Kamis, 12 Juni 2014

Cerpen ke 1. Bingung judulnya apa.

Maaf nih, buat postingan kali ini saya bikin cerpen. Cerpennya sih geje, tapi gapapalah.. hehe..
----------------------------
     "Oi! Dra! Jangan meleng dong!"
     "Yang bener dong bawa motor!"
     "Astaghfirullah, sori bro, sori..."
     Wajah Indra berubah menjadi kusut ketika ditegur Iwan. Sesaat tadi dia sempat meleng dan tidak fokus dalam mengendari motornya. Rupanya ia teringat pada seseorang yang sangat istimewa untuknya. Seorang akhwat cantik yang pernah ia temui di depan masjid di sekitar jalan yang ia lewati barusan. Gara-gara kecerobohannya dia hampir saja motornya masuk ke selokan.
     Kejadian siang tadi tidak berakhir seketika, sampai malam di hari yang sama Iwan masih terlihat marah. Dia memang punya pengalaman buruk dalam mengendari motor. Aneh memang. Dia pernah cerita bahwa dulu dia dijuluki "Si Raja Jalanan" karena sering kebut-kebutan. Tetapi sejak kecelakaan dua tahun lalu dia menjadi tidak pernah berani lagi mengendarai motor sendiri. Dia jadi lebih suka dibonceng. Waktu itu dia sedang ingin pamer kemampuannya di jalan raya. Dengan maksud untuk mendakut-nakuti, dia membonceng adiknya dan memacu motornya dengan kecepatan tinggi. Sepanjang perjalanan adiknya merengek-rengek ketakutan sedangkan dia tertawa senang. Namun kesenangan itu berubah menjadi tragedi ketika di suatu tikungan dia tidak bisa mengandalikan motornya. Di saat yang sama datang sebuah mobil dari arah berlawanan, kecelakaan pun tidak terhidarkan. Keduanya terluka parah, mereka segera dibawa ke rumah sakit. Namun naas, adiknya mendinggal di perjalanan menuju RS.
     Sejak saat itu dia jadi mudah marah jika Indra kurang hati-hati mengendarai motor saat memboncengnya. Malam ini pun begitu. Walaupun Indra sudah memintamaaf tetapi Iwan masih saja marah-marah. Akhirnya Indra pun menyerah.
     "Ah, sudahlah nanti juga dia tenang dengan sendirinya" pikirnya.
     Keesokan harinya Iwan tidak ikut dengan Indra ke kampus. Hari itu mereka memang beda jadwal kuliah. Dalam perjalanan pulang, Indra mampir terlebih dahulu ke Masjid Al Hikmah. Ia ingin mengenang masa lalu yang kemarin sempat mengganggunya.
     "Hm... Di masjid ini pertama aku bertemu dengan seorang akhwat yang membuatku jatuh cinta" gumam Indra.
     Akhwat itu bernama Ratna. Dua tahun lalu, ketika Indra baru menjadi mahasiswa dia melihat akhwat itu di masjid ini. Dalam perjalanan ke kostan, dari tepian jalan Indra melihat seorang akhwat cantik. Akhwat itu sedang melangkah menuruni tangga. Busana merah muda dengan kerudung putih sangat cocok dengan wajahnya yang putih bersih. Kacamata lonjong yang dipakainya semakin membuat dia terlihat ayu.
     "Maa syaa Allah, cantiknya" gumam Indra.
Tanpa terlalu lama memandangnya Indra pun terus berjalan menuju kosannya.
Satu bulan sudah berlalu sejak Indra melihat akhwat itu. Wajah cantiknya masih terus menempel dalam ingatannya. Dalam satu bulan itu sebagai mahasiswa baru dia sudah mulai punya beberapa teman dekat. Salah satunya Iwan. Iwan menjadi tempat bagi Indra untuk berbagic erita tentang kuliah, masalah keluarga, masalah keuangan termasuk masalah asmara.
