringkali ditujukan untuk hal-hal yang berkaitan dengan agama dan politik walaupun tidak jarang dikaitkan dengan olahraga, misalnya "supporter fanatik". Tetapi, ternyata ada perbedaan persepsi diantara julukan fanatik yang ada. Seseorang dikatakan fanatik terhadap klub sepakbola tertentu atau partai politik tertentu jika mereka memberikan dukungan atan pembelaan yang memang berlebihan. Tetapi dalam urusan agama, kata "fanatik" lebih sering ditujukan kepada orang yang ingin melaksanakan aturan agama sebaik-baiknya.

Jika melaksanakan aturan disebut fanatik maka polisi juga dapat disebut fanatik. Ketika seorang polisi menilang pelanggar lalu lintas berarti ia fanatik terhadap aturan lalu lintas. Ketika seorang polisi menangkap pencuri atau pelaku kriminal lain berarti ia juga fanatik terhadap aturan kepolisian yang berlaku. Tapi apakah tepat jika polisi disebut fanatik? Jika tidak, maka orang yang ingin melaksanakan aturan agama juga tidak tepat disebut fanatik.

Seseorang yang berusaha untuk menaati aturan agama bukan fanatik, justru dia orang baik dan ingin selamat dalam hidupnya. Seperti halnya pengemudi kendaraan yang berhenti saat lampu merah dan melaju saat lampu hijau. Orang yang ingin taat terhadap aturan agama juga tidak bisa dikatakan "merasa benar sendiri". Layaknya seseorang yang ditilang oleh polisi, ia tidak bisa mengatakan polisi itu merasa benar sendiri. Semua sudah ada aturannya. Jadi ketika kamu melakukan atau menghindari sesuatu karena alasan agama, sebenarnya kamu itu tidak fanatik.

Kata fanatik tepat jika ditujukan kepada orang-orang politik yang merasa partainya yang paling baik. Tepat karena perasaan "paling baik" itu tidak berkaitan dengan aturan partai. Sejauh yang saya tahu (padahal nggak tahu apa-apa) tidak ada satu partai pun yang dalam AD/ARTnya mengatakan bahwa partai itu adalah yang terbaik. Hal ini berlaku juga bagi para supporter klub sepakbola. Kata "klub terbaik" bukanlah sebuah aturan dalam dunia sepakbola, melainkan hasil dari apa yang diusahakan oleh masing-masing klub. Jadi ketika sebuah klub berada di klasemen tengah atau bawah tetapi banyak supporter yang tetap menganggapnya terbaik, maka supporter itu tepat jika disebut supporter fanatik. Jika seorang politisi atau pendukung partai melihat keburukan dalam partainya tetapi keukeuh menganggap partainya adalah partai terbaik berarti dia adalah politisi atau pendukung yang fanatik.

Gitu aja sih kesimpulan saya mah. Yah, kalo mau beda pendapat boleh lah... Komen aja, tapi jangan memaksa saya harus sependapat dengan kesimpulan kamu. Hihi... :D
*tulisan ini dibuat dengan harapan nggak ada lagi sebutan "fanatik" buat orang yang ingin menaati aturan agamanya.

Andre Tauladan

Selasa, 01 Juli 2014

Mengambil hikmah dari Piala Dunia

Beberapa hari terakhir jagad facebook diramaikan dengan status mengenai piala dunia. Sebuah momen luar biasa yang menarik perhatian jutaan orang di seluruh dunia. Saya pribadi tidak terlalu peduli dengan momen ini. Namun saya ingin berbagi dengan para soccer mania agar tidak membuat momen ini terlewat begitu saja tanpa ada manfaat apapun darinya.
logo piala dunia brazil

Piala dunia. Sebuah kejuaraan dunia dalam olahraga sepak bola. Melirik substansi dalam permainan sepak bola, kita bisa mendapatkan beberapa pelajaran.

Pertama, garis di lapangan sepak bola.

gambar lapangan sepak bola

Garis ini menjadi batas permainan.  Ketika seorang pemain membuat bola yang dibawanya keluar dari garis itu maka yang terjadi adalah kesempatan throw in bagi tim lawan. Dengan throw in ini tim lawan akan mendapat keuntungan karena dia yang mengendalikan bola. Dalam kehidupan kita garis itu adalah batasan-batasan agama, benar-salah, pahala-dosa. Jika kita melanggar batasan itu maka yang terjadi adalah kesempatan bagi setan untuk mengendalikan kehidupan kita, sehingga seringkali kita berbuat dosa.

