Rabu, 13 Agustus 2014

Ketika Gereja Spanyol Menyiksa Siapapun Yang Berkata Kami Muslim

Pada tanggal 2 Januari 1492, cardinal Devider telah memasang salib di atas Istana Hamra; istana kerajaan Nashiriyah di Spanyol. Tujuannya berbuat demikian ialah sebagai bentuk proklamasi atas berakhirnya pemerintahan Islam di Spanyol.
alat penyiksaan muslim spanyol

Dengan berakhirnya pemerintahan Islam ini berarti saat itu lenyaplah peradaban besar yang pernah dikembangkan oleh Islam di eropa selama abad pertengahan. Kaum salib yang saat itu menang perang yang awalnya mereka melakukan kerjasama dengan pemerintahan Islam, beralih berusaha untuk menghancurkan kaum muslimin dan peradabannya.

Kaum muslimin dilarang menganut Islam, dan dipaksa untuk murtad. Begitu juga mereka tidak boleh menggunakan bahasa arab, siapa yang menentang perintah itu akan dibakar hidup hidup setelah disiksa dengan berbagai cara.

Beginilah selesai riwayat hidup berjuta juta kaum muslimin di Spanyol, tak ada seorang muslim yang tinggal yang tampil dengan agamanya saat itu.

Setelah empat abad dari kejatuhan Islam di Spanyol, Napoleon telah mengirim sepasukan tentara angkatan perang dan mengeluarkan satu instruksi tahun 1808 supaya menghapuskan dewan dewan mahkamah luar biasa (Dewan pengadilan dan pemberi hukuman) di Spanyol.

Berkata seorang panglima Prancis ; “ Kami pimpin satu angkatan bersenjata hendak menyelidiki satu gereja yang kami dengar disitu ada mahkamah luar biasa. Tapi kami disana tak menemui apapun, kami periksa semua kamar penyiksaan dan kami selidiki seluruh kawasan gereja, lorong lorong dan tabirnya, tak ada tanda tanda adanya mahkamah luar biasa. Hampir kami putus asa dan nyaris kami meninggalkan tempat itu. Dan saat itu pula ada seorang pendeta bersumpah untuk menguatkan kebenaran yang dikatakannya bahwa tuduhan terhadap gereja itu adalah tuduhan kosong belaka. Dan ketua mereka pun menegaskan bahwa pengikut pengikutnya tidak ada yang terlibat dengan masalah itu.

Dan dengan nada yang lembut dan menunduk serta linangan air matanya para pendeta mempersilahkan kami keluar dari situ. Tapi salah satu letnan kami , Letnan De lael menahan saya dengan berkata,”Maaf dan izinkan saya mengatakan bahwa tugas kita belum selesai”. Lantas kujawab, “Kita periksa sekeliling gereja ini, tapi tidak kita jumpai dengan suatu yang mencurigakan.” Kemudian kutanya kepada letnan,”Apa yang engkau maksudkan?” maka jawab letnan,” Saya mau periksa dibawah lantai kamar ini, sebab hati saya merasa seakan akan ada rahasia dibawahnya.”

Waktu itu para pendeta tadi terlihat sangat gelisah karena kami belum beranjak pergi, lantas saya izinkan para komandan untuk memeriksa, dan ketika itu kami perintahkan para tentara untuk menyingkap permadani di lantai dan diperintahkan menuangkan air sebanyak banyaknya di setiap kamar. Tiba tiba tampaklah pada salah satu kamar itu airnya meresap kebawah. Letnan De Lael bertepuk tangan tertawa sambil  berkata,”Inikah pintunya? Lihatlah ! kami semua lihat dan ternyata ada pintu yang bisa dibuka.

