Sabtu, 12 Desember 2015

Sifat-sifat Hijab Syar’iy

Sifat-sifat Hijab Syar’iy

Alih Bahasa: Abu Sulaiman Al Arkhabiliy

(download dalam bentuk selebaran format pdf di sini)

Segala puji hanya bagi Allah, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya. Amma Ba’du:

Sesungguhnya wanita muslimah telah mendapatkan kedudukan yang tinggi di dalam Islam, dan syari’at yang hanif ini telah memperhatikannya dengan perhatian yang lebih khusus lagi menjamin baginya gar terjaga kesuciannya, di mana Allah Ta’ala telah mewajibkan atasnya untuk berhijab (menutupi diri) dari pria lain demi menjaga kemuliaannya dari noda keburukan. Dan Allah Ta’ala telah menetapkan syarat-syarat bagi hijab ini yang harus dipenuhi semuanya supaya menjadi hijab yang syar’iy, sehingga bila SALAH SATU dari syarat ini tidak terealisasi maka hijab itu bukan hijab syar’iy dan tidak diridloi oleh Allah Ta’ala.
Apakah syarat-syarat hijab wanita muslimah itu?

Syarat-syarat (sifat-sifat) hijab syar’iy wanita muslimah itu ada delapan sebagaimana yang telah dijelaskan oleh para ulama:

Syarat Pertama: Ia itu harus tebal yang tidak menampakkan bayangan apa yang ada di baliknya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

صنفان من أهل النار لم أرهما بعد : رجال معهم سياط كأذناب البقر يضربون بها الناس ، ونساء كاسيات عاريات مائلات مميلات على رؤوسهن كأسنمة البخت المائلة ، لا يدخلن الجنة ولا يجد ريحها ، وإن ريحها ليوجد من مسيرة كذا وكذا ” رواه أحمد ومسلم في الصحيح

“Dua macam penghuni neraka yang belum aku lihat, kaum yang membawa cemeti bagaikan ekor-ekor sapi yang dengannya mereka memukuli manusia, dan para wanita yang berpakaian tapi telanjang, yang membuat (orang lain) menyimpang (dari kebenaran) lagi miring (kepada keburukan), kepala-kepala mereka itu bagaikan pundakan-pundakan unta yang miring, para wanita itu tidak masuk surga dan tidak mendapatkan wanginya, padahal sesungguhnya wangi surga itu didapatkan dari jarak segini dan segitu.” (Riwayat Muslim).

An Nawawiy berkata: Hadits ini adalah tergolong mu’jizat kenabian, di mana dua macam orang ini telah telah terjadi – dan keduanya ada sekarang -, dan di dalam hadits ini terdapat celaan bagi dua macam orang ini. Sedangkan makna “Kaasiyaat” adalah wanita menutup sebagian badannya dan membuka sebagian yang lain, dan ada yang mengatakan bahwa maknanya adalah dia memakai pakaian yang tipis yang menampakkan warna kulit badannya.”(Syarah Shahih Muslim).

Syarat Kedua: Hijabnya itu harus lebar lagi tidak sempit.

قال أُسامة بن زيد: ((كساني رسول الله – صلى الله عليه وسلم – قبطيةً كثيفة مما أهداها له دحية الكلبي، فكسوتها امرأتي، فقال: مالك لم تلبس القبطية ؟ قلت: كسوتها امرأتي، فقال: مُرها فلتجعل تحتها غلالة، فإني أخاف أن تصف حجم عظامها )) أخرجه أحمد

“Di mana telah diriwayatkan dari Usamah Ibnu Zaid radliyallahu ‘anhu, berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan pakaian kepadaku berupa kain qibthi yang tebal – yang mana ia itu di antara bagian yang dihadiahkan Dihyah Al Kalbiy kepadanya- maka sayapun memberikan kain itu kepada isteri saya sebagai pakaian, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepada saya: Kenapa aku tidak melihatmu memakai kain qibthiyyah itu? Maka saya berkata: Wahai Rasulullah saya telah memakaikannya kepada isteriku,” maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: Suruhlah isterimu memakai ghilalah (rangkapan), karena aku khawatir kain itu menampakkan lekuk tulangnya.” (Riwayat Ahmad dan dihasankan oleh Al Arna-uth).