     Indra dan Iwan sering berangkat dan pulang bersamaan ke kampus. Suatu saat, ketika sedang berjalan-jalan di kampus tanpa sengaja mereka bertemu Ratna. Saat itu mereka belum tahu namanya. Indra memberitahu Iwan bahwa ia menyukai akhwat itu. Ia ceritakan pada iwan tetnang pertemuan dan ketertarikannya pada akhwat itu. Tanpa Indra tahu, ternyata iwan mencari informasi tentang akhwat itu. Dari Iwanlah Indra tahu bahwa akhwat itu bernama Ratna.
     "Dra, kalo kamu suka sama Ratna, kenapa nggak kamu deketin aja?" tanya Iwan.
     "Dra kalo kamu nggak cepet, nanti nyesel lho kalo dia diambil orang" tanya Iwan lagi di lain waktu.
      Iwan sering sekali membujuk Indra untuk mendekati Ratna, namun Indra bukan tipe orang yang mudah dan berani untuk mendekati seorang akhwat. Ia ingin bisa menjaga dirinya hingga ia benar-benar yakin dan siap lahir dan batin ketika ia mendekati seorang akhwat.
      "Dra, dia masih single lho!" bujuk Iwan lagi di lain waktu.
      Lama-lama Indra gerah juga dengan pertanyaan dan bujukan Iwan dan akhirnya ia memarahi Iwan.
      "Wan, ini tentang prinsip! Aku saat ini masih mahasiswa, mana bisa aku menikahinya untuk saat ini?"
      "Ya, nggak usah nikah dulu lah, pedekate aja dulu" jawab Iwan.
      "Wan! jangan sekali lagi kamu bujuk aku untuk mendekatinya! Aku tidak ingin mengubah prinspku, aku juga tak ingin memberi harapan palsu!" tegas Indra.
      "Daripada aku mendekatinya tapi tidak bisa membahagiakannya di masa depan lebih baik aku menahan diri" tambahnya.
      Mendapat respon seperti itu Iwan pun tidak ingin berbuat lebih. Ia kecewa niat baiknya ditentang keras oleh Indra. Ia juga tidak ingin memaksa Indra untuk menerima sarannya.
      "Sudahlah, jika itu maumu, aku tidak akan membahasnya lagi, tapi aku tidak mau tahu jika suatu saat nanti kau menyesal" jawab Iwan.
      Indra tidak menghiraukan jawaban Iwan. Sejak saat itu juga Iwan tidak pernah membahas masalah itu lagi.
      Perjalanan kuliah terus berlanjut. Mereka menjalani masa-masa itu seperti biasa. Menjelang tingkat akhir, aktivitas kuliah semakin sedikit. Indra memanfaatkan waktu luang untuk mencari pekerjaan sampingan. Ia mencoba bisnis kecil-kecilan ala mahasiswa. Namun gara-gara pekerjaannya itu banyak tugas kampus yang terlantar, ia pun tertinggal oleh kawan-kawannya yang lain. Iwan saat ini sudah mulai menyusun skripsi sementara Indra masih harus mengurus beberapa nilai yang kurang.
      Waktu terus berlanjut, saat ini Iwan sudah lulus sedangkan Indra baru akan menyelersaikan skripsinya. Bisnisnya mulai berkembang. Ia sudah tidak terlalu sibuk mengurus usahanya. Tidak berapa lama ia pun lulus. Ia mulai merasa mantap untuk mengungkapkan perasaannya kepada Ratna. Ia coba hubungi Iwan untuk mencari tahu di mana Ratna sekarang, Iwan pun mengiyakannya.
      Berselang beberapa minggu Iwan menghubungi Indra. Namun sayang, bukan kabar baik yang Indra terima tetapi justru sebaliknya. Iwan menyampaikan bahwa Ratna sudah memiliki tunangan.
      Raut wajah Indra menampakkan kekecewaan. Berat hatinya menerima kenyataan itu. Kini hari-harinya selalu diselimuti kegalauan. Bisnis yang dirintisnya pun menjadi terbengkalai dan semua itu membuat dirinya semakin terpuruk.

---tamat---
*judulnya apa ya?
Andre Tauladan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Saran dan kritiknya sangat diharapkan