Kedua, bola.

bola sepak

Bola dalam permainan sepakbola ibarat kehidupan kita. Kita memiliki tujuan dalam hidup, itu adalah gawang lawan. Kita akan berusaha untuk mencetak gol atau dengan kata lain meraih tujuan hidup. Kita hidup di dunia tentu memiliki keinginan untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Dalam permainan sepak bola tim lawan adalah penghalang, mereka akan berusaha sekuat mungkin agar kita tidak bisa mencetak gol. Untuk melewatinya seorang pemain sepak bola yang handal pasti bisa melakukan manuver-manuver cantik yang bisa mengelabui lawan dan lolos dari segala halangan. Tim lawan diibaratkan setan. Mereka akan menghalangi kita untuk mencapai kehidupan yang bahagia dunia dan akhirat. Oleh karena itu kita harus pintar menghindarinya. Cara-cara untuk menghindari mereka ada dalam Al-Qur'an, kita harus rutin berdzikir, berbuat baik kepada orang tua,  dan cara-cara lainnya yang sudah tercantum dalam Al-Qur'an.

Ketiga, piala.

Tujuan akhir dalam kejuaraan piala dunia adalah untuk mendapatkan piala. Tujuan akhir dalam kehidupan kita adalah untuk kehidupan akhirat yang baik.
piala dunia

Keempat, seragam atau kostim.

Setiap tim dalam sepak bola pasti memiliki seragam yang berbeda. Kita sebagai umat muslim memiliki aturan juga dalam berpakaian, pakaian yang dipakai harus syar'i sesuai aturan islam. Setidaknya harus menutup aurat.

Kelima, wasit.

wasit sepak bola

Tugas seorang wasit adalah mengatur permainan agar tidak keluar dari aturan yang berlaku. Wasit memberikan arahan, memberikan peringatan dan memberikan hukuman jika terjadi pelanggaran. Ini ibarat petunjuk yang disampaikan Allah kepada kita. Aturan-aturan dalam hidup ada dalam Al-Qur'an dan hadits. Di dalamnya terdapat petunjuk, peringatan, dan hukuman. Dalam permainan sepak bola jika wasit memberikan kartu kuning, itu artinya peringatan atas sebuah pelanggaran yang dilakukan oleh seorang pemain. Jika kartu merah sudah diberikan berarti pemain tersebut sudah tidak berhak bermain dalam pertandingan tersebut, ia dihukum, dikeluarkan.

Keenam, linesman (hakim garis).

hakim garis piala dunia

Di samping kiri dan kanan lapangan ada petugas hakim garis. Mereka menjadi pengawas selama pertandingan, selalu memperhatikan apakah terjadi offside atau tidak. Dan jika offside maka ia akan mengangkat bendera di tangannya sebagai isyarat. Dalam kehidupan kita juga ada yang selalu mengawasi di kanan dan kiri kita. Malaikat raqib dan atid.

Ketujuh, waktu permainan.

Dalam setiap permainan sepak bola, sudah ditentukan durasinya. Jika dalam waktu 90 menit tidak ada yang menang dalam pertandingan tertentu ada waktu tambahan. Tetapi dalam hidup kita, jika waktu kita sudah habis tidak ada tambahan waktu.

Kedelapan, penonton.

soccer football stadium

Permainan sepakbola khususnya dalam pertandingan setingkat piala dunia pasti dilaksanakan di stadion. Setiap stadion ada tribun penontonnya. Posisi penonton mengelilingi lapangan dari setiap sisi dan sudut. Dalam kehidupan kita Allah selalu tahu, melihat, dan mengawasi apa yang kita lakukan di setiap saat, setiap tempat, setiap sisi dan sudut.

Nah, itulah pelajaran (hikmah) yang bisa kita ambil dari piala dunia. Sebagai seorang muslim kita dapat mengambil pelajaran dari setiap kejadian. Terkadang manusia yang keimanannya masih lemah perlu diberi penjelasan dengan analogi agar mereka mengerti dan mau menerima apa yang disampaikan oleh agama. Sedangkan bagi yang imannya kuat, mereka akan melaksanakan perintah agama dan menjauhi larangan agama tanpa banyak protes.