Rupanya setiap sambungan lantai kamar itu dapat dibuka secara rahasia; yaitu dengan satu alat kecil yang terletak di kaki meja ketua gereja. Para tentara pun memulai memecahkan pintu itu dengan bayonet , waktu itu wajah pendeta pun menjadi pucat karena rahasia mereka pasti terbongkar.
Ketika pintu itu dibuka, tampaklah kepada kami satu tangga yang bisa turun sampai ke dasar ruangan bawah tanah. Sayapun turun dan pergi menghampiri satu batang lilin besar yang panjangnya lebih kurang satu meter. Lilin itu menyala di hadapan satu gambar besar terpampang lukisan bekas pimpinan ketua Mahkamah Luar Biasa itu. Saya cuma menghampiri saja, lalu seorang pendeta Kristen memegang bahu saya sambil berkata,”Hai anakku jangan kau pegang lilin itu, tangan kau kotor dengan darah pembunuhan, sedangkan lilin itu sangat kudus sekali.” Lalu saya katakan kepadanya,”Masak saya tidak boleh menyentuhnya, bukankah lilin ini kau basahi dengan darah orang orang baik? Nanti kita lihat siapa yang mengotorkan dari kalangan kita ini dan siapa yang pembunuh sebenarnya.”

Kemudian saya turun melalui tangga itu dan terus diikuti oleh para tentara dengan pedang pedang yang terhunus. Lalu sampailah kami ke suatu pojok, dan disitu kami lihat ada satu kamar besar bersegi empat, disitulah dewan mahkamah bersidang, yang ditengah tengahnya terdapat lantai marmer. Di tangga itulah terdapat belenggu besar yang memakai rantai untuk mengikat orang orang hukuman. Dan di hadapan tangga itu pula terletak satu podium yang diduduki oleh ketua mahkamah dan para hakim untuk menghukum orang orang tak berdosa itu.

Setelah itu kami menuju pula ke suatu kamar besar dan panjang yang rupanya adalah tempat penyiksaan. Di situ saya melihat banyak benda benda yang menyeramkan dan membuat bulu bergidik sepanjang hidup saya. Saya melihat lubang lubang kecil sebesar tubuh manusia. Ada bentuk sempit dan tinggi, dan ada yang sempit tapi rendah. Di dalam petak petak itulah dikurungnya tawanan sambil berdiri sepanjang hidup dan sampai meninggal di situ. Dan mayat mayat orang tawanan itu dibiarkan hancur di situ, berulat dan hingga gugur dagingnya dan tulang tulangnya. Dan untuk mengurangi bau busuk dibuatkannya sebuah lubang ke udara luar.

Saya lihat dalam kamar itu juga ada tubuh tubuh manusia yang masih terikat dengan rantai. Orang orang kurungan itu ada lelaki dan wanita dari berbagai tingkatan umur, antara 14 tahun hingga 70 an tahun. Ketika itu sempat kami bebaskan beberapa orang tawanan yang masih hidup. Kami pecahkan belenggu belenggunya, orang orang yang masih hidup cenderung sekarat, sementara yang lain ada yang sudah menjadi gila, karena terlalu berat siksaannya. Dan tawanan tawanan tersebut seluruhnya telanjang, sehingga tentara kami yang hendak mengeluarkan mereka terpaksa memberi kain untuk menutupi tubuhnya. Kami iringi tawanan itu perlahan lahan ke tempat terang agar tidak merusakkan pandangan mata mereka. Mereka teriak gembira dan merangkul tentara yang membebaskannya dari siksaan tersebut.

Kemudian kami pindah ke ruangan lainnya, dan kami lihat beberapa keadaan yang menyeramkan, kami lihat ada alat alat penyiksaan seperti alat pematah tulang dan alat pengoyak badan. Mereka dimulai dengan membelah kaki, dicabutnya tulang, dibelah dada dan diambilnya tulang. Dibelah kepala dan tangan serta diambil tulang sedikit sedikit hingga hancurlah semuanya. Demikianlah diperlakukan terhadap orang orang yang teraniaya itu.
Dan kami lihat juga satu peti sebesar kepala manusia. Disitulah diletakkannya kepala orang yang hendak disiksa. Dimana setelah ia diikat kaki, tangan dengan rantai sehingga tidak dapat bergerak. Dan diatas peti itu dibuatnya satu lubang untuk menetes air secara teratur ke atas kepala orang yang di siksa itu. Akibat siksaan jenis ini banyak orang menjadi gila dan dibiarkan sedemikian hingga tawanan tewas.