Qubthiyyah adalah semacam pakaian yang berasal dari Qibthi Mesir.
Ghilalah adalah pakaian yang dipakai sebagai rangkapan bagi pakaian lain.
Asy Syaukaniy berkata: “Hadits ini menunjukkan bahwa wanita itu wajib menutupi seluruh badannya dengan pakaian yang tidak membentuk lekuk badannya, dan ini adalah syarat menutupi aurat.” (Nailul Authar).

Syarat Ketiga:Hijab itu menutupi seluruh anggota badan termasuk wajah dan kedua tapak tangan.

Allah Ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لِّأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَابِيبِهِنَّ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَن يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا

“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”(Al Ahzab: 59).

Di dalam ayat ini Allah Ta’ala memerintahkan Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam agar memerintahkan semua wanita, dan memulai dengan memerintahkan isteri-isterinya dan puteri-puterinya karena kemuliaan mereka dan dikarenakan mereka adalah para wanita yang lebih berhak daripada yang lain, untuk menutupi wajah-wajah mereka dengan mengulurkan jilbab-jilbab dari atas kepala mereka. Sedangkan JILBAB adalah adalah kain yang dipakai sebagai rangkapan luar pakaian berupa rida (kain untuk badan bagian atas), izar (kain untuk badan bagian bawah) dan kerudung serta yang serupa itu. (Tafsir Ibnu Katsir dan Tafsir As Sa’diy).

Syarat Keempat: Hijab itu tidak boleh yang merupakan pakaian ketenaran.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ لَبِسَ ثَوْبَ شُهْرَةٍ فِي الدُّنْيَا أَلْبَسَهُ اللَّهُ ثَوْبَ مَذَلَّةٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ) . رواه أبو داود)

“Barangsiapa memakai pakaian ketenaran di dunia maka Allah memakaiakan kepadanya pakaian kehinaan di hari kiamat kemudian Dia menyalakan api padanya.” (Diriwayatkan Abu Dawud dan yang lainnya serta dinilai hasan oleh Al Mundziriy).

Maksud pakaian ketenaran adalah pakaian yang mengundang keheran-heranan orang lain atau dianggap buruk oleh manusia (yang muslim tentunya, pem), atau dengan ungkapan lain ia adalah: pakaian yang menyebabkan pemakainya menjadi bahan olok-olokan dan perbincangan manusia, karena keanehan warnanya, sifatnya, atau cara menjahitnya. Dan pakaian ketenaran ini bisa berbeda-beda antara satu zaman dengan zaman lainnya dan antara satu tempat dengan tempat lainnya, di mana bisa saja manusia pada zaman tertentu menganggap suatu pakaian itu sebagai pakaian ketenaran namun di zaman lain mereka tidak menganggapnya demikian, dan bisa saja di suatu negeri pakaian itu dianggap sebagai pakaian ketenaran namun di negeri lain tidak dianggap demikian, sesuai dengan adat kebiasaan.

Syarat Kelima:Tidak boleh menyerupai pakaian wanita kafir.

Di mana di antara landasan paling penting dien ini adalah menyelisihi orang-orang kafir dan kaum musyrikin, dan landasan pokok ini ada lagi bagu di dalam Al Kitab dan As Sunnah Ash Shahihah, di antaranya sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Abdullah ibnu ‘Amr Ibnu Al ‘Ash radliyallahu ‘anhu di saat ia mengenakan dua pakaian yang mu’ashfar (yang dicelup warna merah):

إن هذه من ثياب الكفار فلا تلبسها ) رواه مسلم)

“Sesungguhnya ini adalah termasuk pakaian orang-orang kafir, maka jangan kamu memakainya.” (Riwayat Muslim).