Tulisan ini adaptasi dari video berjudul "WORLD CUP WITH A LESSON แดดแดฐ - MUST WATCH"
Andre Tauladan

Sabtu, 24 Mei 2014

Nitip

"Oy Bro, mau ke mana?"
"Ya ke masjidlah, kan udah adzan. Ente mau ikut?"
"Oh iya, ane nitip aja dah"

Bagi saya, obrolan seperti itu udah nggak aneh. Bingung juga sih, kok bisa-bisanya mereka menganggap remeh suatu kegiatan ibadah. Pengen banget jawab "iya nanti ane titipin salam ke malaikat Izrail". Tapi saya nggak bisa bilang gitu walaupun hanya bercada. Saya nggak berani bawa-bawa malaikat untuk bercanda, emangnya siapa saya? Berani-beraninya ngajak ngobrol sama malaikat, mau titip-titip salam segala.

Nitip.
Entah apa yang ada di pikiran mereka. Seolah-olah ibadah ini disamakan dengan kuliah yang (kadang) bisa nitip absen. Kesalahan mereka berlipat ganda. Satu, mereka tidak mendirikan salat. Dua, mereka bercanda dengan agama. Padahal, bercanda tentang agama adalah sesuatu yang dilarang. Tapi, jangankan untuk masalah gituan, ibadah yang wajib aja mereka abaikan.

Nitip.
Nitip ibadah? Ah, yang bener aja lu Don!. Enak banget ya? Ane yang ibadah, terus ente dapet pahala juga.
Ah, seandainya bisa, besok-besok ente yang kerja tapi gajinya buat ane ya? Ente olahraga tapi sehatnya buat ane juga dong. Ente yang makan tapi ane yang kenyang. Atau biar lebih enak, kalo ente punya anak, biar anak ente yang sekolah, tambahin biaya ekstra buat ikutan bimbel, habisin waktu malamnya buat belajar, biar ekstra mikir pas ujian, tapi nanti nilai ujiannya atas nama anak ane, pinternya buat anak ane. Terus kalo udah gede, biar anak ente yang ngelamar kerja, anak ane yang nempatin posisinya, anak ente yang kerja, anak ane yang dapet gajinya.

Mau???
Kalo nggak mau, lha kenapa ente nitip-nitip segala pas ane mau ibadah?

MIKIR!!!

mikir cak lontong

Andre Tauladan

Kamis, 06 Februari 2014

Info Acara : Talkshow Pendidikan Islami | Halalkah IP-ku?

Manteman, ada acara bagus nih buat para pelajar dan mahasiswa. Walaupun judulnya "Halalkah IP-ku?" tapi ini berlaku juga untuk perntanyaan "Halalkah nilai raporku?". Jadi jika anda pelajar atau mahasiswa jangan hanya mengejar nilai demi kesenangan dunia, tapi juga harus halal karena nilai belajar kita akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak.

Jangan membohongi diri sendiri, ketika anda mencontek mungkin saja guru atau dosen anda tidak mengetahui perbuatan itu. Bisa saja dosen atau guru anda memberi nilai yang bagus untuk ujian anda. Tapi anda akan merasa hampa ketika melihat nilai bagus itu karena anda tahu bahwa sesungguhnya kemampuan anda tidak selevel dengan nilai bagus itu.

Jadi, bagaimana solusinya? Ikutan yuk acara ini!

MINI TALKSHOW
"HALALKAH IP-KU?"
Dinamika Kejujuran di Dunia Pendidikan

Bersama :
Dr. Syahidin, M.Pd.
Direktur Direktorat Pembinaan Kemahasiswaan UPI

Moderator :
M. Ginanjar Eka Arli
Ketua Umum UKM KI Al-Qolam UPI

Waktu & Tempat :
Jumat, 7 Februari 2014
@Ruang Biro 3 Masjid Al-Furqon UPI
Pukul 16.00-17.45

Info : 089627363919

Presented by :
Subbidang Kerohanian
HME FPTK UPI

GRATIS!!!
nilai hasil mencontek halal haram

Andre Tauladan

Kamis, 30 Januari 2014

Dictation alias dikte

Pict : www.imedicalapps.com
Bismillah.
Menjadi seorang pembelajar berarti harus bersedia untuk belajar dari mana saja. Banyak pelajaran yang bisa kita ambil baik dari pengalaman sehari-hari maupun dari hasil materi yang disampaikan di sekolah, di kampus, atau di tempat pelatihan kerja. Untuk bisa belajar dari lingkungan yang naturally tidak dalam bentuk tulisan kita harus mencari cara yang sesuai dengan kemampuan kita, salah satunya adalah dengan mencatat. Namun jika di satu saat kita tidak membawa alat tulis, ada cara alternatif yang bisa dilakukan yaitu merekam.