Satu lagi alat penyiksaan ialah satu kotak yang dipasang mata pisau yang tajam. Mereka campakkan orang orang muda ke dalam kotak ini, bila dihempaskan pintu maka terkoyaklah badan yang disiksa tersebut.
Disamping itu ada mata kail yang menusuk lidah dan tersentak keluar, dan ada pula yang disangkutkan ke payudara wanita, lalu ditarik dengan kuat sehingga payudara tersebut terkoyak dan putus karena tajamnya benda benda tersebut.

Nasib wanita dalam siksaan ini sama saja dengan nasib laki laki, mereka ditelanjangi dan tak terhindar dari siksaan.

Cara cara penyiksaan wanita yang lain tidaklah saya bisa gambarkan, karena tempat tempat sensitif ditubuh wanita yang disiksa, dan cara cara yang sadis dan kotor yang dilakukan membuat saya malu untuk menuliskannya.

Penyiksaan ini dilakukan terhadap orang orang yang menentang kristenisasi. Mereka lakukan penyiksaan tersebut karena para tawanan tersebut tetap berpendirian dan tetap mengatakan bahwa mereka Muslimin.
- Petikan dari buku At Ta’asub Wat Tasamuh, Syaikh Muhammad Al Ghazali (hal 311-318)
Andre Tauladan Sumber

Jumat, 08 Agustus 2014

Korban Tradisi

Saya ingin menceritakan sebuah kisah tidak nyata.

Di sebuah kampung ada seorang anak yang sangat hebat main bulutangkis. Pukulannya bagus, keras, akurat, gerakannya lincah, dan staminanya kuat. Anak ini dilatih oleh orang tuanya sendiri. Sementara orang tuanya tidak pernah mengikuti kejuaraan bulutangkis. Selama ini dia juga hanya bermain bulutangkis di kampungnya. Rupanya orang sekampung itu juga tidak ada yang tahu aturan bermain bulutangkis. Saya ambil contoh, dalam permainan mereka biasanya servis tidak diharuskan menyilang. Mereka terbiasa dengan peraturan ini DARI DULU.

Singkat cerita, si Ayah ingin mengikutsertakan anaknya dalam sebuah pertandingan. Dengan penuh percaya diri dia mendaftarkan anaknya pada sebuah kompetisi tingkat kabupaten. Didaftarkanlah anak itu.

Hari pertandingan tiba. Si Anak sesuai dengan kebiasaannya melakukan servis dengan arah yang bebas, tidak selalu menyilang. Dia pun kalah karena banyak servis yang keluar. Sang Ayah akhirnya protes ke panitia. Dia marah sambil mengatakan "Saya di kampung dari dulu juga servis itu arahnya bebas!". Panitia menjawab "Tapi Pak, aturan yang benar itu ya servisnya harus menyilang. Itu sudah ada dalam buku peraturan bulutangkis internasional". Si Ayah malah menjawab "Heh, jangan suka ngerasa benar sendiri! Anda tidak menghargai jerih payah anak saya berlatih selama ini!". Akhirnya dengan tidak bisa menerima kekalahan, si Ayah pun pulang. Sejak saat itu si Ayah tidak mau mengikutsertakan anaknya dalam kejuaraan di luar kampungnya. Dan si Anak pun hingga dewasa hanya menjadi JAGO KAMPUNG saja. Dengan aturan permainan yang salah.

Pada akhirnya, sebuah usaha itu harus disertai dengan pengetahuan tentang aturan yang berlaku. Usaha si Anak dalam berlatih bulutangkis memang membuatnya menjadi orang yang hebat dalam bulutangkis. Namun sayang, karena tidak tahu aturan akhirnya kehebatannya pun tidak ada artinya.