Di antara pakaian para wanita kafir adalah apa yang dipakai oleh para wanita Nashrani, Yahudi, Sekuler dan Paganis.

Syarat Keenam: Tidak boleh menyerupai pakaian kaum pria.

Dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu, berkata:

(وعن أبي هريرة رضي الله عنه قال: “لعن رسول الله صلى الله عليه وسلم الرجل يلبس لبسة المرأة والمرأة تلبس لبسة الرجل” . (رواه أبو داود

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melaknat pria yang memakai pakaian wanita, dan (melaknat) wanita yang memakai pakaian pria.” (Riwayat Abu Dawud dan yang lainnya, dan dishahihkan oleh Asy Syaukaniy dan Al Hakim serta Adz Dzahabiy mengakuinya).

Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ليس منا من تشبه بالرجال من النساء و لا من تشبه بالنساء من الرجال “

“Bukan termasuk golongan kami wanita yang menyerupai kaum pria dan pria yang menyerupai kaum wanita.” (Riwayat Ahmad dan dishahihkan oleh Al Arna-uth).

Syarat Ketujuh: Ia itu tidak boleh mengandung hiasan (motif) yang menarik perhatian

Berdasarkan firman Allah Ta’ala:

وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ

“Dan janganlah mereka itu menampakkan perhiasan mereka” (An Nur: 31).
Dan firman-Nya Ta’ala:

وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَىٰ

“Dan janganlah kalian bertabarruj seperti tabarrujnya wanita jahiliyyah pertama” (Al Ahzab: 33).

Dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

ثلاثة لا تسأل عنهم رجل فارق الجماعة وعصى إمامه ومات عاصيا وأمة أو عبد أبق فمات وامرأة غاب عنها زوجها قد كفاها مؤنة الدنيا فتبرجت بعده فلا تسأل عنهم

“Tiga macam orang yang jangan ditanyakan tentang (nasib) mereka: orang yang meninggalkan jama’ah dan maksiat kepada imamnya serta mati dalam keadaan maksiat, hamba sahaya baik pria maupun wanita yang melarikan diri dari tuannya terus ia mati, dan wanita yang ditinggal pergi suaminya sedangkan si suaminya telah memberikan kecukupan kebutuhan dunia, terus ia malah tabarruj setelah suaminya pergi, maka jangan engkau tanyakan tentang (nasib) mereka.” (Riwayat Ahmad dan dishahihkan oleh Al Haitsamiy dan Al Anauth).

Bila ternyata hijab si wanita ternyata mengandung hiasan (corak/motif), maka ia itu tidak disebut hijab (syar’iy), karena sesungguhnya alasan dalam pensyari’atan hijab itu adalah pelarangan penampakan hiasan kepada pria lain, sehingga tidak masuk akal-lah kalau hijabnya itu malah merupakan hiasan! MAKA WAJIB atas wanita muslimah yang ingin merealisasikan syarat ini agar dia memperhatikan pakaiannya supaya kosong dari MOTIF HIASAN APAPUN dan hendaklah warnanya itu tidak menarik perhatian kaum pria.

Syarat Kedelapan: Tidak mengandung wangi-wangian atau parfum.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

«أيما امرأة استعطرت فمرت على قوم ليجدوا ريحها، فهي زانية»

“Wanita mana saja yang memakai wangi-wangian, terus ia melewati kaum pria supaya mereka mencium bau harumnya, maka ia itu berzina.” (Diriwayatkan oleh An Nasai dan yang lainnya, dan At Tirmidziy berkata: Hadits Hasan Shahih).

Dan bersabda shallallahu ‘alaihi wa sallam:

” إذا خرجت إحداكن إلى المسجد فلا تقربن طيبا “

“Bila salah seorang di antara kalian (wanita) keluar menuju mesjid, maka jangan sekali-kali ia menyentuh wewangian.” (Diriwayatkan oleh Ahmad dan dishahihkan oleh Al Arnauth).