Proses transfer kata-kata atau kalimat yang disampaikan orang lain dari rekaman menjadi tulisan ini dalam bahasa Inggris disebut transcribe sedangkan hasilnya disebut transcript. Pembahasan mengengai transcribe ini akan saya sampaikan di lain kesempatan dan di blog yang berbeda, yaitu Jurnalnya Andre. Untuk kesempatan ini saya ingin membahas Dikte.

pic : nesrineren.edublog.com
Dikte, sebuah kata yang saya "google traslate"kan dari kata bahasa Inggris yaitu "dictation". Dictation adalah the action of saying words aloud to be typed, written down or recorded on tape. Jika di"indonesiakan" sederhananya adalah berkata keras agar orang lain bisa mencatatnya. Kegiatan dikte ini biasa dilakukan oleh guru atau siapa saja yang berperan sebagai penyampai materi. Sewaktu SD guru saya sering mendikte pelajaran tertentu agar muridnya mau mencatat. Jaman dulu memang buku sumber pelajaran bagi murid terhitung langka, oleh karena itu agar guru tidak perlu menulis materi pelajaran di papan tulis biasanya guru mendikte. Selain itu biasanya guru melakukan dikte sewaktu memberikan tes atau anak-anak jaman dulu menyebutnya ulangan.

Pict : affordablehousinginstitute.org
Dikte juga biasa dilakukan di kalangan pegawai. Yang paling sering mengalami pendiktean biasanya adalah sekretaris. Jabatan sekretaris seringkali mengharuskan orang itu untuk selalu mencatat apa saja yang dikatakan oleh direktur, misalnya jadwal meeting, bertemu klien, dan sebagainya. Gambar di atas adalah salah satu contoh kegiatan mendikte seorang direktur kepada sekretarinya. Foto jadul sih, hehehe.

Bagus atau tidaknya hasil dikte-an ditentukan oleh banyak hal. Nah, kali ini Andre mau sedikit berbagi tips dalam mendikte.

1. Keterampilan audiens
Yang didikte (audiens) harus orang yang memiliki kemampuan mengetik dengan cepat dan akurat. Hal ini penting karena bisa mengoptimalkan waktu. Dengan keterampilan yang baik dari seorang audiens, waktu yang dibutuhkan untuk menuliskan hal-hal penting akan menjadi lebih sedikit tanpa adanya kesalahan.

2. Audiens memiliki pendengaran yang baik.
Seringkali saat sekolah dasar dulu, ketika seorang guru mendiktekan soal ulangan siswa mengatakan "apa bu?" atau sejenisnya. Hal itu bisa saja disebabkan karena kemampuan pendengaran anak-anak yang masih kurang bagus.

3. Jarak antara audiens dan pendikte tidak terlalu dekat atau terlalu jauh.
Jarak yang tepat antara pendikte dan audiens sangat mempengaruhi hasil dikte. Jarak yang terlalu dekat, dengan suara yang lantang dari pendikte akan membuat audiens tidak nyaman. Sedangkan jarak yang terlalu jauh akan membuat audiens perlu "perjuangan lebih" untuk bisa menuliskan kalimat yang didiktekan.

4. Kondisi yang tenang dan sunyi.
Pastikan suasana saat pendiktean tenang dan sunyi agar audiens dapat mendengar apa yang anda katakan dengan jelas.

5. Pengucapan yang jelas
Sebagai seorang guru (misalnya), saat melakukan pendiktean kalimat yang diucapkan harus jelas, merupakan bahasa yang biasa dipakai dan tidak "aneh-aneh". Hal ini untuk menghindari audiens menanyakan istilah-istilah yang "aneh-aneh" tersebut.

6. Irama yang tepat
Jangan mendikte dengan irama yang terlalu cepat atau terlalu lambat. Irama yang terlalu cepat bisa membuat audiens terburu-buru dan tidak sempat menuliskan apa yang anda ucapkan sehingga memungkinkan terjadi kesalahan. Irama yang terlalu lambat akan membuat audiens bosan dan ngantuk. Perhatikan juga nada bicara anda agar audiens mengerti penempatan tanda baca dan inti dari kalimat yang anda sampaikan.