Begitulah ceritanya. Sekali lagi, kisah ini tidak nyata. Hanya untuk diambil hikmahnya saja. Tentunya oleh orang yang pikirannya terbuka, bukan yang kampungan.

Andre Tauladan

Dari Dulu Udah Gitu

Ini adalah sebuah kisah rekasaya. Fenomena masyarakat yang saya reka.

Akhir-akhir ini kan semakin banyak orang-orang yang berjualan Jus. Jus buah tentunya. Tapi mau nggak kalo misalnya saya ngajak untuk mikir? Kata "Jus" asalnya adalah Juice (bahasa inggris). Juice artinya adalah sari buah. Jika kalian pernah melihat iklan mesin Juicer di tv, kalian akan melihat apa yang keluar dari mesin itu. Ya, yang keluar adalah ekstrak atau sari buah. Tidak ditambah air, gula, maupun es batu. Misalnya jus tomat. Beberapa buah tomat dimasukan ke dalam mesin juicer itu kemudian dari kerannya akan keluar sari buah tomat. Setelah itu barulah ditambahkan es. Sedangkan di masyarakat kita yang namanya es jus itu potongan buah dimasukan ke dalam sebuah mesin giling, ditambahi air, gula, susu, dan es. Padahal jika mau berfikir coba ingat-ingat lagi apa nama mesinnya. Blender. Blender asal katanya blend yang artinya campuran. Berarti blender adalah mesin untuk membuat campuran atau singkatnya pencampur. Jadi, sebenarnya apa yang dijual di masyarakat itu bukan jus, tetapi fruit blend atau buah campur. Juicer, wajarnya hanya dipakai untuk membuat jus. Sedangkan blender sekarang sudah ada yang bisa dipakai untuk menggiling rempah-rempah untuk dijadikan bumbu masak. Makanya, itulah fungsinya blender. Tetapi, mungkin akan sangat susah untuk mengubah pola pikir masyarakat. Mereka akan tetap menyebut buah yang dicampur itu sebagai jus. Walaupun pada kenyataannya tetap saja mereka tidak akan menyebut cabai yang digiling di mesin itu sebagai jus cabai, melainkan sambal. Yah karena "dari dulunya sudah gitu".

Ada lagi masalah lain. Banyak orang yang sudah terbiasa dengan penyebutan merek sebuah produk. Misalnya, fans sarimi menyebut semua mie instan itu sarimi, begitu juga dengan fans indomie. Lalu pasta gigi sering disebut odol atau pepsodent. Pipa air sering disebut pralon. Air mineral sering disebut aqua. Yah, masih banyak lagi contoh lainnya. Mungkin hal ini sulit diubah gara-gara "dari dulunya sudah gitu".

Coba jika suatu saat pergi ke negara lain yang tidak ada merek-merek tersebut? Mau gimana?
Andre Tauladan

Ketika Sang Ustadz Dianggap Sempurna

Ah... kasihan sekali orang-orang yang menjadi pemuja ustadznya. Sering me-retweet atau membagikan status seorang ustadz tidak mengharuskan kita mengikuti semua kehidupannya. Sah-sah saja jika saya membagikan nasihat dari Ustadz Felix tapi saya tidak setuju dengan ke-Hate I-annya. Saya juga terkadang membagikan nasihat dari YUsuf Mansur, tetapi tidak mengikuti VSI-nya. Begitu juga dengan nasihat-nasihat dari Aa Gym dan K.H. Arifin Ilham, saya bagikan tetapi saya tidak mengikuti dukukannya terhadap seorang capres. Karena setiap ustadz itu tidak sempurna.