Ibnu Daqiq Al ‘Ied berkata: “Di dalamnya terdapat keharaman memakai wewangian bagi wanita yang ingin keluar menuju mesjid, karena dalam tindakan itu terdapat hal yang merangsang syahwat kaum pria.” (Faidlul Qadir milik Al Munawiy).

Saudariku Muslimah:

Ini adalah sifat-sifat hijabmu yang syar’iy yang haram atasmu menyelisihi salah satu darinya di hadapan pria yang bukan mahram. Sedangkan kaum pria yang merupakan mahram bagi seorang wanita yang tidak ada dosa atasnya bila ia tidak berhijab dari mereka adalah orang-orang yang telah Allah sebutkan di dalam surat An Nuur ayat 31, di mana Allah Ta’ala berfirman:

وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَىٰ عَوْرَاتِ النِّسَاءِ

“Dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita.”(An Nuur: 31).

Sehingga bukan termasuk mahram-mu wahai wanita yang suci kaum pria ini: saudara suamimu (saudara ipar), saudara-saudara sepupumu dan kerabat-kerabatmu lainnya.

Maka janganlah engkau membuka hijab di hadapan mereka, karena Nabi-mu shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:

“إياكم والدخول على النساء قيل يا رسول الله أفرأيت الحمو قال الحمو الموت الحمو الموت”

“Janganlah kalian masuk menemui wanita” Maka seorang pria bertanya: Wahai Rasulullah bagaimana dengan saudara ipar (yaitu saudara suami)? Maka beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Saudara ipar itu kematian.” (Muttafaq ‘Alaih).

An Nawawiy berkata: Al Ahmaa -bentuk jamak dari hamwu- adalah karib kerabat suami, dan hadits mensifati mereka dengan kematian, itu dikarenakan khalwat dengan dengan kerabat suami itu lebih sering terjadi dari khalwat dengan selainnya dan keburukan yang bisa muncul darinya pun lebih banyak dari yang lainnya, karena adanya kemudahan baginya untuk bisa menemui si wanita itu dan khalwat bersamanya tanpa ada pengingkaran, beda halnya dengan pria lain. (Syarh Shahih Muslim)

Ya Allah jagalah wanita kaum muslimin dan karuniakanlah kepada mereka ketertutupan dan kesucian.

Dan limpahkanlah Ya Allah shalawat kepada Nabi kami Muhammad, keluarganya serta semua sahabatnya.

============

Sabtu Tanggal 5 Dzul Hijjah 1436H
Millahibrahim
Andre Tauladan

Rabu, 09 Desember 2015

Fabricated Hadeeth Series

Fabricated Hadeeth Warning

This hadeeth has been classed as maudoo (FABRICATED).

Like the Farewell Sermon, some have attributed false sources to this, saying it is found in Bukhaaree (No. 6:19) and Tirmidhee (No. 14:79).

It is found in neither, but can be found in Silsilatul-Ahaadeeth ad-Da’eefah wa al-Mawdoo’a (No. 3274) of Imaam al-Albaanee, where he said:

“Verily when a man looks at his wife and she looks at him, Allaah will look at them both with glance of Mercy, when he takes her hand their sins will be wiped away through their fingers”

(This is) fabricated, reported by ar-Raafi’ee in his Taarikh (2/47) commenting on Maysara bin ‘Alee in his Mashaykha with its chain of narration from al-Hussain bin Mu’aadh al-Khurasaanee who narrated from Ismaa’eel bin Yahya at-Taymee from Mis’ar bin Kidaam from al-‘Awfee from Abee Sa’eed al-Khudree who said: The Messenger of Allaah (sallallaahu ‘alayhi wa sallam): and then he mentioned the hadeeth.