Segitu aja dulu ya. Kalo ada tambahan bolehlah ditulis di kolom komentar. Eh, kalo Andre sih sampe kelas 3 SMA masih ngalamin tuh ulangan dengan metode dikte oleh guru. Waktu itu ulangan bahasa Indonesia loh! Sedangkan di dunia kerja, saya pernah didikte saat harus menulis alamat surat. Kalo manteman gimana? Kapan terakhir didikte?

Andre Tauladan
This writing is dedicated to all my friends at Unit of Student's Activities of Islamic Writings, Al Qolam. (google translate)

Senin, 13 Januari 2014

Materialistis di kalangan muslim

Assalaamu'alaikum sodara-sodara.
Di zaman sekarang ini (mungkin dari dulu juga) banyak di antara muslim yang menilai orang lain dengan  penilaian yang berdasarkan harta. Mereka nggak menilai kalian berdasarkan karakter kalian, tapi mereka menilai berdasarkan apa yang kamu punya. Kamu punya mobil apa, tinggal dimana, atau penampilan kamu kaya gimana.
materialistis
picture : 123rf.com

Ingat kawan, Allah azza wa jalla menciptakan manusia, manusia nggak milih mau diciptakan seperti apa juga. Sekarang kita lihat fenomena di tengah masyarakat. Ada orang yang tadinya nggak pernah punya temen tapi setelah dia kaya raya tiba-tiba banyak orang yang pengen jadi temennya padahal tadinya nggak kenal sama sekali. Bagaimana pendapat mereka tentang kehidupan manusia? Sampai ada yang harus ngemis-ngemis cuma demi kepingan logam. Dan muslim juga banyak yang seperti itu.

Ada masa ketika seseorang dinilai berdasarkan karakter mereka, sifat mereka, atau perilaku mereka. Tapi sekarang banyak orang menilai orang lain berdasarkan apa yang mereka kenakan. "Wah, kamu pake ouval", "Cie jamnya baru tuh, swiss army", dan sebagainya. Kalo mau menilai orang lain berdasarkan penampilan, berdasarkan apa yang mereka pakai, coba simak kisah berikut :
  • Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wa sallam meninggal dunia dengan pakaian yang ada tambalannya. Di bajunya ada 11 tambalan.
  • Abu Bakar (ra), ketika meninggal mengenakan baju dengan 14 tambalan.
  • Umar bin Abdul Aziz, dia orang yang paling berkuasa di muka bumi. Dalam suatu riwayat diceritakan bahwa wilayah kekhalifahannya dari China sampai Spanyol. Rakyatnya dari suku Korku hingga orang-orang di pedalaman Afrika. Ketika meninggal dia mengenakan pakaiannya. Seseorang berkata pada istrinya "ganti pakaiannya!" tapi istrinya diam saja. Orang itu berkata lagi "Dia sudah sekarat, ganti pakaiannya!" istrinya tetap diam. Kemudian untuk ketiga kalinya orang itu berkata lagi dengan nada kesal. Istrinya menjawab "Demi Allah, hanya pakaian ini yang dia punya"
Tapi sejarah mencatatnya. Sejarah mencatat kisah Umar bin Abdul Aziz. Tentang kebaikannya, tentang pelayanannya terhadap masyarakat, dan tentang perannya dalam hal kemanusiaan. Karena hal-hal itulah sejarah mencatatnya.
Wallahu a'lam bishshawab.

Nih, kalo yang lebih ngerti bahasa Inggris tonton aja videonya. Sebuah potongan ceramah dari Zahir Mahmud. Cekidot. Tulisan diatas saya modifikasi biar lebih sesuai sama bahasa kita.
Andre Tauladan

About Me

Andre Tauladan adalah blog untuk berbagi informasi umum. Terkadang di sini membahas topik agama, politik, sosial, pendidikan, atau teknologi. Selain Andre Tauladan, ada juga blog khusus untuk berbagi seputar kehidupan saya di Jurnalnya Andre, dan blog khusus untuk copas yaitu di Kumpulan Tulisan.

Streaming Radio Ahlussunnah

Today's Story

Dari setiap kejadian di akhir zaman, akan semakin nampak mana orang-orang yang lurus dan mana yang menyimpang. Akan terlihat pula mana orang mu'min dan mana yang munafiq. Mana yang memiliki permusuhan dengan orang kafir dan mana yang berkasihsayang dengan mereka.
© Andre Tauladan All rights reserved | Theme Designed by Seo Blogger Templates