Kader (atau apalah sebutannya) Hate I dalam sebuah tulisannnya yang berjudul "Ustadz Felix Siauw Yes, HTI No" mengkritik orang-orang yang sering mengikuti nasihat dari beliau tetapi tidak suka dengan ke Hate I annya. Penulis seperti mengharuskan pembaca untuk memiliki pola pikir "Kalo mau ngikut ust. Felix, ya ikut HTInya juga dong". Emh. Saya jadi kasihan sama mereka. Takutnya mereka mendewakan ust. felix dengan menganggapnya selalu benar. Apapun yang dilakukan ust. Felix harus diikuti. Padahal Ust. Felix sendiri rasanya tidak pernah menyuruh followernya untuk bergabung dengan HTI. Anyway, apakah orang HTI tidak ada yang suka dengan nasihat dari Aa Gym, Yusuf mansur, atau arifin ilham? Hm. Masa iya sih tidak ada sama sekali? Lantas apakah kalian mengikuti apa yang dinasihatkan oleh mereka? Mungkin respon kalian juga tidak akan jauh berbeda dengan para penolak HTI itu. Bagaimana jika pengikut Yusuf Mansur membuat tulisan berjudul "Yusuf Mansur yes, VSI No!"? Atau ada tulisan lain berjudul "Aa Gym yes, Milih prabowo no!"?

Biarlah follower Ust. Felix siauw bebas berpendapat. Mereka mau setuju dengan HTI atau tidak, ya tidak usah dipermasalahkan. Tidak usah membuat tulisan pembelaan yang membuat seolah Felix Siauw wajib diikuti segalanya. Takutnya itu akan menjadi syirik. Jika ingin membahas penolakan terhadap Hate I, ya tidak usah bawa-bawa nama beliau kan bisa? Follower beliau yang menolak HTI pasti sudah memiliki pemikiran sendiri tentang HTI. Tidak peduli siapa ustadznya mereka akan tetap menolak HTI.

Untunglah saya bukan fans buta ustadz Felix Siauw. Saya menyikapi semua da'i yang ada dengan seimbang. Ketika Felix siauw memberikan nasihat, saya terima karena kebanyakan nasihatnya seputar fenomena masyarakat. Tetapi tentang ke-Hate I-annya saya abaikan. Saya terima nasihat Ustadz Yusuf Mansur untuk bersedekah, shalat dhuha, tahajud, dsb. Tetapi ajakan untuk VSI atau bisnis busana Ma'e saya abaikan. Saya ikuti nasihat Aa Gym tentang manajemen qalbu, nasihat K.H. Arifin Ilham tentang kebiasaan berzikir. Tetapi saya abaikan rekomendasi mereka untuk memilih salah satu capres pada masa pemilu lalu. Saya mendukung FPI untuk menghilangkan maksiat di negara ini, tetapi saya menolak pemikiran FPI tentang Syi'ah. Sebagai penutup, saya anggap wajar saja jika ada orang yang berfikiran :
- Ustadz Felix Siauw Yes, HTI No!
- Aa Gym Yes, demokrasi No!
- Kh. Arifin Ilham Yes, Demokrasi No!
- Ust. YUsuf Mansur Yes, VSI no!
- FPI Yes, Syi'ah no!
- Pengkaderan Yes, PKS no!

Lha kalian juga banyak yang aneh pendiriannya. Khilafah Yes, asal dari kelompok sendiri. Buktinya, waktu ada khilafah ditegakkan di Iraq kalian pada nolak. Iya kan?
*ambil positifnya, abaikan negatifnya.
Andre Tauladan

About Me

Andre Tauladan adalah blog untuk berbagi informasi umum. Terkadang di sini membahas topik agama, politik, sosial, pendidikan, atau teknologi. Selain Andre Tauladan, ada juga blog khusus untuk berbagi seputar kehidupan saya di Jurnalnya Andre, dan blog khusus untuk copas yaitu di Kumpulan Tulisan.

Streaming Radio Ahlussunnah

Today's Story

Dari setiap kejadian di akhir zaman, akan semakin nampak mana orang-orang yang lurus dan mana yang menyimpang. Akan terlihat pula mana orang mu'min dan mana yang munafiq. Mana yang memiliki permusuhan dengan orang kafir dan mana yang berkasihsayang dengan mereka.
© Andre Tauladan All rights reserved | Theme Designed by Seo Blogger Templates