I [al-Albaanee] say (regarding this hadeeth):

“This is fabricated, damaged by this at-Taymee; he is known to fabricate ahadeeth and he has false and troublesome narrations which some of it were already mentioned, and Hussain bin Mu’aadh is almost like him. Al-Khateeb said (regarding him): ‘He is not trustworthy and his hadeeth is fabricated.’”

Be warned, lying upon the Prophet (sallallaahu ‘alayhi wa sallam) will result to entering the Hell-Fire (if Allaah wills)!

The Prophet (sallallaahu ‘alayhi wa sallam) said:

“Whoever (intentionally) ascribes to me what I have not said then (surely) let him occupy his seat in Hell-fire.”

[Saheeh al-Bukhaaree]
Andre Tauladan

Senin, 30 November 2015

Sedikit bercanda


pic : http://www.slideshare.net/khomsyasholikha/jangan-asal-bercanda
Umar berkata, ”Barangsiapa yang banyak tertawa maka sedikit kemuliaannya, barangsiapa yang bercanda maka dia akan diremehkan.”

Umar bin Abdul Aziz berkata, ”Bertakwalah kepada Allah dan waspadalah terhadap canda. Sesungguhnya canda dapat mewariskan kedengkian dan membawanya kepada keburukan.”

Imam Nawawi di dalam kitabnya itu mengatakan bahwa para ulama berkata, ”Sesungguhnya canda yang dilarang adalah yang kebanyakan dan berlebihan karena ia dapat mengeraskan hati dan menyibukkannya dari dzikrullah dan menjadikan kebanyakan waktu untuk menyakiti, memunculkan kebencian, merendahkan kehormatan dan kemuliaan.“

Adapun canda yang tidak seperti demikian maka tidaklah dilarang. Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedikit melakukan canda untuk suatu kemaslahatan, menyenangkan dan menghibur jiwa. Dan yang seperti ini tidaklah dilarang sama sekali bahkan menjadi sunnah yang dianjurkan apabila dilakukan dengan sifat yang demikian. Maka bersandarlah dengan apa yang telah kami nukil dari para ulama dan telah kami teliti dari hadits-hadits dan penjelasan hukum-hukumnya dan hal itu karena besarnya kebutuhkan terhadapnya. wa billah at Taufiq.
(Fatawa al Azhar juz X hal 225)

Wallahu A’lam.
Andre Tauladan

Minggu, 29 November 2015

When Umar R.A made Takfeer..

 
In the time of Muhammad (saw) Umar ibn Khattab had made takfeer on the one who disagreed with the judgment of Muhammad (saw), not only was his takfeer consented to by the Messenger (saw) but confirmed by Allah, Allah (swt) said,

“By your lord, they are not believers until they refer to you in all their disputes and find no hardship therein, and they must submit fully.” [4: 65]

This ayah was revealed concerning two men, Utbah ibn Dumrah narrated
“My father told me, ‘two men came to Muhammad (saw) for arbitration, he judged to one of them who had Haq, over the one who had no Haq, the man said “I disagree”, the other man said, “what do you want?” he said, “let us go to Abu Bakr” they went to Abu Bakr and told him that they arbitrated to Muhammad and that they disagreed, Abu Bakr said, “both of you are on the judgment that Muhammad (saw) gave you.” The man said, “I disagree” the other man said, “What do you want?” he said, “let us go to Umar ibn Khattab.” They went to Umar, they told Umar about their arbitration to Muhammad and Abu Bakr and that they disagreed and came to him for arbitration, Umar said, “Wait here, I will come back to give you my judgment,” he went out and returned with his sword, he killed the one who wanted to judge, and the other one ran and Umar chased him. The men went to Muhammad (saw), and said, “Umar killed my friend, and if I did not make it hard for him, he would have killed me, I was running away until he had nearly killed me,” Muhammad (saw) said, “I never thought that Umar could be brave to kill a Mu’min.” (He was very upset) Allah (swt) revealed the ayah, “By your lord, they are not believers until they refer to you in all their disputes and find no hardship therein, and they must submit fully.” [4: 65]

Muhammad (saw) said to Umar, “Allah purified you from your killing” and he (saw) hugged him.’”

Abu Waleed UK.
Andre Tauladan

Pengaruh Orang Tua Terhadap Anak


Al-Imam Ibnul Qayyim rohimahulloh mengatakan,

“Betapa banyak orang yg mencelakakan anaknya –Belahan hatinya– di dunia dan di akhirat karena tidak memberi perhatian dan tidak memberikan pendidikan adab kepada mereka .

Orangtua justru membantu si anak menuruti semua keinginan syahwatnya . Ia menyangka bahwa dengan berbuat demikian berarti dia telah memuliakan si anak , padahal sejatinya dia telah menghinakannya.

Bahkan dia beranggapan, ia telah memberikan kasih sayang kepada anak dengan berbuat demikian.

Akhirnya, ia pun tidak bisa mengambil manfaat dari keberadaan anaknya . Si anak justru membuat orang tua terluput mendapat bagiannya di dunia dan di akhirat.

Apabila engkau meneliti kerusakan yg terjadi pada anak , akan engkau dapati bahwa keumumannya bersumber dari orangtua.”
(Tuhfatul Maudud hlm. 351)

Beliau rohimahulloh menyatakan pula,

“Mayoritas anak menjadi rusak dengan sebab yg bersumber dari orangtua , dan tidak adanya perhatian mereka terhadap si anak, tidak adanya pendidikan tentang berbagai kewajiban agama dan sunnah-sunnahnya .

Orangtua telah menyia-nyiakan anak selagi mereka masih kecil, sehingga anak tidak bisa memberi manfaat untuk dirinya sendiri dan orang tuanya ketika sudah lanjut usia.

Ketika sebagian orangtua mencela anak karena kedurhakaannya, si anak menjawab ,

‘Wahai Ayah…
engkau dahulu telah durhaka kepadaku saat aku kecil , maka aku sekarang mendurhakaimu ketika engkau telah lanjut usia . Engkau dahulu telah menyia-nyiakanku sebagai anak, maka sekarang aku pun menyia-nyiakanmu ketika engkau telah berusia lanjut’.”
(Tuhfatul Maudud hlm. 337)

(Diambil dari Huququl Aulad ‘alal Aba’ wal Ummahat hlm. 8—9, karya asy-Syaikh Abdulloh bin Abdirrohim al-Bukhory hafizhohulloh)
Andre Tauladan

Hukum Mempercayai Pawang Hujan


Alloh Subhaanahu wa ta'ala berfirman :

وَهُوَ الَّذِي يُرْسِلُ الرِّيَاحَ بُشْرًا بَيْنَ يَدَيْ رَحْمَتِهِ حَتَّىٰ إِذَا أَقَلَّتْ سَحَابًا ثِقَالًا سُقْنَاهُ لِبَلَدٍ مَّيِّتٍ فَأَنزَلْنَا بِهِ الْمَاءَ فَأَخْرَجْنَا بِهِ مِن كُلِّ الثَّمَرَاتِ كَذَ‌ٰلِكَ نُخْرِجُ الْمَوْتَىٰ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ

“Dan Dialah yg meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan) hingga apabila angin itu telah membawa awan mendung , Kami halau ke suatu daerah yg tandus, lalu Kami turunkan hujan di daerah itu, maka Kami keluarkan dengan sebab hujan itu pelbagai macam buah-buahan . Seperti itulah Kami membangkitkan orang-orang yg telah mati, mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran.” (Qs. al-A'rof : 57)

1. Yg menggerakkan angin, cuaca, hujan dan lain sebagainya hanyalah Alloh . Manusia hanya bisa memprediksi dari tanda-tanda alami (kauniyah) yg mana prediksi tsb bisa salah dan bisa benar . Maka prediksi cuaca seperti ini yg bersandar pada tanda-tanda alami adalah tidak mengapa, selama tidak diiringi dengan keyakinan kebenarannya. Jadi, hanyalah prediksi belaka…

2. Pawang hujan yg diklaim bisa memindahkan hujan atau menahan hujan , maka sejatinya mereka ini adalah DUKUN yg seringkali bekerjasama dengan jin, sebagaimana dukun-dukun lainnya.

3. Kata para ulama, DUKUN dan TUKANG SIHIR adalah THOGHUT dan PARA PENDUSTA .

Alloh Subhaanahu wa ta'ala berfirman :

{هَلْ أُنَبِّئُكُمْ عَلَى مَنْ تَنزلُ الشَّيَاطِينُ، تَنزلُ عَلَى كُلِّ أَفَّاكٍ أَثِيمٍ، يُلْقُونَ السَّمْعَ وَأَكْثَرُهُمْ كَاذِبُونَ}

“Maukah Aku beritakan kepada kalian, kepada siapa syaitan-syaitan itu turun? Mereka turun kepada tiap-tiap pendusta lagi banyak berbuat jahat/buruk (para dukun dan tukang sihir). Syaitan-syaitan tersebut menyampaikan berita yg mereka dengar (dengan mencuri berita dari langit, kepada para dukun dan tukang sihir), dan kebanyakan mereka adalah para pendusta.“
(QS asy-Syu’araa’: 221-223)

Para ulama tafsir menjelaskan bahwa para pendusta dalam ayat di atas adalah DUKUN dan yg semisal dengan mereka .

4. Mendatangi pawang hujan sama hukumnya dengan mendatangi DUKUN .

Hukumnya diperinci sebagai berikut :

● Mendatangi dan bertanya kpd mereka TANPA MEMBENARKANNYA, maka ini hukumnya dosa yg sangat besar dan tidak diterima sholatnya selama 40 hari .
(( Bukan artinya tidak perlu sholat, karena sholat itu kewajiban yg tidak boleh ditanggalkan )) = SYIRIK ASHGHOR

● Mendatangi mereka dan MEMBENARKANNYA maka ini adalah KAFIR –Wal'iyadzubillah– = SYIRIK AKBAR

5. Apabila yg dilakukan DUKUN itu terjadi dan nyata seperti yg diklaim. Maka jangan tertipu , sebagaimana Rosululloh -shollallohu ‘alaihi wa sallam- ketika ditanya tentang al-kuhhaan (para DUKUN) , Beliau menjawab ,

“Mereka adalah orang-orang yg tidak ada artinya.”

Salah seorang sahabat berkata,

“Sesungguhnya para DUKUN tersebut TERKADANG MENYAMPAIKAN KEPADA KAMI SUATU (BERITA) YANG (kemudian ternyata) BENAR.
Maka Rosululloh bersabda,

“Kalimat (berita) yg benar itu adalah yg dicuri (dari berita di langit) oleh jin (syaitan), lalu dimasukkannya ke telinga teman dekatnya (yaitu dukun dan tukang sihir), yg kemudian mereka mencampuradukkan berita tersebut dengan 100 kedustaan”
(Muttafaq alaihi)

Wallohu a’lam.

Andre Tauladan

About Me

Andre Tauladan adalah blog untuk berbagi informasi umum. Terkadang di sini membahas topik agama, politik, sosial, pendidikan, atau teknologi. Selain Andre Tauladan, ada juga blog khusus untuk berbagi seputar kehidupan saya di Jurnalnya Andre, dan blog khusus untuk copas yaitu di Kumpulan Tulisan.

Streaming Radio Ahlussunnah

Today's Story

Dari setiap kejadian di akhir zaman, akan semakin nampak mana orang-orang yang lurus dan mana yang menyimpang. Akan terlihat pula mana orang mu'min dan mana yang munafiq. Mana yang memiliki permusuhan dengan orang kafir dan mana yang berkasihsayang dengan mereka.
© Andre Tauladan All rights reserved | Theme Designed by Seo Blogger Templates